Floresa.co – Warga Timor Tengah Utara (TTU) kembali melakukan aksi protes terhadap kehadiran tambang mangan PT Elgary Resources Indonesia di Desa Oenbit, Kecamatan Insana, Kabupaten TTU, Nusa Tenggara Timur (NTT). Aksi protes kali dilakukan dalam bentuk perayaan misa dan ritual adat.
Pater Kopong MSF, yang memimpin misa di lokasi pertambangan menuturkan dalam kotbahnya bahwa kehadiran tambang mangan telah membawa penderitaan dan kerusakan lingkungan.
“Hadirnya tambang mangan membawa penderitaan bukan kesejahteraan, hadirkan konflik masyarakat dengan masyarakat, sehingga kita harus hentikan. Kita makan jagung dan ubi, bukan makan mangan. Hari ini mereka keruk semua, apakah besok kita makan mangan,” kata Pater Kopong di hadapan umat yang mengikuti aksi sebagaimana dilansir Kompas.com, Selasa (3/3/2015) .
Umat yang hadir aksi berasal dari masyarakat Suku Naikofi, Ataupah dan Suku Taesbenu, bersama aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kefamenanu. Massa ini menamakan diri Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan (Arapel).
Sebagai martir-martir Kristus, Pater Kopong mengajak warga yang hadir untuk melawan kehadiran pertambangan di dearahnya demi harga diri. Dia mendorong umat sebagai keluarga yang memiliki tugas dan tanggung jawab melestarikan lingkungan untuk tidak takut kepada siapa pun yang mendukung tambang, termasuk Bupati dan DPRD.
“Semangat kita untuk mengolah, maka apapun yang terjadi, mau malam sampai besok ini, tetap tanah kita. Hari ini tanggal 3 Maret, di sinilah gereja kita demi alam semesta, bukan ciptaan bupati, PT Elgary Resources Indonesia dan DPRD. Ketika mereka merusak tanah kita, maka mereka setan-setan dan iblis. Mereka bukan orang Katolik,” tandasnya.
Sebelum menggelar misa, massa Arapel melakukan sejumlah kegiatan seperti unjuk rasa dan ritual adat. Pada saat unjuk rasa, massa membawa sejumlah spanduk protes, beberapa di antaranya adalah “Tangkap dan Adili Mafia Tambang”, “Jangan Rampas Tanah Kami” dan “Kami Juga Butuh Sejahtera.
Setelah berorasi, mereka kemudian bergerak menuju puncak tambang mangan (gunung Besin) untuk melaksanakan ritual adat Natoni. Dalam ritual ini, diembelih satu ekor ayam jantan merah dan satu ekor ayam jantan hitam oleh salah seorang perwakilan massa, Andreas Ataupah.
Ritual adat tersebut diartikan sebagai pemberitahuan kepada leluhur bahwa adanya tambang mangan mengakibatkan kerusakan alam dan meminta restu untuk berjuang kembali guna mengembalikan kelestarian alam.
Tak hanya mengadakan misa, unjuk rasa dan ritual adat, massa juga membongkar tenda jaga di lokasi tambang mangan PT Elgary, mencabut papan plang pemberitahuan lokasi tambang, merobohkan pagar pintu masuk perusahaan tersebut, dan merangsek masuk ke stock file serta membentangkan spanduk bertuliskan “Lokasi Ini disegel oleh Masyarakat Adat”.
Wakil Kepala Kepolisian Resor TTU Komisaris Polisi Dede Rochmana berhasil memediasi massa pengujuk rasa dan pimpinan PT Elgary Resource Indonesia untuk berdialog. Dalam dialog, pengunjuk rasa meminta agar perusahaan segera menghentikan aktivitas pertambangan.
Sementara itu, pimpinan PT Elgary Resource Indonesia, Daniel Castillo mengatakan, pihaknya akan menghentikan aktivitas tambang sampai hari Senin (9/3/2015) mendatang. Namun kegiatan administrasi di kantor PT Elgary Resource Indonesia akan berjalan seperti biasa.
“Kami akan melanjutkan aktivitas setelah ada pertemuan dengan instansi-instansi terkait,” katanya. (TIN/Floresa)