Floresa.co – Beberapa ekor sapi dan kambing terlihat asyik memakan rumput di lokasi tambak ikan air tawar milik Pemerintah Daerah Manggarai Timur, yang terletak di sisi kiri jalan menuju Pantai Cepi Watu dari arah pertigaan Wae Reca pada Senin pagi, 23 Januari.
Dua bangunan di sisi utara tambak itu tampak tidak terawat. Rumput-rumput liar bertumbuh subur di sekitarnya.
Begitu juga dua bangunan di bagian tengah tambak. Pada lantai salah satu bangunan tanpa dinding, kotoran kambing berserakan. Bau busuk kotoran binatang itu bisa tercium dari jarak sekitar 30 meter.
Pada salah satu bangunan lain di tengah tambak tersebut, ada sejumlah meja dan kursi. Dinding di salah satu sisi ruangan semi terbuka itu nyaris dipenuhi tulisan nama-nama orang.
Dari tujuh petak di tambak seluas sekitar 3 hektar tersebut, tampak lima di antaranya terisi air. Sisanya, penuh rumput liar.
Satu unit genset yang mulai berkarat tergeletak di atas salah satu pematang pembatas petak-petak di tambak itu. Sekitar 3 meter arah barat genset itu, ada mesin penyedot air yang sudah rusak.
Salah satu warga yang ditemui Floresa di sekitar lokasi tambak tersebut mengatakan kondisi itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Sejak 2018, kondisinya sudah tidak terurus begini. Padahal kalau pemerintah kelola baik, tambak ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang menjanjikan,” kata warga yang meminta namanya tidak disebut itu.
“Kalau pemerintah tidak mampu kelola, sebaiknya mereka berikan ke masyarakat yang kelola daripada dibiarkan telantar begini. Kasihan uang negara yang sudah banyak dikeluarkan untuk bangun fasilitas di tambak ini,” tambahnya.
Juklin (34), salah satu petugas yang mengawasi tambak tersebut juga menyayangkan kondisi tambak yang tidak terawat itu.
“Sayang juga dibiarkan begini,” katanya.
“Tetapi mau bagaimana lagi, dinas tidak punya anggaran untuk membenahi kembali tambak ini, terutama terkait sirkulasi air,” tambah ASN staf Bidang Perikanan Budidaya Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Manggarai Timur itu.
Menurutnya, sejak 2019, tambak itu kembali dikelola oleh Dinas Pangan dan Perikanan setelah ditinggalkan oleh mitra swasta yang mengelola dari tahun 2017 hingga 2018.
“Waktu mitra yang kelola, mereka budi daya udang. Mereka tidak bertahan setelah satu kolam udang mati karena diracuni pada malam hari oleh orang tidak dikenal,” ceritanya.
“Sejak mereka tinggalkan tambak ini, dinas lagi yang kelola dan budi daya ikan bandeng.”
Ia mengatakan, selama dua tahun terakhir pihak dinas tidak maksimal mengelolanya karena banjir selalu menghantam daerah tambak.
“Pada 2021 dua kali banjir. Saat itu, ikan bandeng yang jumlahnya sudah hampir 15 juta ekor banyak yang terhanyut banjir. Begitu juga tahun 2022. Pintu-pintu pengontrol air juga jebol semua,” tuturnya.
“Sekarang yang tersisa itu sedikit sekali. Apalagi, hampir setiap malam juga ada warga yang datang mancing. Kita tegur, mereka pergi. Setelah itu, datang mancing lagi.”
Juklin juga mengakui bahwa pihaknya memang tidak serius membudi daya ikan air tawar di tambak itu.
“Ikan-ikan yang ada ini dilepas begitu saja. Tidak diberi pakan,” ujarnya.
Padahal, kata dia, permintaan ikan air tawar cukup tinggi, terutama dari konsumen yang pernah membeli di sana.
“Banyak orang Cina dari Ruteng yang tanya, tetapi persediaan kita tidak ada. Kalau serius budi daya ikan di sini, penghasilannya sangat menjanjikan,” katanya.
“Kemudian, banyak juga orang yang hobi memancing, terutama orang-orang Jawa yang tanya apakah bisa memancing di sini. Mereka mau bayar jasa tempat mancing sekaligus membeli ikan yang mereka dapat. Kendalanya di ketersediaan ikan kita.”
Seorang ibu yang ditemui Floresa di sekitar tambak tersebut mengatakan, saat tempat itu dikelola pihak ketiga, kondisinya sangat baik. Setiap hari selalu ada petugas di sana.
“Kami tidak pernah lihat ada ternak bebas diikat di tambak. Begitu juga rumput-rumput liar itu tidak ada,” kata ibu tersebut.
“Saat panen udang, ramai sekali orang datang beli. Saya pernah beli pada 2018 itu, satu kilogram udang harganya 80 ribu rupiah.”
Juklin mengatakan, terkait sapi dan kambing yang diikat di tambak, pihaknya sudah berulang kali mengingatkan pemilik ternak tersebut, tetapi tidak pernah dituruti.
“Kami juga kewalahan kalau omong ternak ini,” katanya.
Sementara itu, Herman Kodi, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Manggarai Timur mengatakan, tahun ini pihaknya akan melakukan persiapan-persiapan untuk mengelola kembali tambak itu.
“Persiapan-persiapan mulai dari pengeringan kolam dan penangkapan predator atau ikan besar sehingga tidak mengganggu anak ikan,” katanya saat dihubungi Floresa.co, Senin sore.
Persiapan pengelolaan kembali tambak itu, kata dia, dilakukan setelah ada rehabilitasi gorong-gorong pada jalur pembuangan air dari area persawahan Wae Reca yang berada persis di sebelah barat tambak.
“Selama ini (ketika belum ada gorong-gorong) jalur pembuangan air sawah (yang sempit) menjadi penyebab banjir karena begitu hujan, air tertampung di sawah, dan ketika penuh, saluran itu jebol, sehingga air masuk ke tambak,” katanya.
“Dengan direhabnya gorong-gorong menjadi semi jembatan berharap bisa mengantisipasi banjir,” tambahnya.
Ia mengatakan petak-petak yang ditumbuhi rumput liar di tambak tersebut adalah wilayah yang selama ini rawan terkena banjir.
“Dalam waktu dekat, kolam sudah dioperasikan, tapi pakai pihak ketiga. Rencananya teman-teman THL yang diberhentikan dari Dinas Ketahan Pangan dan Perikanan yang kelola. Sistem sewa pakai,” katanya.
“Diharapkan ke depannya bila dana memungkinkan kita berencana untuk pagar keliling sehingga menghadirkan rasa aman untuk mengelolanya.”