Floresa.co – Di tengah sorotan soal banyaknya kapal wisata yang tidak memiliki izin di Labuan Bajo, salah satu diantaranya adalah kapal yang dimanfaatkan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores [BPO-LBF], lembaga yang mendapat tugas untuk menangani industri pariwisata di kota super-premium itu dan seluruh daratan Flores.
Kejaksaan Negeri Manggarai Barat mengonfirmasi kepada Floresa mulai mengusut kasus kapal cepat ‘Wonderful Komodo’ tersebut, meski enggan memberikan informasi rinci.
“Intinya laporan sudah masuk, masih berproses untuk menindaklanjutinya,” kata Tony Aji, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Manggarai Barat yang ditemui di ruangannya, Kamis, 3 Agustus.
Tony enggan berbicara lebih jauh kepada Floresa perihal substansi masalah kapal itu, berdalih “belum bisa dipublikasikan.”
“Belum bisa diekspos ke luar,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Adi Gunawan, Kepala Dinas Perhubungan Manggarai Barat, mengatakan kapal milik BPO-LBF tersebut “belum pernah urus izin di Dinas Perhubungan.”
“Mereka pernah datang, janji untuk urus izin tahun 2021. Sampai sekarang belum urus juga. Saya tidak bisa paksa,” katanya kepada Floresa pada 3 Agustus.
Ia juga mengaku tidak mengetahui status dan dokumen kapal karena kapal tersebut belum pernah melakukan clearence, izin memasuki pelabuhan.
“Kalau dia lakukan clearence, kita tahu status kapal. Di dokumen kapal akan terlihat status kapal,” imbuhnya.
Ia menjelaskan. saat ini masih banyak kapal wisata di Labuan Bajo yang belum mengantongi izin aktif untuk berlayar.
“Kapal wisata yang ada di Manggarai Barat sesuai konfirmasi dengan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan [KSOP] adalah 738 kapal. Yang izin aktif per tanggal 26 Juli 2023 adalah 275 kapal,” jelasnya.
Persoalan kapal BPO-LBF sempat ramai dibicarakan pada April, ketika KSOP menyebutnya sebagai kapal “yang paling bandel” dari semua kapal yang beroperasi di perairan Labuan Bajo lantaran belum perenah mengurus proses clearence.
Kepala KSOP Labuan Bajo, Hasan Sadili menekankan waktu itu bahwa, proses clerance sangat penting karena berkaitan dengan keselamatan dalam pelayaran.
“Ada sisi manajemen risiko. Kita tidak tahu kapan musibah datang,” tegasnya.
Dalam pernyataan pers dua bulan kemudian, pada 6 Juni, BPO-LBF menolak tudingan dari Dinas Perhubungan dan KSOP.
Sisilia Jemana, Kepala Divisi Komunikasi Publik BPO-LBF menjelaskan, kapal Wonderful Komodo bukan merupakan kapal wisata tetapi kapal milik pemerintah sehingga mendapatkan pembebasan surat persetujuan berlayar sesuai ketentuan pasal 16 huruf b Peraturan Menteri Perhubungan [Permenhub] Nomor 28 Tahun 2022.
Ia juga menyebut kapal itu, selain dipakai oleh BPO-LBF, juga oleh para pejabat pemerintah yang datang ke Labuan Bajo
Namun, menurut sumber Floresa, masalah kapal itu diusut karena status kepemilikannya. Kapal itu, kata sumber itu, dicurigai bukan milik BPO-LBF sebagai lembaga, tetapi milik orang pribadi.
“Jarak waktu antara ramainya masalah itu dibicarakan pada April, dengan penjelasan BPO-LBF ke publik yang baru muncul pada bulan Juni juga menimbulkan tanda tanya. Terkesan ada upaya mencari-cari alasan untuk selamat dari kritikan yang muncul,” kata sumber itu.
Floresa sudah menghubungi Direktur BPOLBF, Shana Fatina dan Sisilia Jemana untuk mengkonfirmasi soal status kepemilikan kapal itu.
Namun, keduanya tidak merespons pesan yang dikirimkan lewat Whats App pada 4 Agustus.
BPO-LBF merupakan satuan kerja di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018.
Lembaga ini bertujuan melakukan percepatan pembangunan pariwisata terintegrasi di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo-Flores yang meliputi 11 kabupaten, demikian menurut penjelasan di website resminya.
Menurut data Floresa, kasus kapal tidak berizin ini merupakan kasus kedua yang diselidiki penegak hukum yang melibatkan BPO-LBF.
Polres Manggarai Barat juga sedang menyelidiki proyek kebun hidroponik yang dibangun lembaga ini, namun kemudian mubazir sejak selesai panen perdana.
Kebun itu saat ini menjadi tempat warga sekitar memelihara ternak.