Hadang Penggusuran Kebunnya untuk Proyek Pariwisata, Warga di Labuan Bajo Sempat Ditangkap Polisi

Kebun jati milik warga ini digusur untuk pembukaan jalan ke area 400 hektar di Hutan Bowosie, yang akan dikembangkan menjadi kawasan bisnis pariwisata, bagian dari proyek strategis nasional.

Floresa.co – Seorang warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat sempat ditangkap polisi pada Kamis, 21 April 2021 karena berupaya menghadang upaya penggusuran jalan yang melewati kebunnya ke wilayah Hutan Bowosie yang akan dijadikan sebagai lokasi pembangunan sarana pariwisata.

Paulinus Jek, anggota Komunitas Racang Buka di Kecamatan Komodo ditangkap karena berusaha menghadang eksavator saat penggusuran tiba di kebun jatinya.

Jalan yang mewati kebunnya itu akan membuka akses ke 400 hektar area di Hutan Bowosie yang akan menjadi lokasi proyek oleh Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores [BPO-LBF] untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis.

Bersama warga lainnya dari Komunitas Racang Buka, Paulinus telah berusaha menolak proyek itu, dan meminta pemerintah untuk menyelesaikan konflik lahan dengan warga.

Namun, upaya mereka tidak ditanggapi dan penggusuran untuk pembukaan jalan pun dilakukan pada Kamis di bahwa penjagaan sekitar 50 polisi dan beberapa anggota TNI. Ada aparat yang menggunakan seragam resmi, ada pula yang mengenakan pakaian bebas sembari menenteng senjata laras pajang.

BACA: Breaking News: Di Tengah Penolakan Warga, Penggusuran Jalan ke Hutan Bowosie Dimulai

Sebagaimana disaksikan Floresa.co, penangkapan Paulinus berawal dari aksinya yang berteriak agar pohon-pohon jatinya tidak digusur.

“Jangan gusur jati saya. Jangan!” katanya sembari menunjuk-nunjuk dan melangkah menuju eksavator.

Teriakannya itu lalu diikuti warga lainnya. “Ini tanaman milik kami,” teriak seorang warga. Yang lainnya mengatakan, “Kami ini manusia, Pak. Ajak komunikasi. Kami bukan binatang.”

Aksi Paulinus dan beberapa warga ini sempat membuat eksavator berhenti.

Namun, Kepala Bagian Operasional [Kabag OPS] Polres Mabar, Robert M. Bolle meminta operator alat berat itu untuk melanjutkan pekerjaan.

“Jangan diam. Maju, maju,” katanya.

Paulinus terus berusaha melakukan protes dan mempertanyakan kehadiran aparat di tempat itu.

“Kamu dibayar berapa. Polisi dibayar berapa?” teriak Paulinus sembari menunjuk-nunjuk ke arah polisi di hadapannya.

Kata-katanya itu kemudian direspons Robert dengan perintah penangkapan.

“Amankan dia. Amankan dia. Bawa dia. Tangkap yang lain,” perintahnya yang langsung direspons beberapa personel polisi.

Paulinus yang berdiri tepat di depan eksavator pun langsung diseret. Ia sempat meronta-rontah agar bisa bebas dari sergapan polisi.

Setelah Paulinus diamankan, penggusuran pun dilanjutkan, dengan penjagaan ketat oleh tentara dan polisi.

Pada pukul 14.00 Wita, Paulinus dilepaskan dan kembali bergabung dengan warga.

BACA: Penegasan Kepala Kampung Lancang-Labuan Bajo ke BPO-LBF: “Satu Setimeter Pun Tanah Masyarakat, Saya Tidak Akan Berikan”

Penolakan warga di lingkar Hutan Bowosie, juga elemen sipil lainnya terhadap proyek yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional itu, selain karena itu merupakan kawasan hutan produksi, juga sebagiannya adalah kebun warga.

Warga Racang Buka yang masuk wilayah Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo misalnya sudah mendiami wilayah itu sejak 1990-an. Mereka sudah melakukan berbagai upaya legal agar secara sah mendiami setidaknya 150-an hektar wilayah Hutan Bowosie di bagian selatan melalui skema pembebasan kawasan hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.

Langkah mereka dijawab pemerintah melalui SK Tata Batas Hutan Manggarai Barat Nomor 357 Tahun 2016, namun hanya sekitar 38 hektar yang dikabulkan, yang ditetapkan menjadi wilayah Area Penggunaan Lain [APL].

Sementara warga hanya diberikan 38 hektar, bagian lain dari hutan itu yang mereka mohonkan untuk menjadi hak mereka kini menjadi bagian dari kawasan yang diserahkan oleh pemerintah kepada BPO-LBF.

VIDEO

FLORESA

spot_img

Artikel Terkini