Ikut Tolak Tambang di Matim, Andreas Hugo Pareira Tekankan Pentingnya Jaga Tanah

Floresa.coAndreas Hugo Pareira mengingatkan pentingnya menjaga tanah, yang ia sebut akan memberi hidup sampai kapanpun, daripada menjualnya hanya karena tergoda dengan uang yang ditawarkan investor tambang.

Anggota DPR RI dari Partai PDI Perjuangan ini menegaskan hal ini saat beraudiensi dengan warga Diaspora Manggarai Raya di Senayan, Jakarta, Kamis, 1 Juli 2020. Audiensi itu membahas masalah tambang batu gamping dan pabrik semen di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur.

Andreas mengatakan, semua pihak, termasuk pemerintah mestinya bersama-sama mengajak masyarakat untuk mempertahankan tanah mereka.

“Lebih baik kita jaga lingkungan kita, kedekatan manusia dengan alam, daripada kita dapat uang ganti rugi tanah,” katanya.

Andreas mengatakan dirinya tidak anti dengan tambang dan investasi, tetapi untuk konteks NTT tambang tidaklah cocok.

“Kalau mau memajukan daerah, mesti dengan potensi yang kita miliki,” katanya.

Mengeruk alam, jelas legislator dari Dapil NTT 1 ini, tidaklah tepat, karena masih banyak potensi lain yang bisa dimaksimalkan.

Andreas yang dalam audiensi itu ditemani rekannya Yohanis Fransiskus Lema menyatakan sepakat untuk mengoptimalkan sektor pariwisata.

“Pariwisata itu emas putih untuk daerah kita,” katanya. “Dia menghidupi banyak orang dan tidak harus merusak lingkungan,” tambahnya.

Andreas menjelaskan soal tren wisata global ke depan yang lebih bercorak individual dan mencari daerah-daerah eksotik, di mana alamnya masih terjaga.

Dalam konteks pembanguan di NTT di mana pemerintah di satu sisi menggembar-gemborkan pariwisata tetapi juga memberi ruang bagi tambang, kata dia, sebetulnya ini sebuah ironi.

Memberi ruang pada tambang, kata dia, dengan sendirinya menegasi komitmen mengembangkan pariwisata.

Ia juga mengajak agar dalam konteks tambang dan pabrik ini semua pihak membantu masyarakat untuk sadar tentang pentingnya nilai tanah mereka dan bahaya kerusakan lingkungan dan marjinalisasi yang bakal terjadi.

“Paling berapa sih harga tanah?” katanya, sambil menambahkan, uang akan bisa habis dengan cepat.

Dalam konteks ini, Andreas menekankan harusnya pemerintah melindungi rakyat.

“Dalam banyak kasus seringkali juteru pemerintah bukan berperan sebagai regulator yang melindungi rakyat,” katanya.

Ia pun meminta agar dalam rangkaian proses ini, “paling tidak anggota DPRD dari PDI Perjuangan jangan sampai jadi calo.”

Ia mengatakan, jabatan sebagai anggota dewan seperti dirinya dan juga bupati adalah temporer yang suatu saat akan dilepas.

Karena itu, kata dia, semua mesti berkomitmen pada kehidupan masyarakat, tidak saja untuk hari ini, tetapi juga ke depan.

BACA JUGA: Tolak Tambang, Ansy Lema: NTT itu Nelayan, Ternak dan Tani

“Saya kasihan kalau rakyat dalam posisi diimingi-iming dan dalam ketidaksadaran melepaskan diri dari tanah,” katanya.

Ia pun mengajak untuk bersama-sama mengedukasi masyarakat agar sadar betul pentingnya menjaga lingkungan, apalagi NTT adalah daerah yang rawan krisis, termasuk krisis air.

“Air tidak mudah. Kita sama-sama berupaya jangan sampai lingkungan rusak, rakyat kita termarginalkan dari alam, lingkungan dan budayanya,” katanya.

Ia berharap masyarakat sampai pada kesadaran bahwa tanah, air dan budaya adalah bagian dari hidup mereka dan akan menjadi susah jika semuanya akan hilang.

Andreas berencana mengunjungi lokasi di Lengko Lolok dan Luwuk jika situasi berangsur membaik dari pandemi COVID-19.

“Kita berjuang sama-sama,” kata Andreas di hadapan peserta audiensi.

Dalam pemaparan di hadapan anggota dewan,  Flory Santosa Nggagur, Koordinator Kelompok Diaspora Manggarai Raya menjelaskan sejumlah alasan penolakan mereka terhadap tambang dan pabrik ini.

Beberapa alasan yang disampaikan terkait dengan ancaman kerusakan lingkungan, budaya dan ruang hidup masyarakat, termasuk soal kawasan karst.

ARL/FLORESA

spot_img

Artikel Terkini