Maria Novantri Anul, Bayi Pengidap Hidrosefalus yang Terkandas Biaya Operasi

Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan di rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak.

Floresa.co – Maria Novantri Anul berusia satu tahun. Ia lahir dari pasangan Stanis Mbaling (35) dan Rofina Nunur (35) di Kampung Golo Karot, Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Nova – sapaannya – mengidap penyakit hidrosefalus.

Menurut situs berisi informasi kesehatan, Alodokter.com, hidrosefalus adalah penumpukan cairan di rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Pada bayi dan anak-anak, hidrosefalus membuat ukuran kepala membesar. Sedangkan pada orang dewasa, kondisi ini bisa menimbulkan sakit kepala hebat.

Kodisi Nova makin hari makin memprihatinkan. Namun, orangtuanya tak bisa berbuat banyak karena keterbatasan ekonomi.

Rofina mengatakan, anak bungsu dari tiga bersaudara itu lahir dalam keadaan normal.

Namun pada usia 6 bulan, ia tiba-tiba menangis berturut-turut selama seminggu.

“Kami bingung kenapa dia menangis,” kata Rofina, Selasa, 13 Desember 2022.

Yang jelas, ia melihat putrinya itu tampak merasakan sakit yang luar biasa.

“Setelah itu mulai nampak bengkak di area kepalanya dan badannya kaku,” tutur Rofina di rumahnya.

Ia mengatakan, dari hasil pemeriksaan di Puskesmas Wae Nakeng mereka diberitahu bahwa Nova ternyata menderita hidrosefalus.

Ia sempat dilarikan ke RS Siloam Labuan Bajo. Namun pihak RS swasta itu menyarankan agar Nova untuk dirujuk ke Bali.

Karena keterbatasan ekonomi, mereka pun belum bisa mengantarnya ke  Bali untuk operasi.

“Karena tidak ada uang, kami memutuskan untuk dirawat di rumah,” ungkapnya.

Nova bersama ibunya, Rofina. (Foto: Yohanes Yarkevbi)

Rofina merupakan ibu rumah tangga, sementara suaminya buruh tani yang setiap hari bekerja serabutan.

“Kami mau makan saja susah. Apalagi mau biaya pergi dan hidup selama di Bali,” katanya.

Setiap hari Rofina mengurus Nova yang sejak penyakitnya muncul tidak mau digendong oleh orang lain, termasuk ayahnya sendiri.

Ia menjelaskan, Nova saat ini tidak mau makan makanan lain selain bubur dan susu.

“Kalau tidak ada uang, saya rela mengemis ke keluarga-keluarga minta susu. Itu semua saya lakukan demi anak saya,” katanya.

Stanis mengatakan, dari hasil bekerja di ladang orang ia mendapat upah Rp 70.000 per hari.

“Uang tersebut hanya untuk kebutuhan Nova,” katanya.

Ia memiliki sebidang sawah berukuran 10×20 meter persegi. Semenjak Nova sakit, ia tak lagi mampu mengurus sawah itu karena kendala biaya.

“Sakit yang diidap anak saya membuat keluarga saya juga turut sakit, bahkan ekonomi keluarga saya lumpuh,” katanya.

Ia menjelaskan, keluarganya pernah dikunjungi oleh beberapa pihak, termasuk pemerintah yang menjanjikan bantuan, namun tidak ada tindak lanjut.

“Banyak pihak hanya datang untuk foto dengan iming-iming bantuan, tapi kenyataan nihil,” katanya.

“Anak kami tidak diperhatikan pemerintah” kata Stanis.

Ia pun berharap ada pihak yang mendengar jeritan keluarga kecilnya.

“Tolong bantu anak saya,” katanya.


Catatan editor: Artikel ini ditulis berdasarkan laporan dari kontributor kami, Yohanes Yarkevbi. Saat hendak mempublikasi artikel ini, kami mendapat kabar bahwa Yani meninggal dunia di Ruteng. Seluruh Tim Floresa.co turut berdukacita untuk kabar mengagetkan ini. Kami berterima kasih atas kontribusi Yani untuk Floresa.co, terutama karena ketertarikannya mengangkat kisah tentang orang-orang kecil. Tulisan Yani sebelumnya bisa dibaca di sini. Kami ikut berdoa untuk Yani. Beristirahatlah dalam damai!

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini