Di Tengah Polemik Geotermal Atadei di Lembata, Warga Mencemaskan Pemindahan Makam Misionaris Katolik

Meski jasadnya tak lagi ada, warga meyakini misionaris asal Belanda, Pater Hendricus Coenradus Beeker, SVD senantiasa hadir memberi bantuan

Floresa.co – Mengenakan petek – kain sarung tradisional perempuan Atadei – Maria Nogo dan Yuliana Kidi Koban duduk bersebelahan di atas kursi plastik hijau yang mulai memudar.

Keduanya berada di antara warga yang mengikuti pertemuan di Aula Desa Atakore, Pulau Lembata pada 8 Oktober. 

Pertemuan yang membahas proyek geotermal Atadei itu berlangsung selama 10 jam hingga malam. Mereka kemudian menyampaikan sikap penolakan terhadap proyek tersebut.

“Kami bertahan untuk sesuatu yang kami yakini benar,” kata Maria sebelum melanjutkan, “sisanya biar Ina Kar yang menentukan.”

Ina Kar diyakini sebagai penjaga “dapur alam,” lokasi eksplorasi geotermal yang berada di dekat Kampung Watuwawer, sekitar 42 kilometer dari Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata.

Malam itu, kedua perempuan duduk tak jauh dari makam Pater Hendricus Coenradus Beeker, SVD. 

Misionaris asal Belanda itu memiliki kedekatan dalam kehidupan spiritual warga Desa Atakore. 

“Kami percaya Pater Beeker selalu bersama kami,” kata Maria, keyakinan yang membuat warga Desa Atakore “tak akan ikhlas bila makam beliau dipindahkan demi proyek PLTP Atadei.”

Siapa Pater Beeker?

Maria menjadi koster di Kapel Stasi Watuwawer pada 1982-2007. Kapel itu dikelola oleh Paroki Hati Yesus Amat Kudus Lerek.

Semasa itu pula, ia meyakini Pater Beeker, yang meninggal pada 1956, kerap secara spiritual menyambangi dan membantunya. 

Suatu ketika, ia sedang menghias altar dengan bunga-bunga petikan dari pekarangan sekitar kapel, tiba-tiba sesosok laki-laki berdiri di pintu masuk.

Ia mengira Pastor Paroki Lerek, Nicholas Strawn, SVD yang tengah bertumpu, sebelum berjalan mendekati altar dan membantu Maria.

Sosok itu lalu pamit meninggalkan Maria, selepas altar terhias bunga-bunga liar.

Maria, yang hidup seorang diri di rumahnya, baru menyadari sosok itu adalah Beeker ketika Nicholas datang sembari berkata “saya lihat tadi kamu menghias altar dibantu Pater Beeker.”

Maria tak cuma sekali itu bertemu secara spiritual dengan Beeker. 

Lain waktu, sejumlah ayamnya terserang suatu penyakit. Melihat ayam-ayamnya sekarat, ia mendaraskan doa, sembari memohon agar Beeker “memberkati dan menyembuhkan ayam-ayam saya.”

Dalam “penglihatannya,” Beeker datang memberkati ayam-ayamnya. Hewan peliharaannya itupun seketika sembuh dari penyakit. 

Meski tak pernah secara personal bertemu sekaligus mengenal sang pastor, Maria kerap berziarah ke Taman Doa Pater Beeker di depan Kapel Stasi Watuwawer.

Situs ziarah rohani itu diresmikan pada 17 Juni 2021 oleh Uskup Larantuka, Msgr. Fransiskus Kopong Kung.

Bagi Maria, berziarah ke taman doa itu merupakan salah satu “ungkapan terima kasih atas bantuan beliau dalam hidup kami.”

Di taman doa itu berdiri sebuah monumen peraga Beeker, yang di bawahnya tertanam tulang-belulang sang pastor.

Yuliana Koban merupakan satu dari lima perawat monumen dan segala yang ada di sekitar taman doa itu, pekerjaan yang baginya “kian mendekatkan batin saya dengan Pater Beeker.”

Pater Beeker melayani Stasi Waiwerang, Pulau Adonara pada 1939. Setahun kemudian ia dipindahtugaskan ke Paroki Lerek.

Ia berupaya memberi prioritas pada pengembangan keterampilan dan pendidikan, termasuk mengirim sejumlah kaum muda ke Larantuka untuk belajar pertukangan di bengkel milik Gereja.

Selain itu, ia mendirikan sekolah dasar di Watuwawer pada tahun 1948, dan di Atawolo pada tahun 1954, yang hingga kini masih bertahan.

Untuk menangani sekolah-sekolah itu, ia mengirim sebagian pemuda untuk belajar pendidikan guru sekolah dasar. 

Mereka kemudian menjadi tenaga terdepan dalam menjalankan tugas di bidang pendidikan dan menyebarkan ajaran Katolik pada masyarakat setempat yang kala itu masih percaya pada tahayul.

Beeker meninggal pada 19 April 1956 saat  berusia 44 tahun karena dibunuh Bernardus Baha La Luga, seorang warga Watuwawer.

Bernardus sebelumnya kedapatan mencuri alat pertukangan dari bengkel tempatnya bekerja di Flores Timur. 

Beeker sempat menegurnya, hal yang diduga turut membuat Bernardus sakit hati dan akhirnya membunuh sang pastor.

Bernardus kemudian diasingkan ke Nusakambangan dan baru kembali ke kampung halamannya pada tahun 1999, di mana dia harus menjalani upacara adat glete kera, simbol pembersihannya dari dosa berat.

Jenazah Beeker dibawa dengan peledang – perahu tradisional nelayan Lamalera, pesisir selatan Lembata – ke Larantuka, Flores Timur. 

Ia dimakamkan di Larantuka, sebelum tulang-belulangnya dipulangkan ke Watuwawer pada Juli 2006.

Akankah Dipindahkan?

Taman Doa Pater Beeker berada di wilayah perencanaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Atadei. Jaraknya sekitar 650 meter dari Ina Kar.

Pemerintah mulai menargetkan proyek geotermal Atadei melalui Surat Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Nomor 1580/06/DJB/2008.

PT PLN ditunjuk membangun PLTP Atadei, bagian dari kebijakan pemerintah akan transisi energi dari sumber fosil ke terbarukan.

Sejumlah warga yang ditemui Floresa berkata, PT PLN memang tak pernah menyinggung soal potensi pemindahan Taman Doa Pater Beeker bila pembangunan PLTP Atadei berlanjut.

Namun, letak taman doa itu yang dekat dengan lokasi proyek membuat mereka khawatir makam sang pastor bakal dipindahkan.. 

Maria berharap hal itu tidak terjadi karena “Pater Beeker dekat dengan kehidupan kami, bahkan sejak masa kakek dan nenek kami.”

Bagi warga Atakore, kata Maria, “Pater Beeker adalah martir yang mewariskan keteladanan hidup.”

Bila “[makamnya] dipindahkan, kepada siapa kami akan meminta tolong?”

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA