Floresa.co–Hanya tiga hari dari rencana peletakan batu pertama, anggota DPRD Manggarai Barat baru mengetahui rencana pembangunan Marina, hotel, dan tempat-tempat komersial di Labuan Bajo.
Padahal pembangunan yang dilakukan PT. ASDP Ferry Indonesia tersebut rencananya akan memanfaatkan lahan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tak lain adalah aset dari pemda Mabar.
Dalam pertemuan di kantor DPRD Mabar pada 8 Maret 2016, Belasius Jeramun, ketua DPRD Mabar mengeluhkan keterlambatan tersebut.
“Kami hanya mengetahui dari media-media, padahal pembangunan ini sudah direncanakan sejak bulan Desember” katanya.
Bahkan rencana pertemuan hari itu baru diketahui dua hari sebelumnya. Tak heran dari 30 anggota DPRD Mabar, yang hadir hanya 14 anggota.
“Yang lain sudah memiliki jadwal reses di tempat lain”
Menurutnya, seharusnya yang dilakukan pertama-tama adalah pertemuan antara DPRD dan pemerintah Mabar sebelum duduk bersama dengan PT. ASDP Ferry Indonesia.
“seharusnya kami harus mengadakan pertemuan internal dulu tetapi tidak apa-apa kita lakukan pertemuan ini dulu” ujarnya.
Pembangunan Marina, Hotel, dan Restoran
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama (Dirut) PT.ASDP Ferry Indonesia, Faik Fahmi diberikan kesempatan mempresentasikan pembangunan marina, hotel, dan tempat-tempat komersial.
Setidaknya ada dua alasan pembangunan senilai 250 milliar tersebut. Pertama, demi alasan perkembangan pariwisata. Menurut Fahmi, perkembangan pariwisata di Manggarai Barat sangat fantastis. Tak heran, demi percepatan pembangunan pariwisata, kementerian BUMN turut memprioritaskan pembangunan marina di Labuan Bajo.
“Ada banyak tempat lain yang minta, tapi kami memprioritaskan Labuan Bajo” katanya.
Menurutnya, keberadaan marina akan menarik semakin banyak wisatawan asing mengunjungi Labuan Bajo. Kapal wisata dari Bali bahkan luar negeri akan berlabuh di Labuan Bajo. Apalagi, pemerintah Indonesia sudah meringkan syarat kapal pesiar asing masuk ke Indonesia.
Namun ia mengingatkan, “kapal-kapal yang berlabuh di marina mempunyai standar tertentu.”
Alasan yang kedua karena permintaan bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dulla. Menurut Fahmi, dalam kunjungan Menteri BUMN, Rini Soemarno tahun lalu, bupati Gusti Ch. Dulla meminta pembangunan Marina di Labuan Bajo.
“Kami menindaklanjuti permintaan dari bupati Manggarai Barat” katanya.
Manfaat bagi Manggarai Barat
Tidak hanya itu. Fahmi menjamin bahwa pembangunan yang dikelolah oleh tiga perusahaan BUMN tersebut akan membawa manfaat bagi masyarakat di Manggarai Barat. Sebanyak 51 persen sahamnya dipegang oleh PT. ASDP Ferry Indonesia, 15 persen dari Patra jasa, dan 34 persen dari PT. Pembangunan Perumahan.
Manfaat yang ia maksudkan diantaranya yang paling pokok adalah penyiapan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan per kapita, dan menggerakkan perekonomian daerah.
Dalam soal penyerapan tenaga kerja, ia mengatakan, “kita prioritaskan putra-putri lokal”. Jumlahnya mencapai seratusan orang.
Sementara itu kamar-kamar hotel adalah tempat mempromosikan tenunan daerah. “Kita akan pajang tenunan di kamar sebagai bentuk promosi” ujarnya.
Selain itu, keuntungan untuk Pemda, katanya,adalah dengan menarik retribusi dari usaha-usaha tersebut.
Ia juga menceritakan, tadinya TPI belum dimasukan dalam rencana pembangunan tersebut, namun berdasarkan studi yang mereka lakukan, TPI adalah termasuk lahan strategis untuk usaha tersebut
“Yang perlu kita bicarakan apakah TPI dibeli lepas, tukar guling, atau dipindahkan.” katanya.
Pertanyaan-Pertanyaan DPRD
Meskipun presentasi tersebut menarik apalagi dilengkapi tayangan video ilustrasi, Marsel Jeramun, anggota DPRD Mabar mengumpamakan presentasi hari itu seperti orang tua yang menawarkan manisan kepada anak yang sedang menangis agar diam.
“Kami seolah hanya mau diumpan dengan video tersebut” katanya.
Ia bersikeras mempertanyakan rencana tersebut. Selain karena kerumitan persoalan di Manggarai Barat sendiri, ia beralasan pembangunan tersebut belum memaparkan formula kerja sama yang jelas.
“Harus diperjelas formula kerja sama ini, jangan sampai kami yang harus bermasalah dengan masyarakat” katanya.
Ia mengatakan, pembangunan marina tidak boleh mengulangi model kerja sama dengan BTNK. Janjinya mensejahterakan masyarakat, namun pemda Mabar justru hanya menjadi penonton.
Apalagi menurutnya marina hanya mungkin bisa dinikmati masyarakat kelas atas, ketimbang masyarakat biasa. Sementara formula pembagian manfaat hanya berdasarkan manfaat tidak langsung (trickle down effect)
Ia juga mengingatkan bahwa area TPI selama ini adalah sumber pendapatan daerah dan pertumbuhan usaha kecil menengah. Jumlah kapal wisata sudah mencapai ratusan yang berlabuh di sekitar tempat itu, apalagi tempat itu menjadi tempat jualan ikan dari banyak orang.
“Kemana mereka akan pergi? Sementara mereka selama ini yang menjadi sumber pendapatan daerah” ujarnya.
Sementara itu, Martin Warus mempertanyakan model pembagian manfaat bagi daerah. Karena tiga perusahaan saja yang menguasai upaya pembangunan dan pengelolahan hotel dan marina tersebut, pemerintah daerah seolah hanya mendapat manfaat tidak langsung saja.
Sebaliknya ia mengusulkan agar pemerintah Mabar mengambil bagian dalam kepemilikan saham. “kami tidak hanya menikmati, tetapi kami juga ingin memiliki usaha ini”
Ia juga mengkritisi kehadiran marina bagi sebagian besar masyarakat Manggarai Barat yang tak lain adalah petani. Soal CSR, misalnya. Dari penjelasan Fahmi, CSR hanya dipakai untuk penambahan lampu jalan tenaga surya dan perbaikan wisata kuliner di kampung ujung.
Menurut Martin, hal itu tidak memberikan efek bagi sebagian besar masyarakat di Mabar.
“ini hanya menfaat di hilir saja, sementara di hulu tidak ada. Bagaimana hubungannya dengan pertanian?” tanyanya.
Sementara itu, Ansel Jebarus sama sekali tidak menyepakati pembangunan berlangsung di TPI. Alasannya, pembangunan marina dalam skala besar sudah menimbulkan beban berlebihan.
“Kapal Tilong yang sesaat hadir saja, sudah menimbulkan kemacetan. Apalagi kalau ribuan wisatawan hadir melalui pelabuhan marina” ujarnya.
Apalagi, keberadaan marina akan menambah beban bagi PAD untuk perbaikan jalan, sementara belum jelas bagaimana Mariana ini akan berkontribusi bagi pendapatan asli daerah. Karena itu, ia mengusulkan, marina dipindahkan jauh dari tempat tersebut.
“Di Golo Mori atau dimana saja, jangan di sana” ujarnya.
Selain itu, ada beberapa pertanyaan juga yang muncul misalnya, apakah pembangunan Marina berhubungan dengan BOP atau tidak? Bagaimana dengan keberadaan marina dengan upaya konservasi dalam TNK? Mengapa model bangunannya tidak merepresentasikan nilai-nilai budaya lokal?
Jawaban Direktur Utama
Alih-alih menjawab semua pertanyaan tersebut, Fahmi lagi-lagi hanya menyakinkan DPRD bahwa pembangunan tersebut adalah untuk perkembangan ekonomi masyarakat Mabar.
Ia menggarisbawahi lagi bahwa ASDP adalah lembaga negara yang hadir untuk mensejahterakan rakyat. Wujudnya dalam bentuk pembukaan lapangan kerja, retribusi, dan mendorong perkembangan pariwisata.
“kami juga lembaga pemerintah yang hadir untuk mensejahterakan rakyat” katanya.
Sementara itu, terkait model kerjasama ia tidak menjawab. Menurutnya, ia bukan yang berhak menentukan hal tersebut. Ia mesti membicarakannya dengan menteri BUMN.
Di akhir pertemuan, Fahri malah bertanya, “Apakah masih bisa dilakukan peletakan batu pertama pada tanggal 10 Maret?”
Ia beralasan, target selesainya pembangunan hotel adalah bulan september tahun depan. Pada bulan itu, Menteri Rini Soemarno berencana mengadakan Konferensi Internasional di hotel baru tersebut.
Namun, permintaannya ditolak. Menurut Blasius Jeramun pemda dan DPRD masih perlu membahas ini secara internal.
“Sebaiknya pada akhir Maret atau awal April” katanya.
Pada pertemuan itu, hadir pula Bupati Mabar, Gusti Dula beserta jajarannya dari pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. Namun ia tidak diijinkan berbicara.
Perlu diketahui pula, sebelum rapat presentasi di DPRD Mabar, ternyata urusan surat dukungan dan rekomendasi dan ijin dari pemerintah daerah sudah dilakukan semua. Antara lain meliputi Surat Dukungan Pembangunan dari Bupati Manggarai Barat, Surat Rekomendasi Camat Komodo, Surat Rekomendasi Lurah Labuan Bajo, Surat Dukungan pemanfaatan Lahan TPI Kampung Ujung dari Bupati Mabar, Ijin Peruntukan Lokasi (IPL), Ijin Mendirikan Bangunan, Ijin Penanaman Modal, sementara ijin Amdal masih dalam proses.
Di luar ruang sidang, Ketua DPRD Mabar, Belasius Jeramun memarahi asisten 1, Martinus Ban. Sebab selama ini DPRD tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan pembangunan dermaga tersebut. (Greg/Dinan)