Gelar Unjuk Rasa, Warga Colol Tagih Janji Bupati Agas Selesaikan Konflik Lahan dengan Pemerintah

Jangan hanya bangga-banggakan Kopi Colol, urus juga konflik lahannya, kata warga kepada Agas

Baca Juga

Floresa.co – Puluhan warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Adat [Gempa] Colol, Kecamatan Lamba Leda Timur, menggelar unjuk rasa di Lehong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur, menuntut janji Bupati Andreas Agas terkait penyelesaian konflik lahan yang berkepanjangan dengan pemerintah.

“Tahun lalu, Bupati Agas berjanji untuk menyelesaikan konflik lahan di Colol, tetapi sampai saat ini belum terealisasi,” kata salah satu warga saat orasi dalam perjalanan menuju pusat perkantoran Pemerintah Manggarai Timur pada Selasa, 10 Oktober.

Menggunakan tiga unit mobil, mereka tiba di Lehong sekitar pukul 11.00 Wita dan langsung mendatangi kantor DPRD Manggarai Timur.

Di halaman kantor itu, warga berorasi menyampaikan kritikan terhadap kinerja para wakil rakyat yang mereka sebut “kurang memperhatikan persoalan yang dihadapi masyarakat.”

“Konflik lahan di Colol telah berlangsung lama, tetapi DPRD terkesan masah bodoh,” kata salah satu warga lain saat berorasi.

Dari Kantor DPRD, Gempa melanjutkan unjuk rasa di kantor bupati.

Di depan kantor itu, warga juga berorasi, meminta Agas segera merealisasikan janjinya.

Di mana-mana, kata salah satu warga yang berorasi, “Andreas Agas selalu membanggakan Kopi Colol yang sudah terkenal sejak dulu.”

“Kopinya di bangga-banggakan, tetapi tanahnya dia tidak akui,” kata warga itu.

Mereka juga menyinggung Perda Kabupaten Manggarai Timur Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat  Hukum Adat yang hingga kini belum dijalankan.

Padahal, kata warga Colol itu, Perda itu menjadi rujukan untuk menyelesaikan konflik lahan di wilayah mereka.

“Sampai saat ini, belum ada Peraturan Bupati untuk menjalankan Perda Nomor 1 Tahun 2018 itu,” katanya.

Oleh karena itu, mereka mendesak Agas “segera menerbitkan Perbup terkait Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat  Hukum Adat.”

Mereka juga mendesak Agas “melanjutkan kerja tim identifikasi, verifikasi, dan validasi wilayah tanah masyarakat hukum adat Gendang Colol” yang sudah pernah dijalankan pada 2021.

Mereka juga mendesak Agas  “mengesahkan dan mengakui peta hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat Gendang Colol.”

Pantauan Floresa, hingga Selasa petang, pengunjuk rasa tidak berhasil berdialog dengan Agas, meski lama bertahan di depan kantornya.

Sementara, informasi yang diperoleh Floresa dari sejumlah sumber internal Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, Agas dan wakilnya, Siprianus Habur sedang tidak berada di tempat.

Dalam laporan yang diterbitkan Floresa pada 8 Desember 2021, disebutkan bahwa konflik lahan di wilayah Colol dimulai pada 2001, saat Manggarai Timur belum dimekarkan dari Kabupaten Manggarai.

Saling klaim antar pemerintah dan masyarakat adat terkait tapal batas saat itu berujung pada peristiwa penembakan terhadap sejumlah warga Colol yang menuntut pembebasan rekan mereka yang ditahan dengan tuduhan “merambah hutan.” 

Kasus terbaru, seorang warga adat dipenjara dengan tuduhan “merambah hutan” di Lok Pahar, wilayah yang diklaim sebagai bagian dari Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng. Lok Pahar berjarak sekitar 7 kilometer dari Colol.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini