Dinas Kesehatan Matim Klarifikasi Soal Ani Agas yang Disebut Larang Jurnalis Liput Kondisi Rumah Sakit

Kepala dinas mengklaim, larangan peliputan terkait dengan aturan yang berlaku di rumah sakit

Floresa.co – Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur [Matim] mengklarifikasi pemberitaan di sejumlah media soal aksi Sekretaris Dinas, Pranata Kristiani ‘Ani’ Agas yang diberitakan melarang jurnalis meliput kondisi terkini salah satu rumah sakit, mengklaim informasi larangan itu tidak benar.

Kepala Dinas Kesehatan, Surip Tintin mengkategorikan informasi larangan peliputan yang disampaikan Nardi Jaya, jurnalis Suaraburuh.com itu sebagai disinformasi yang merugikan citra institusinya dan Rumah Sakit [RS] Pratama Watunggong. 

“Itu sebuah tudingan yang tidak benar dan tidak menggambarkan keutuhan kronologi yang terjadi,” katanya dalam siaran pers pada 18 September. 

Kasus ini bermula saat pekan lalu Nardi Jaya melakukan peliputan di RS Pratama Watunggong di Kecamatan Congkar, usai mendapat keluhan warga terkait minimnya fasilitas.

Saat itu, Nardi mengaku dihubungi Ani yang melarangnya melakukan peliputan. 

Nardi berkata, Ani berdalih bahwa peliputan tersebut “dapat mengganggu proses perbaikan fasilitas dan pelayanan di rumah sakit tersebut.”

Saat berusaha mengonfirmasi beberapa temuannya terkait ketidakberesan fasilitas rumah sakit, kata Nardi, Ani meradang dan berkata, “kamu bukan auditor!”

“Saya hanya berharap kamu fair. Saya pikir kami punya hak untuk menjawab iya atau tidak,” kata Ani seperti disampaikan Nardi.

Surip Tintin berkata, Nardi yang terhubung melalui sambungan telepon dengan Ani meminta ijin memotret alat kesehatan rumah sakit. 

Permintaan itu ditolak Ani karena alat kesehatan rumah sakit tersebut “ditempatkan pada ruang perawatan.”

“Memotret alat kesehatan di ruang perawatan berpotensi melanggar hak pasien dan kewajiban rumah sakit menjaga privasi pasien, berdasarkan kaidah hospital bylaws,” merujuk pada aturan dasar internal tentang tata cara penyelenggaraan rumah sakit.

Larangan itu, kata Tintin, juga termuat dalam dalam imbauan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia [PERSI] Nomor: 987/ 1A/ PP.PERSI/ II/2018, tentang larangan untuk memfoto atau merekam video di area rumah sakit. 

Penjelasan Tintin sesuai dengan sebuah rekaman percakapan antara Nardi dan Ani yang diperoleh Floresa pada 18 September. 

Dalam rekaman tersebut, Nardi menjelaskan tujuan peliputannya, termasuk mengecek sejumlah fasilitas rumah sakit itu. 

Ani kemudian merespons: “Saya mau tanya, kapasitasnya apa untuk mengecek alat kesehatan?” 

Ani mempersoalkan kapasitas media untuk mengecek satu per satu alat kesehatan.

“Saya sepakat kita berada di era keterbukaan,” kata Ani, namun menyatakan bahwa peliputan harus mendapat persetujuan dari direktur rumah sakit. 

Kecuali, kata Ani, “Anda datang dengan auditor,” dan “itu pun harus dilengkapi dengan surat tugas.”

Karena itu, katanya, Dinas Kesehatan tidak memberikan izin untuk mendokumentasikan alat kesehatan di rumah sakit tersebut. 

Berdasarkan kronologi itu, Tintin berkata, dinasnya maupun rumah sakit tidak pernah melarang aktivitas pers untuk mendapatkan informasi. 

Institusinya, kata dia, berkewajiban mengingatkan peraturan-peraturan terkait hak pasien maupun segala hal yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur, Pranata Kristiani Agas. (Dokumentasi Floresa)

Apa Kata Jurnalis?

Polemik antara Nardi dan Ani telah dimuat di sejumlah media, termasuk Floresa.

Dalam laporan Floresa pada 16 September, Nardi mengungkap soal larangan “agar tidak boleh melakukan peliputan” di RS Watunggong yang ia sebut “dapat mengganggu proses perbaikan fasilitas dan pelayanan di rumah sakit tersebut” sesuai pernyataan Ani.

Dalam berita itu, juga di media lainnya, Nardi tidak menjelaskan soal dasar pembatasan oleh Dinas Kesehatan dan RS Watunggong, seperti terkait hospital bylaws.

Tindakan Ani pun memicu kritik dari Ketua Aliansi Jurnalis Independen [AJI], Nani Afrida yang menyebutnya masuk kategori menghalangi kerja jurnalis.

Nani berkata kepada Floresa, “jurnalis semestinya diberikan akses dalam melakukan liputan,” mengingatkan bahwa memberikan keterangan kepada jurnalis merupakan kewajiban pemerintah untuk mengklarifikasi informasi yang sedang beredar di tengah masyarakat.

Floresa tidak bisa mendapat penjelasan Ani untuk berita tersebut. Panggilan telepon dan pesan WhatsApp tidak direspon.

Nardi yang berbicara dengan Floresa pada 18 September tidak menampik adanya informasi yang tidak ia sampaikan ke publik soal kronologi larangan, seperti disampaikan dalam pernyataan Dinas Kesehatan.

Namun, ia mempertahankan bahwa ada upaya untuk menghalang-halangi kerja jurnalistiknya saat hendak meliput.

Ia berkata, kedatangannya ke RS Watunggong “ ingin menyesuaikan temuannya dengan kondisi yang sebenarnya.” 

Misalnya, kata dia, sesuai data yang ia peroleh, jumlah tempat tidur pasien dewasa semestinya berjumlah 35 unit dan anak-anak 15 unit. 

“Tetapi temuan di lapangan berdasarkan keterangan direktur rumah sakit, tempat tidurnya baru tersedia 30 unit. Masing-masing 22 unit untuk dewasa dan 8 unit untuk anak-anak,” katanya. 

Karena dari dua item itu saja sudah bermasalah, asumsinya, “bagaimana dengan fasilitas lainnya.”

RS Pratama Watunggong diresmikan pada Desember 2023 oleh Bupati Andreas Agas, dua bulan sebelum jabatannya berakhir.

Pada awal April, Floresa pernah merilis laporan tentang rumah sakit tersebut yang belum juga beroperasi hingga empat bulan usai diresmikan. 

Baca: Diresmikan Andreas Agas Jelang Akhir Masa Jabatan, Rumah Sakit Pratama Watunggong Masih Tertatih-tatih Penuhi Persyaratan untuk Beroperasi

Maria Figiliana, direktur rumah sakit berkata kala itu, masih ada sejumlah sarana dan prasarana yang belum beres, seperti dokumen Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Pelayanan, Alur Pelayanan dan pedoman-pedoman pelayanan. Selain itu, ia juga menyebut dokter yang masih kurang.

Dihubungi kembali oleh Floresa pada 14 September, Figiliana berkata, rumah sakit itu mulai melayani pasien rawat jalan sejak akhir April dan baru melayani pasien rawat inap pada Agustus. 

Ia mengklaim semua sarana penunjang yang sebelumnya belum lengkap kini sudah beres.  Saat ini sudah ada tiga dokter umum dan satu dokter gigi, yang ia klaim sesuai yang dibutuhkan. 

Jumlah itu sebetulnya berbeda dengan pernyataan Figiliana pada April kepada Floresa bahwa yang dibutuhkan seharusnya empat dokter umum dan satu dokter gigi. 

Ia juga menyebut rumah sakit tersebut belum bekerja sama dengan Badan Penyelenggara  Jaminan Sosial [BPJS] hingga “kami diakreditasi.” Proses persiapan akreditasi, katanya, ditargetkan paling lambat November.

Menurut Kepala Dinas, Surip Tintin, proses akreditasi belum dilakukan karena regulasi akreditasi Rumah Sakit Pratama baru diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan pada 21 Juni 2024.

Regulasi itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1094/2024 Tentang Standar Akreditasi dan Biaya Survei Akreditasi Rumah Sakit Kelas D Pratama. 

Ia menyatakan, RS Pratama Watunggong saat ini sedang mempersiapkan diri dalam rangka survei akreditasi.

Pernah Jadi Temuan BPK

Dibangun tahun 2021, RS Pratama Watunggong menelan anggaran Rp45 Miliar, dengan rincian pembangunan gedung Rp30 Miliar dan pengadaan alat kesehatan  Rp15 Miliar. 

Pada 2023, rumah sakit itu juga mendapat anggaran satu miliar rupiah untuk pengadaan fasilitas penunjang. Empat badan usaha jasa konstruksi terlibat pembangunannya, tiga di antaranya berbasis di Pulau Jawa. 

Dalam proses pengerjaannya, Badan Pemeriksa Keuangan [BPK] sempat menemukan pengurangan volume pekerjaan. Salah satunya adalah pada gedung IGD rawat jalan, ruangan OK, dan penunjang rumah sakit yang dikerjakan PT. Floresco Aneka Indah. 

Selain itu adalah pengurangan volume pekerjaan gedung rawat inap serta penunjang rumah sakit oleh  PT. Komodo Alam Lestari. 

Dalam wawancara dengan Floresa pada April, Ani Agas mengakui adanya temuan BPK itu.  Meski tidak memerinci jumlah dana yang diduga diselewengkan, ia mengklaim sudah dikembalikan ke kas daerah, sesuai rekomendasi BPK.

“Pengembaliannya kalau tidak salah ingat [pada] 2022,” katanya.

Selama bekerja di Dinas Kesehatan, Ani sempat terlibat dalam kasus korupsi pengadaan alat habis pakai dan regentia pada Tahun Anggaran 2013. Proyek senilai Rp 894,9 juta dengan kerugian negara mencapai Rp 150 juta itu menyeret sejumlah pejabat ke penjara.

Beberapa diantaranya adalah Kepala Dinas Kesehatan, Phillipus Mantur; Sekretaris Dinas Sulpisius Galmin dan Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Kasmir Gon. Ketiganya sudah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang pada 14 Februari 2017. 

Ani yang berperan sebagai anggota Pokja dalam proyek tersebut baru ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri Manggarai sebagai tersangka bersama dua rekannya yakni Siprianus G Kaleng dan Fransiskus Don pada Selasa 15 Agustus 2017. Dua rekannya itu pun langsung ditahan di Rutan Kelas IIB Carep, Ruteng, sementara Ani hanya menjadi tahanan kota lantaran masih menyusui bayinya. 

Pada Agustus 2017, Ani divonis bebas, sementara Siprianus dan Franskus masing-masing divonis satu tahun penjara.

Ani adalah putri dari Andreas Agas, yang berada di tampuk pemerintahan Manggarai Timur sejak 2009, saat ia menjadi wakil bupati, mendampingi Yoseph Tote selama dua periode hingga 2019. 

Ia kemudian menjadi bupati pada 2019 hingga mengakhiri masa jabatan pada Februari tahun ini.

Andreas akan bertarung lagi dalam pilkada November mendatang, berpasangan dengan Tarsius Syukur.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA