Jelang Pemilu 2024, Presiden hingga Dinas Pendidikan Diminta Jaga Netralitas

Guru jangan mengarahkan murid yang tahun ini jadi pemilih pemula. Presiden tak boleh menguntungkan satu paslon

Floresa.co –  Salah satu organisasi profesi guru meminta Presiden Joko Widodo hingga Dinas Pendidikan di daerah-daerah untuk menjadi contoh dalam menjaga netralitas jelang Pemilihan Umum [Pemilu] 2024.

Contoh yang mereka tunjukkan diharapkan dapat diikuti tenaga pendidik pada jenjang Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan, yang murid-muridnya berada pada usia pemilih pemula, kata Federasi Serikat Guru Indonesia [FSGI].

Dari pantauan FSGI, guru pada tingkatan itu turut menjadi acuan murid “akan memilih siapa dalam Pemilu.” 

“Guru jangan menyampaikan pilihan politiknya di kelas dan media sosial pribadi, karena akan menggiring peserta didik memilih pasangan calon tertentu yang sama dengan pilihan mereka,” kata FSGI dalam keterangan tertulis yang diterima Floresa pada 1 Februari.

Tak hanya tenaga pendidik, Dinas Pendidikan pun turut disoroti FSGI. Terlebih lagi sesudah teretas dugaan pelanggaran oleh Kabid SMP Dinas Pendidikan Kota Medan, Andy Yudistira. 

Pada 18 Januari, Andy diperiksa Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu] terkait viralnya video dukung salah satu pasangan calon [paslon] presiden dan wakil presiden.

Dalam video tersebut, Andy tampak memberikan arahan kepada sejumlah orang yang diduga kepala sekolah dan/atau guru-guru dalam suatu ruangan tertutup. Ia meminta yang hadir untuk memilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dalam Pemilihan Presiden [Pilpres] mendatang.

Andy berpotensi dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ancaman hukumannya adalah penjara 1 tahun atau denda maksimal Rp12 juta.

PSGI “menduga kuat banyak indikasi yang mengarah pada potensi ketidaknetralan aparat”  yang dipicu pernyataan Presiden Joko Widodo di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta pada 24 Januari.

Jokowi menyatakan “seorang presiden boleh berkampanye dan boleh berpihak.” Saat itu ia berdiri bersebelahan dengan Prabowo, calon presiden nomor urut 2.

“Ya boleh saja saya kampanye, yang penting tidak gunakan fasilitas negara,” katanya di hadapan wartawan.

Ia mengklaim pernyataannya termaktub dalam pasal 281 dan pasal 299 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

FSGI menilai “Presiden seolah endorse capres tertentu, apalagi pernyataannya disampaikan secara terbuka di depan wartawan.”

Tindakan Jokowi, kata FSGI, “mungkin tidak melanggar aturan, namun bisa melanggar etika sebagai pejabat publik karena ada konflik kepentingan.”

Dari catatan FSGI, pernyataan Presiden itu bertentangan dengan sebulan sebelumnya di Istora Senayan. Saat itu Presiden Jokowi mengatakan “kepada seluruh aparat negara, saya sudah bolak-balik sampaikan, baik ASN, TNI, POLRI, harus bersikap netral dan tidak memihak.” 

Selain itu, pernyataan tersebut juga bertentangan dengan arahan Jokowi kepada penjabat kepala daerah di Istana Negara pada 30 Oktober 2023. “Hati-hati,” kata Jokowi,  “bapak dan ibu dilihat publik. Mudah sekali kelihatan bapak dan ibu memihak atau enggak.”

FSGI “meminta Presiden menjaga netralitas dan mencegah konflik kepentingan.” Jika Presiden berpihak pada satu paslon, berpotensi kuat melanggar pasal 282 dan 283 UU Pemilu.

Pasal 282 dan 283 UU Pemilu menjelaskan bahwa pejabat negara tidak boleh melakukan tindakan dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama kampanye.

FSGI mendesak kampanye capres dan cawapres dilakukan “secara elegan, menarik dan kreatif, mencerahkan sehingga dapat menjadi teladan dan pendidikan politik yang baik bagi para peserta didik seluruh Indonesia.”

FSGI juga mendorong partisipasi aktif para pemilih muda untuk mengawal Pemilu yang sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil.

Pemilih muda ini mencakup warga berusia di bawah 30 tahun, yang akan mendominasi suara dalam Pemilu 2024.

Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Juli 2023, 52 persen pemilih 2024 merupakan pemilih muda. Pemilih berusia 17-30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa. 

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA