Komnas HAM Segera Tindaklanjuti Kasus Penutupan 7 Gereja

gerejaFloresa.co – Sebanyak 16 perwakilan dari Badan Kerjasama Antar Gereja (BKSAG) Cianjur mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pasalnya, tujuh gereja ditutup pemerintah daerah.

Anggota Komnas HAM bidang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, M. Imdadun Rahmat mengatakan, pihaknya akan terlebih dahulu menganalisa dan mengkaji pengaduan tersebut untuk kemudian menentukan langkah apa yang diambil.

“Kami akan secepatnya tindaklanjuti aduan ini. Dasarnya, Setiap warga negara punya hak sama dalam menjalankan ibadah. Komnas HAM akan mengawasi dan memonitor apakah negara menjalankan atau tidak tentang kebebasan beragama,” kata Imdadun.

Dia meneruskan, Negara harus memfasilitasi bentuk kebebasan beragama, mulai dari tempat ibadah, beribadat serta menentukan kepercayaan. Negara tidak boleh mempersulit, karena jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua BKSAG Cianjur, Pendeta Oferlin Hia mengatakan, Pemda Cianjur menutup ketujuh gereja itu dengan alasan tidak memiliki surat izin mendirikan bangunan (IMB) rumah ibadat sesuai Pasal 1 ayat 8 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006 yang berbunyil; Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat. Padahal, kata Oferlin, tujuh gereja itu berdiri sebelum Peraturan Bersama disahkan.

Ketujuh gereja yang ditutup adalah Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) Ciranjang, Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Ciranjang, Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB), Gereja Gerakan Pentakosta Betlehem (GGPB), Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Injil Seutuh Internasional (GISI) dan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA), Cianjur.

Pendeta Oferlin bercerita, penutupan gereja di Cianjur pertama kali dilakukan pada GPdI Ciranjang pada Desember 2013. Saat itu, kata Oferlin, Kapolsek Ciranjang beserta anggotanya menanyakan surat izin gereja. Setelah itu, Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cianjur Tjepy Djauharuddin menanyakan hal yang sama.

Padahal, kata Oferlin, GPdI telah mendapatkan surat keterangan dari Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Barat Bimas Kristen Protestan tahun 1977, memiliki izin kebaktian dari masyarakat pada 12 Maret 1990, izin kebaktian dari Kepala Desa Cibiuk tanggal 11 Oktober 1990, surat pemerintah kabupaten daerah tingkat II Cianjur Kantor Sosial Politik tanggal 29 Juni 1991 yang menjelaskan tidak keberatan kegiatan peribadatan di sana.

Pada Januari 2014, seratusan orang dari sebuah gerakan menanyakan surat izin ibadah dan meminta agar ibadah minggu depan dihentikan. Februari 2013 terjadi hal yang sama dan kali ini dihadiri oleh pihak dari FKUB Kabupaten Cianjur, Kesbangpol Kabupaten Cianjur, Kapolsek dan Danramil.

Kemudian, lanjur Oferlin, penyidik pengawai negeri sipil memberikan kesempatan tiga hari untuk mengurus izin gereja, kalau tidak dilakukan penyegelan. Waktu yang singkat membuat pihak gereja tak bisa dengan cepat mengurus izin baru itu. Akhirnya, kata Oferlin, GPdI disegel pada 6 Februari.

Mengenai surat izin dari bupati, menurut Oferlina, berdasarkan Pasal 28 Peraturan Bersama tersebut (Nomor 9 tahun 2006), IMB rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. Artinya, lanjut Oferlin, ketujuh gereja tersebut tidak perlu mendapat izin dari Bupati.

“Akibat penutupan ini, jemaat gereja berpindah-pindah untuk beribadah. Ada yang pergi keluar kota seperti sukabumi, Bogor, atau ibadah antarrumah,” katanya.

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA