Dewan Pers Umumkan Komite Pelaksana Perpres ‘Publisher Rights,’ Media Alternatif Diharapkan Bisa Mendapat Manfaat

Salah satu anggota komite menyatakan, Dewan Pers bisa mempermudah persyaratan administratif untuk verifikasi media alternatif. Status terverifikasi menjadi syarat terakomodasi dalam Perpres Publisher Rights

Floresa.co – Dewan Pers telah mengumumkan 11 anggota Komite Pelaksana Publisher Rights yang akan menangani urusan negosiasi dengan platform digital dalam rangka tanggung jawab mereka untuk mendukung jurnalisme berkualitas di Indonesia.

Meskipun tidak berbicara secara resmi mewakili komite, salah satu anggota yang diumumkan pada 23 Agustus itu berkata, ia mendukung agar kepentingan media-media alternatif atau yang dikenal sebagai public interest media bisa terakomodasi.

Pembentukan komite merupakan amanat Peraturan Presiden [Perpres] tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas atau yang dikenal Publisher Rights. Perpres ini diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Februari 2024, tiga tahun setelah diusulkan oleh komunitas pers.

Anggota komite, yang bertugas memastikan pemenuhan kewajiban perusahaan platform digital terhadap media digital, terdiri atas unsur Dewan Pers, pakar dan pemerintah.

Lima anggota dari unsur Dewan Pers adalah Alexander Carolus Suban, Fransiskus Surdiarsis, Herik Kurniawan, Sasmito Madrim dan Suprapto.

Dari unsur pakar adalah Ambang Priyonggo, Damar Juniarto, Guntur Syahputra Saragih, Indriaswati Dyah Saptaningrum dan Kristiono Setyadi.

Satu anggota lainnya dari unsur pemerintah adalah Mediodecci Lustarini, sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, berkata, penetapan komite ini merupakan bagian dari komitmen Dewan Pers memastikan perusahaan platform digital berperan secara adil dan bertanggung jawab dalam ekosistem media di Indonesia.

“Kita berharap dengan terbentuknya komite ini, jurnalisme berkualitas dapat lebih terlindungi, sementara hak-hak jurnalis dan media tetap terjaga,” kata Ninik dalam pernyataan tertulis.

Langkah ini, lanjutnya, akan memperkuat keberlanjutan jurnalisme di era digital.

Selain menetapkan anggota komite, Dewan Pers juga menyetujui beberapa dokumen hasil kerja gugus tugas yang akan menjadi pedoman pelaksanaan tugas komite.

Dokumen-dokumen tersebut berisi kerangka dan mekanisme kerja komite, tata kelola komite, SOP mediasi komite pengawasan, perjanjian, lisensi konten dan bagi hasil, serta SOP pengawasan pelaksanaan.

Dokumen-dokumen tersebut menjadi rujukan komite dalam menjalankan tugas, selain berpedoman pada Perpres Publisher Rights.

Tugas komite ini mencakup memfasilitasi pemenuhan kewajiban perusahaan platform digital, seperti Google, Meta dan lain-lain untuk mendukung jurnalisme berkualitas; memberikan rekomendasi kepada Menteri Komunikasi dan Informasi berdasarkan hasil pengawasan terhadap perusahaan platform digital; dan melaksanakan fasilitasi arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa antara perusahaan platform dan media.

Upaya Akomodasi Media Alternatif

Sasmito Madrim, anggota komite terpilih yang juga mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen berkata, Publisher Rights diharapkan memberi manfaat bagi semua media, baik media berbasis industri maupun media alternatif.

Sasmito yang berbicara kepada Floresa tidak mewakili komite karena belum dilantik berkata, dalam Publisher Rights perusahaan pers yang dimaksud adalah yang sudah terverifikasi Dewan Pers.

Padahal, saat ini media alternatif umumnya kesulitan untuk mendapat status terverifikasi karena mengalami kendala memenuhi persyaratan administratif.

Karena itu, katanya, penting agar Dewan Pers merevisi Peraturan Nomor 1/SK-DP/1/2023 tentang Pendataan Media.

“Kalau syaratnya itu kemudian disamakan dengan pers industri yang lain, memang agak sulit media alternatif diverifikasi,” katanya.

Ia mengaku mendapat lampu hijau dari Dewan Pers soal rencana revisi peraturan itu.

“Ini yang perlu kita dorong bareng-bareng agar peraturannya segera selesai,” katanya.

Dengan demikian “teman-teman media alternatif  bisa diverifikasi dan kemudian mendapat manfaat dari regulasi ini,” kata Sasmito.

Media alternatif merujuk pada media yang umumnya fokus pada pilihan sikap tertentu untuk mengadvokasi kepentingan kelompok masyarakat terpinggirkan, seperti kaum miskin, etnis minoritas, kelompok buruh, kelompok minoritas seksual dan sebagainya.

Berbeda dengan media arus utama yang berbasis industri dan umumnya berbentuk korporasi skala besar, media alternatif berskala kecil dengan pendanaan terbatas, sebagian bersumber dari donasi publik.

Sejumlah media alternatif di Indonesia antara lain Project Multatuli, Balebengong, BandungBergerak, Bincang Perempuan, Betahita, Ekuatorial, Konde dan Remotivi dan Koreksi. Floresa juga termasuk dalam barisan media alternatif.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA