Floresa.co – Menjelang pilkada, Pemerintah Kabupaten Manggarai mengambil kebijakan populis dengan mengaktifkan kembali ratusan tenaga kesehatan non-Aparatur Sipil Negara [nakes non-ASN] yang sebelumnya diberhentikan karena berunjuk rasa meminta kejelasan perpanjangan kontrak dan kenaikan upah.
Namun, nasib mereka akan terkatung-katung kembali usai pilkada, karena kontrak mereka hanya akan berlaku hingga Desember, usai pilkada yang digelar pada November.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, Bartolomeus Hermopan berkata, sesuai kebijakan Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit, 249 nakes itu mulai bekerja kembali pada 1 Oktober.
Surat Perjanjian Kerja [SPK] para nakes, kata pria yang dipanggil Tomy ini, hanya berlaku sampai Desember 2024.
Ia tidak menjamin kontrak kerja para nakes berlanjut pada tahun depan.
“Soal lanjut atau tidaknya perjanjian kontrak, itu tergantung bupati,” katanya dalam sebuah pertemuan di Aula Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai pada 17 September.
Dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah nakes non-ASN itu, Tomy berkata, kemungkinan ada di antara para nakes yang kontraknya tidak diperpanjang.
“Semuanya tergantung efektivitas dan efisiensi kerja,” katanya.
Pada awal 2024, kontrak para nakes non-ASN ini tidak diperpanjang yang kemudian memicu demonstrasi di Ruteng pada 12 Februari dan 6 Maret 2024.
Selain menuntut penerbitan SPK untuk 2024, para nakes juga menuntut kenaikan gaji dan tambahan penghasilan, seperti yang pernah dijanjikan Nabit.
Namun, aspirasi mereka kemudian dijawab Nabit dengan tidak memperpanjang SPK.
“Semua nakes yang berdemonstrasi, saya tidak akan menandatangani SPK,” katanya kala itu.
“Percayalah, atasanmu pasti perhatikan keluhanmu. Tetapi, yang pasti dengan aturan, bukan berdasarkan apa yang kau mau,” tambahnya.
Langkah Nabit kala itu memicu protes dari banyak kalangan, yang dianggap sebagai bentuk arogansi kekuasaan.
Perwakilan para nakes kemudian menemui Nabit pada April, menyampaikan permintaan maaf secara adat Manggarai atau kepok, berharap agar dipekerjakan kembali.
“Kalau ada satu-dua hal yang membuat bapak sakit hati, kami meminta maaf yang sedalam-dalamnya,” kata perwakilan nakes saat itu.
Merespons hal itu, Nabit, yang didampingi Sekretaris Daerah, Fansialdus Jahang berkata, “permintaan maaf diterima, tetapi terkait nasib teman-teman ke depan, saya tidak bisa jawab sekarang.”
Kepastian nasib para nakes, kata dia, akan diberikan setelah “berkomunikasi dulu dengan semua jajaran.”
“Kasih kita kesempatan untuk mengambil keputusan. Nanti kita atur yang terbaik untuk semua,” katanya kala itu.
Alasan Pengaktifan Kembali
Tomy mengklaim, langkah pemerintah yang kini tiba-tiba memilih mempekerjakan kembali para nakes karena “pertimbangan kebutuhan pekerjaan di lapangan.”
Namun, ia mengatakan, undangan untuk kembali bekerja ini hanya untuk nakes yang bersedia.
“Kalau tidak ingin bekerja sama, tidak masalah,” katanya.
Para nakes, katanya, akan dipanggil ke Kantor Dinas Kesehatan, berdasarkan puskesmas tempat kerjanya masing-masing.
“Dalam minggu ini diharapkan semuanya selesai sehingga pada 1 Oktober, mereka sudah mulai bekerja.”
Ia menjelaskan, tak ada perubahan honor untuk para nakes.
“[Honor] masih tetap seperti biasa, ada yang Rp400 ribu, Rp600 ribu, dan Tenaga Harian Lepas [THL] yang Rp2 juta,” katanya.
Anggaran honor untuk tiga bulan ke depan sejak Oktober hingga Desember, kata Tomy diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P).
Peningkatan honor l untuk para nakes merupakan salah satu tuntutan mereka saat unjuk rasa, yang jauh di bawah standar Upah Minimum Kabupaten [UMK] Manggarai, Rp2.123.994.
Tomy berkata, para nakes lain yang tidak ikut demo sudah mendapat perpanjangan SPK, “dan berlaku sejak bulan Januari.”
Ia berkata, untuk beberapa bulan terakhir, jatah honor untuk nakes yang ikut demo “dialihkan karena mereka tidak kerja.”
Ia tidak menjelaskan pos tujuan pengalihannya.
“Untuk apa dana dianggarkan, sementara berapa bulan mereka tidak kerja kan?” katanya.
Kontroversi Nabit
Konflik dengan para nakes hanya salah satu dari sejumlah masalah yang menyita perhatian publik semenjak Nabit – yang saat kampanye menggelorakan Salam Perubahan untuk Manggarai – mulai memimpin pada 2020.
Pada awal era kekuasaannya, Manggarai juga dihebohkan dengan kasus pengangkatan Tenaga Harian Lepas [THL] di sejumlah dinas meski sudah dilarang oleh pemerintah pusat.
Para THL baru itu berasal dari tim sukses, juga orang dekat sejumlah pejabat, termasuk anak kandung Wakil Bupati Heribertus Ngabut.
Pada September 2022, Manggarai juga dihebohkan dengan pengakuan seorang kontraktor bahwa ia dimintai fee untuk bisa mendapatkan proyek dari dana APBD.
Permintaan fee, kata kontraktor itu, melibatkan Meldyanti Hagur, isteri Nabit dan perantara Rio Senta, seorang mantan tim sukses saat Pilkada.
Kasus ini sempat diusut, termasuk dengan memeriksa Meldyanti, namun kemudian dihentikan karena polisi mengklaim tidak cukup bukti.
Pada Februari 2023, di kabupaten itu juga terungkap praktik pungutan liar dalam pengurusan dokumen kependudukan, seperti KTP elektronik, yang melibatkan salah satu mantan tim suksesnya saat Pilkada 2020.
Laporan Floresa baru-baru ini juga menyoroti Program Petani Milenial, salah satu program unggulan Nabit yang jadi magnet untuk meraih dukungan kaum muda saat Pilkada.
Ambisi program itu bertolak belakang dengan realisasinya, karena tidak adanya dukungan yang jelas bagi para petani muda dan terjadinya penurunan produktivitas pertanian. Hal ini membuat pasokan hortikultura masih terus bergantung ke daerah di luar Manggarai.
Nabit akan kembali maju dalam pilkada November, berpasangan dengan Fabianus Abu.
Editor: Ryan Dagur