Pater Vande Raring SVD Tolak Diperiksa Polres Lembata

Floresa.co – Pater Vande Raring SVD menolak diperiksa Polres Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait laporan pemfitnahan oleh Pemerintah Kabupaten Lembata.

Seperti dilansir Pos Kupang.com, Kamis (25/6/2016), penolakan Pater Vande tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tertanggal 24 Juni 2015 yang ditandatangani penyidik Karolus BW Paokuma dengan dua saksi, yakni Amon Jalla dan Harlita Talan (penyidik).

Menurut Pater Vande, ia hanya bersedia diperiksa penyidik jika Polda NTT yang menangani kasus ini.

“Kalau penyidik yang menangani kasus ini diturunkan dari Polda NTT, saya siap beri keterangan,” ujarnya.

Pater Vande menuturkan sejumlah alasan penolakannya diperiksa Polres Lembata. Pertama, dalam unjuk rasa yang dilakukannya 8 Juni 2015, ia tidak menyebut sama sekali nama Michael Bala, yang melaporkannya ke Polres Lembata.

Kedua, ia juga menolak diperiksa karena dirinya tidak percaya lagi dengan penyidik Polres Lembata.

Ia tidak percaya karena hasil kerja polisi selama ini penuh rekayasa dan manipulasi. Rekayasa dan manipulasi itu mulai dari saksi, pelaku maupun korban (terpidana kasus Lorens Wadu).

Ketiga, selagi polisi tidak mengungkap kasus pembunuhan yang diduga dilakukan di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Lembata, seperti dalam video yang diungkapkan Surwa Uran dalam keterangannya di polisi, maka dirinya tidak mau diperiksa polisi.

“Mereka yang tidak bersalah dalam kasus Lorens Wadu malah dihukum sementara orang yang sesungguhnya menjadi pelaku dalam kasus ini dibiarkan berkeliaran. Alasan seperti inilah yang membuat saya bersikap menolak untuk diperiksa,” ujar Vande.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemkab Lembata melaporkan Pater Vande Raring SVD, Aleks Murin, dan Surwa Uran ke polres setempat atas tuduhan pemfitnahan pada Selasa (9/6/2015).

Menurut Pemkab Lembata, dalam orasi pada Senin (8/6/2015), Pater Vande dkk. secara berulang-ulang menyebut Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Lembata sebagai tempat pembunuhan terhadap almarhum Lorens Wadu dua tahun silam.

“Kalau memang Rumah Jabatan Bupati Lembata jadi tempat kejadian perkara (TKP), maka para pihak harus menunjuk bukti. Sebab, pemerintah juga tidak menghendaki demikian,” kata Kabag Hukum Setda Lembata, Petrus AW Edang Loba,

Pater Vande dkk. melakukan unjuk rasa di samping kiri Rujab Bupati Lembata, persis di depan Kantor Bupati Lama, untuk mengenang tahun kematian Lorens Wadu.

Dalam orasinya, Pater Vande Raring, SVD menyebut-nyebut Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Lembata sebagai tempat kejadian perkara (TKP) kasus pembunuhan Lorensius Wadu, 8 Juni 2013 silam.

“Ada kemungkinan Lorens Wadu dihabisi di Rumah Jabatan Bupati Lembata,” ujar Pater Vande.

Pater Vande menyebutkan, sudah genap dua tahun, yakni 8 Juni 2013-8 Juni 2015, Lorens Wadu meregang nyawa di tanah Lembata. Namun dalam rentang waktu tersebut, belum semua oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut diproses secara hukum.

Ada empat oknum sudah mendekam di balik jeruji besi dan telah berstatus sebagai narapidana, tapi ada pula yang masih berkeliaran. Bahkan, lanjut Pater Vande, ada oknum tertentu yang hingga saat ini belum disentuh oleh hukum.

Dari hasil investigasi yang dilakukan Forum Penyelamat Lewotanah Lembata (FP2L), kata Pater Vande, jasad Lorens Wadu yang ditemukan di kebun pisang, kemungkinan dibunuh di Rujab Bupati Lembata. Ironisnya, sampai saat ini aparat kepolisian belum berhasil mengungkap hal itu. (Armand Suparman/ARS/Floresa)

 

 

spot_img

Artikel Terkini