Kisah yang Tercecer

Baca Juga

Sejak saat itu aku bertekad untuk membaktikan hidupku dalam cinta dan ketulusan. Aku sadar, dalam kesedihanku banyak orang yang bersukacita dan bergembira karena engkau memilih mengikuti-Nya.

Bahkan, di antara mereka tak ada satupun yang tahu bahwa dalam sukacita mereka, ada aku yang begitu terluka dan kehilangan.

Namun, sekalipun aku tersakiti, setidaknya tak banyak yang lebih tersakiti apabila kupertahankan egoku kala itu.

Dulu saat bersamamu, hanya cinta dan ketulusan yang aku berikan. Tak lebih dari itu. Hal yang kutanamkan, sebuah kesiapan dan keikhlasan. Siap untuk menerima semua keputusanmu dan ikhlas tuk melepaskanmu, karena cintakupun tak mampu tuk menahanmu bersamaku sebab cinta-Nya yang lebih besar.

Karena konsekuensi dari cinta dan relasi yang kujalani bersamamu kala itu adalah “mencintaimu berarti mencintai panggilanmu juga.”

Jalan hidup merubah arah kita. Inilah sekarang yang kita hadapi dan jalani. Jalan hidupmu adalah bukti bahwa aku merelakan semuanya tuk panggilanmu. Panggilanmu adalah pilihanku, bukan keegoisanku.

Semoga setiap orang yang mencintaimu berbahagia karena ini, meskipun yang tersisa bagiku hanya goresan. Seharusnya aku tak perlu bersedih ataupun menangis, tapi aku tak kuasa bila mengingat kembali kisah itu.

Sekarang, aku telah menjadi miliknya yang kini mendampingiku dalam keseharianku dan aku senantiasa berusaha menjaganya dengan cintaku dan tak ingin orang lain mengambilnya dariku, sebab aku tak ingin kehilangan lagi.

Sekarang, aku hanya ingin mengabdikan hidup dan cintaku dalam ketulusan yang kumiliki hanya tuknya dan tak ingin melukainya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini