Banjir Rob Rendam Pesisir Kabupaten Kupang, Peneliti Sebut Imbas Tata Ruang Berkeadilan yang Kerap Kalah dari Tata Uang

Sedikitnya 1.032 orang mengungsi. Pembudidaya gagal menjual rumput laut yang hancur tersapu ombak

Floresa.co – Petani rumput laut mendengar ombak menghantam batu-batu besar di tepi pesisir Lifuleo, desa di barat daya Pulau Timor. 

Pada 3 Februari malam itu, warga masih merasa biasa-biasa saja, tak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Biasa Februari begitu,” kata Oktaf Alexander Saketu, ketua umum komunitas pembudidaya rumput laut Desa Lifuleo.

Hidup terhubung langsung dengan Laut Timor, warga Lifuleo memahami Februari ditandai berhari-hari hujan deras disertai angin kencang. 

Embusan angin lumrahnya mendorong ombak hingga menghantam bebatuan pantai, seperti terdengar pada malam itu.

“Esok paginya kami baru menyadari ‘rumah laut’ ikut hancur dipukul ombak,” kata Oktaf.

“Rumah laut” merupakan sebutan warga setempat untuk pondok berstruktur kayu di lepas pantai untuk menyimpan rumput laut yang siap dijual. 

Hancurnya “rumah laut” sekaligus memorak-porandakan rumput laut di dalamnya. Sebagian hanyut bersama gelombang yang berbalik ke laut. Sisanya terdampar di atas pasir pesisir. 

Tak hanya sumber penghidupan hancur, rumah Oktaf dan sejumlah warga Lifuleo pun terendam banjir rob.

Bencana ini, katanya, untuk pertama kalinya terjadi di Lifuleo, yang tercakup dalam Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.

Sebagian besar warga Lifuleo bermatapencaharian ganda, sebagai peladang sekaligus pembudidaya rumput laut.

Oktaf mencatat setidaknya 85 kepala keluarga pembudidaya rumput laut terimbas banjir rob pada awal Februari.

“Usaha mereka hancur total,” katanya.

Lifuleo berjarak sekitar 600 meter dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap [PLTU] Timor-1. 

Warga setempat mengeluhkan kualitas rumput laut tak sebaik sebelum 2020, saat PLTU Timor-1 mulai dibangun.

Mereka menduga limbah PLTU Timor-1 turut mencemari laut yang berdampak pada kualitas rumput laut. 

Kalah dari Tata Uang

Banjir rob meluas di sejumlah wilayah Kabupaten Kupang pada 5 Februari, memaksa sedikitnya 1.032 jiwa mengungsi.

Anggota Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Parid Ridwanuddin mengatakan banjir rob di kabupaten itu “tak terlepas dari krisis iklim yang terus memburuk.”

Tak hanya di Kabupaten Kupang, peristiwa serupa terjadi di pesisir Jawa Tengah dan Sumatra Barat. 

“Desa-desa terancam tenggelam,” kata Parid yang telah belasan tahun meneliti isu kelautan.

Mantan Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [WALHI] itu juga menyoroti pengabaian pemerintah terhadap prinsip keadilan dan keberlanjutaan dalam penataan ruang.

Anggaran penataan ruang “kebanyakan melayani kepentingan investasi yang mengesampingkan keseimbangan ekologis.”

Parid Ridwanuddin. (Dokumentasi pribadi)

Investasi yang disebutkannya termasuk pembangunan mal, tambang dan pembangkit listrik yang digadang-gadang sebagai sumber energi hijau.

“Bila praktiknya terus demikian, tata ruang berkeadilan akan kalah dari tata uang,” kata Parid.

“Tambahkan itu dengan krisis iklim, maka warga lah yang harus menghadapi dampak berlapis.”

Apa yang Salah?

Parid beranggapan “pemerintah acapkali mengambil langkah adaptasi iklim yang keliru,” termasuk di NTT.

“Banjir rob tak bisa serta-merta dijawab dengan pembangunan tanggul laut,” katanya. 

Alih-alih membangun tanggul laut, “pemerintah harus lebih dulu mengkaji apa yang salah dalam pembangunan di NTT.”

Hal serupa diungkapkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Susan Herawati Romica.

Ia menyebut “dampak krisis iklim tak terlepas dari “man-made features.”

Susan menjelaskan man-made features sebagai kontribusi manusia dalam pembangunan ekstraktif yang merusak lingkungan–dalam konteks ini, ekosistem laut.

Ia mencontohkan satu di antaranya adalah pembangunan dinding penahan ombak.

“Dinding penahan ombak disebut dapat menahan laju kenaikan permukaan air, tetapi sebetulnya belum teruji secara ilmiah,” katanya.

Pada saat bersamaan, “izin pertambangan dan pariwisata terus saja diloloskan.”

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA