Caleg di Manggarai Timur Laporkan Dugaan Pelanggaran Pemilu, Termasuk Penggelembungan Suara

Seorang Caleg ditulis mendapat 77 suara, padahal seharusnya 68. Petugas kemudian melakukan koreksi usai diprotes saksi

Baca Juga

Floresa.co – Dua orang calon legislatif [Caleg] di Kecamatan Kota Komba melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu ke Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu] Manggarai Timur, termasuk upaya penggelembungan suara.

Laporan itu disampaikan oleh Oktavianus Pandong dan Baltasar Anggal pada 22 Februari lewat sebuah surat resmi, disertai bukti terkait dugaan pelanggaran pada dua Tempat Pemungutan Suara [TPS] di daerah pemilihan V, mencakup Kecamatan Kota Komba dan Kota Komba Utara.

Oktavitanus adalah Caleg Partai Hati Nurani Rakyat [Hanura] dan Baltasar Caleg Partai Kebangkitan Bangsa [PKB] untuk DPRD Manggarai Timur.

Mereka melampirkan sebuah flashdisk berisi video pengakuan saksi dan warga terkait tujuh jenis pelanggaran di Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba; lima di TPS 11 Wokolata dan dua TPS 13 Wae Korok 2.

Surat tersebut ditembuskan kepada empat pihak, masing-masing Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pengawas Kecamatan, Panitia Pengawas Kelurahan dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Dalam surat tujuh halaman itu mereka meminta Bawaslu menindaklanjuti laporan itu, dengan melakukan Pemungutan Suara Ulang [PSU].

Beragam Bentuk Pelanggaran

Salah satu temuan dalam surat itu adalah kelalaian petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara [KPPS] yang mengakomodasi pemilih tanpa Surat Keterangan [Suket], KTP atau fotokopi KTP.

Di TPS II Wokolata, kata keduanya, saat hampir 75 persen pemilih terdaftar menggunakan hak pilih, saksi Partai Hanura atas nama Stanislaus Tagur menyampaikan keberatan atas pelanggaran tersebut kepada petugas KPPS.

Kedua pelapor menyertakan pengakuan saksi Nafita Febilarasati Mbidu, yang mengonfirmasi mencoblos tanpa menunjukan Suket, KTP atau dokumen sah yang lain.

Kesaksian Nafita diperkuat oleh saksi lain, Theresia Nimat, ibunya, dan didokumentasikan dalam sebuah video.

Pelanggaran serupa juga terjadi di TPS 13 Wae Korok 2, kata keduanya. 

Seorang pemilih Provorios Marselino Waru dalam kesaksian lewat video, yang dalam laporan itu, mengatakan menggunakan hak pilihnya tanpa menunjukan KTP atau dokumen sah yang lain.

Empat saksi lain yang hadir di TPS tersebut turut memperkuat kesaksian Provorios, termasuk Ketua RT 008 Wae Korok, Marcos Jaya Fernandez, kata keduanya.

Pelanggaran berikut adalah daftar hadir pemilih yang ditandatangani petugas KPPS dan terdapat sejumlah lansia yang didampingi saat menggunakan hak pilihnya tidak dilengkapi dengan pengisian format pendamping. 

Selain itu mereka juga melaporkan KPPS yang tidak menyerahkan lembaran keberatan saksi sebelum saksi menandatangani berita acara saksi pada lembaran C1 salinan.

Dugaan pelanggaran lainnya adalah upaya penggelembungan suara dengan modus menambah jumlah perolehan suara salah satu Caleg DPRD Kabupaten Manggarai Timur.

Caleg Partai Demokrat nomor urut 1 atas nama Petrus Salestinus San, kata mereka, suaranya bertambah 9 suara, dari perolehan seharusnya 68 suara.

Jumlah total 77 suara tersebut, kata keduanya, kemudian dikoreksi oleh petugas KPPS setelah diprotes saksi dari Partai Hanura.

Minta Pemungutan Suara Ulang

Baltasar Anggal menuding KPPS di dua TPS tersebut telah melanggar pasal 348 Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017.

Ia juga mempertanyakan profesionalisme Bawaslu yang dinilai tutup mata dengan kecurangan serta pelanggaran yang terjadi selama Pemilu.

“Sebagai peserta Pemilu, saya sangat kecewa dengan kerja-kerja Bawaslu dan KPPS,” kata Baltasar, seperti dilansir Krebadia.

Selain Bawaslu, ia juga menyorot kinerja KPPS di dua TPS tersebut karena “percuma mereka ikut bimbingan teknis dan pelatihan.”

Soal penggelembungan suara, Baltasar mengatakan ia menduga sudah direncanakan jauh sebelumnya. 

“Biar Bawaslu yang kejar dan buktikan kecurangan itu,” katanya.

Menurutnya, kesalahan dalam penulisan angka terlalu nyata untuk dibela dengan alasan “salah tulis.”

Ia menduga kecurangan seperti ini salah satunya terjadi akibat politik uang, meski sangat sulit untuk dibuktikan.

Apalagi, kata dia, jika lembaga yang bertugas untuk menjaga kredibilitas Pemilu hanya pasif menunggu laporan.

Ia mengibaratkan politik uang seperti angin: “Kita tahu dia ada, tapi kita tidak bisa tangkap.”

Bentuknya, kata dia, tidak serta merta uang tunai, tetapi ada juga yang berupa sembako dan memberikan pinjaman tanpa bunga.

Baltasar meminta agar dilakukan PSU di dua TPS di Kota Komba “karena aturannya sudah ada, tetapi tidak ditegakkan.”

Bawaslu Tindak Lanjuti

Komisioner Bawaslu Manggarai Timur, Angela Vialentini Primatyningsih mengonfirmasi telah menerima laporan itu dan “harus melakukan kajian awal berkaitan dengan terpenuhinya syarat formil dan material.”

Ia menjelaskan, laporan tersebut akan diregristrasi apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi.

Proses tersebut, jelasnya, berlangsung paling lama dua hari setelah laporan diterima.

Ditanya soal penggelembungan suara yang dilakukan KPPS untuk Caleg Demokrat, Angela menjawab: “Saya tidak menjelaskan lebih lanjut karena kami menerima laporan dan baru akan melakukan kajian awal.”

Komisioner lainnya, Maksimilianus Ukut memberi penjelasan serupa.

Ia berkata kepada Floresa pada 23 Februari Bawaslu akan “mengkaji apakah laporan tersebut memenuhi syarat formil dan materil.”

“Lalu dibuat klasifikasi, apakah laporan tersebut masuk kategori pelanggaran pidana atau administrasi,” katanya.

Sementara itu menanggapi dugaan politik uang yang disampaikan Baltasar, Angela mengakuinya sebagai isu krusial dan menjadi perhatian khusus Bawaslu.

Menurutnya, banyak langkah mitigasi yang sudah dibuat, seperti sosialisasi langsung kepada masyarakat luas oleh jajaran Bawaslu maupun melalui selebaran. 

“Di media sosial juga selalu dikumandangkan tentang  anti politik uang dan sanksi hukumnya.”

Ia juga menjelaskan bahwa temuan atau laporan terkait politik uang langsung disikapi oleh Bawaslu dan jajarannya.

“Kami tidak pernah mendiamkan hal ini,” katanya, sembari memberi contoh kasus di Kecamatan Kota Komba Utara beberapa waktu yang menyeret Florensia Parera, Caleg dari Partai Perindo.

Dalam penanganan kasus demikian, kata dia, mereka tetap mengikuti mekanisme sesuai yang diatur dalam UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2022.

Diadaptasi dari laporan Krebadia, mitra Floresa. Gabrin Anggur berkontribusi untuk laporan ini

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini