“Alvin..” katanya.
“Alvin..”
***
Saat itu aku merasa jarum detik seluruh jam yang ada di dunia ini berhenti berdetak. Semua gerakan alam tersentak diam dipotret Tuhan dengan kamera raksasa dari langit, blitz-nya membutakan, flash!! Menyilaukan dan membekukan.
Aku terpana dan merasa seperti melayang, mati suri, dan mau pingsan dalam ekstase. Aku tahu persis bau alkohol dari mulut Azelia semakin menjadi-menjadi dalam udara pengap di bawah atap seng, tapi panca inderaku mati.
Lalu, Azelia terbangun, merapikan kembali bajunya, tertegun seperti patung persis di depan hidungku ini, agaknya juga dilanda perasaan yang sama.
Tapi, kami berdua masih terpaku pandang tanpa mampu berkata apapun, lidahku terasa kelu, mulutku terkunci rapat.
Tak ada satu kata pun yang dapat terlaksana. Aku tak sanggup beranjak. Wanita ini memilikki aura yang melumpuhkan. Tatapan matanya itu mencengkram hatiku.
Akhirnya, suaranya memecahkan keheningan malam itu.
“Kamu akhirnya tahu, kan?” ucap Azelia, pelan, nyaris hilang.
“Maksudmu? Aku tak mengerti apa yang kau katakan?” ucapku, berbohong.
“Sudahlah..tak perlu berbohong lagi. Engkau lihat keadaanku sekarang, kan? Hei, apa kau jatuh cinta pada pelacur sepertiku? Matamu buta atau memang kau sudah gila?”