Taman Bacaan Pelangi Gagas Program Bebas Buta Huruf di Flores

Labuan Bajo, Floresa.co –  Organisasi Taman Bacaan Pelangi memprakarsai program “Bebas Buta Huruf” untuk meningkatkan kemampuan membaca dan literasi anak-anak di Indonesia Timur, termasuk di Pulau Flores.

Hal ini merupakan upaya untuk merespon kemampuan membaca anak-anak Indonesia, yang tergolong rendah.

Berdasarkan hasil tes pada Program Penilaian Pelajar Internasional atau Program for International Student Assessment (PISA) 2015, anak-anak Indonesia berada di urutan 64 dari 70 negara.

“Anak-anak di wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berada di urutan terakhir dalam hal kemampuan membaca,” demikian menurut pernyataan tertulis Taman Bacaan Pelangi.

Program “Bebas Buta Huruf” pertama digelar melalui pelatihan guru tentang peningkatan literasi untuk Sekolah Dasar yang berlangsung pada tanggal 24 Juli – 25 Juli 2017 di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar).

Marten Magol, Kepala Dinas Pendidikan Mabar mengatakan sangat berterima kasih atas kepedulian Taman Bacaan Pelangi terhadap kualitas pendidikan untuk anak-anak di Flores, khususnya di Mabar.

“Program Bebas Buta Huruf ini sangat penting dan saya harap para guru dapat langsung menerapkan materi yang diberikan pada pelatihan ini di sekolah masing-masing,” ungkapnya.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , provinsi dengan tingkat buta huruf tertinggi secara presentase adalah provinsi-provinsi di Indonesia Timur, yakni Papua (36.1%), Nusa Tenggara Barat (16.48%), Sulawesi Barat (10.33%) dan Nusa Tenggara Timur (10.13%).

Disamping itu, data Early Grade Reading Assessment (EGRA) dari RTI International di tahun 2015 – mengenai kemampuan membaca anak di Indonesia menunjukkan bahwa anak-anak di Jawa dan Bali bisa membaca 59,2 kata per menit, sedangkan anak di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya bisa membaca 29,7 kata per menit.

“Demikian pula dalam hal pemahaman, anak-anak di Jawa dan Bali memiliki pemahaman 78% dari apa yang mereka baca, sedangkan anak-anak di wilayah Indonesia Timur hanya mampu memahami 46% saja.”

Nila Tanzil, pendiri Taman Bacaan Pelangi Nila Tanzil mengatakan, lembaganya sangat prihatin terkait gap yang besar dalam kualitas pendidikan di Indonesia.

Ia menjelaskan, selama tujuh tahun mereka mendirikan perpustakaan-perpustakaan di Indonesia Timur, mayoritas di Flores.

“Kami melihat sendiri masih banyak anak-anak yang berada di kelas lima SD masih belum lancar membaca, bahkan ada kelas 1 SMP yang belum bisa membaca. Hal ini membuat kami prihatin sekaligus kuatir,” katanya.

Membaca, menurut Nila, adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap anak.

“Anak yang tidak lancar membaca tentunya tidak akan dapat bersaing dengan anak-anak lain di kota besar yang sudah lancar membaca,” katanya.

“Jika hal ini dibiarkan, maka akan berpengaruh besar terhadap masa depan mereka. Akan sulit bagi anak-anak ini untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan karier yang baik, jika kemampuan membaca mereka rendah,” lanjut Nila.

Program Bebas Buta Huruf ini terdiri dari pelatihan untuk para guru kelas 1,2,3 dan les membaca gratis untuk anak-anak yang masih buta huruf dan belum lancar membaca, termasuk untuk siswa-siswi kelas 4,5, 6 di SD.

Les membaca gratis dilakukan di luar jam sekolah oleh para guru yang telah mengikuti program pelatihan.

Program pertama ini dilakukan di empat SD di Manggarai Barat, yaitu SDI Merombok, SDI Namo, SDI Beci, dan SDI Rangga Watu. Di setiap sekolah ini sudah ada perpustakaan ramah anak yang juga didirikan oleh Taman Bacaan Pelangi.

Program baru Taman Bacaan Pelangi yang juga dikampanyekan melalui media sosial dengan tagar #BebasButaHuruf ini sejalan dengan program utama organisasi ini yaitu pendirian perpustakaan ramah anak di Indonesia Timur.

Untuk pelatihan guru tentang peningkatan literasi untuk Sekolah Dasar dalam program Bebas Buta Huruf ini, Taman Bacaan Pelangi bekerjasama dengan Yayasan Kristen Wamena (YKW).

YKW telah memiliki modul-modul pengajaran kreatif dalam bentuk “Buku Paket Kontekstual Papua” (BPKP) yang sudah sesuai dengan kurikulum nasional dan dapat langsung diterapkan oleh para guru di sekolah.

BPKP ini dirancang khusus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak di wilayah Indonesia Timur dan terbukti sukses diterapkan di Papua. Setiap sekolah dasar diberikan Buku Panduan Bahasa Indonesia untuk Guru, buku Lembar Kerja Siswa, dan Buku Tes Siswa.

“Kami berharap dengan adanya program Bebas Buta Huruf ini, kemampuan literasi semua anak di Flores meningkat dan bisa membaca dengan lancar,” kata Nila.

“Jika program pertama ini berhasil, rencananya kami akan menerapkannya di sekolah-sekolah dasar lainnya yang menjadi lokasi perpustakaan Taman Bacaan Pelangi di Indonesia Timur,” tambahnya. (Ferdinand Ambo/ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini