“Jalan tidak tunggal. Tetap dengan memenuhi prinsip-prinsip internasional, termasuk rekonstruksi kembali kasus, pemulihan hak korban, rekonsiliasi dan jaminan dari pemerintah agar tidak terjadi lagi hal serupa di kemudian hari,” jelasnya.
Sementara itu, Romo Antonius Benny Susetyo dari Setara Institute for Democacy and Peace mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi layak diapresiasi.
Ia menjelaskan, proses penuntasan masalah ini memang terus mengalami kendala, karena orang-orang di sekitar presiden banyak yang terlibat.
“Karena itu, agak susah bila presiden harus mengambil sikap tegas.
Mekanisme yang diusulakan saat ini memang lebih ke non yudisial. Mekanisme yudisial tampaknya masih berat,” katanya.
Romo Benny mengatakan, Indonesia masih butuh banyak waktu untuk bisa sampai pada level kesadaran yang sama perihal pentingnya menuntaskan beban masa lalu.
“Untuk itu, harus ada ada tekanan publik untuk mendorong berbagai upaya lebih lanjut,” jelasnya.
Sementara itu, Pastor Yohanes Djonga, imam aktivis di Papua berpesan kepada Jokowi, agar jangan hanya janji.
“Presiden tidak perlu terlalu banyak omong. Yang terpenting, mulai lakukan sekarang,” katanya.
“Kami di Papua sudah bosan dengan pernyataan-pernyataan. Karena itu, sebagaimana slogannya, ‘kerja, kerja, kerja’, maka sekarang ia harus sudah mulai bekerja,” lanjutnya.