BerandaREPORTASEMENDALAMTiga Proyek Pemerintah Pusat...

Tiga Proyek Pemerintah Pusat di Labuan Bajo: Habiskan Dana Puluhan Miliar, Kini Diusut Terkait Dugaan Korupsi

Menelan dana miliaran rupiah, ketiga proyek ini kemudian mubazir. Aparat hukum sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi.

Floresa.co – Dengan penetapan sebagai destinasi pariwisata super prioritas, dalam beberapa tahun terakhir Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang menjadi gerbang masuk ke kawasan Taman Nasional Komodo telah menjadi sasaran berbagai proyek infrastruktur dari pemerintah pusat.

Namun, tidak semua proyek kemudian efektif, memberi manfaat bagi publik. Beberapa di antaranya kemudian dibiarkan telantar usai dibangun dengan dana miliaran.

Setidaknya terdapat tiga proyek infrastruktur yang pernah diinvestigasi Floresa kini sedang diusut penegak hukum terkait kasus dugaan korupsi.

Dua di antaranya melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] dan satu melibatkan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores [BPO-LBF], satuan kerja dibawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif [Kemenparekraf].

Berikut adalah informasi rincinya:

1. Proyek Persemaian Modern yang Babat Hutan Bowosie

Proyek kontroversial yang membabat hutan ini mulai dikerjakan sejak Agustus 2021 oleh PT. Mitra Eclat Gunung Arta dengan anggaran mencapai Rp42 miliar.

Lokasinya di lahan 30 hektar di kawasan Hutan Bowosie, hutan penyangga kota Labuan Bajo, tepatnya di wilayah Satar Kodi, Desa Nggorang, Kecamatan Komodo, sekitar 16 kilometer arah timur dari Labuan Bajo.

Lokasi proyek persemaian modern milik KLHK di Hutan Bowosie, Labuan Bajo. Proyek ini diusut Kejaksaan Tinggi NTT. (Foto: Google Map)

Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar pernah mengunjungi lokasi proyek itu pada Januari 2020, di mana dia mengklaimnya akan mendukung pariwisata super premium Labuan Bajo.

Ia mengatakan, “program tersebut adalah instruksi Presiden Joko Widodo dalam upaya membudayakan kegiatan menanam di kalangan masyarakat untuk menghijaukan kembali daerah-daerah di Indonesia.”

Namun, belum setahun beroperasi, persemaian itu tampak sudah mulai rusak, sebagaimana disaksikan Floresa yang beberapa kali mengunjunginya.

Saat ini, Kejaksaan Tinggi [Kejati] NTT menyelidiki dugaan korupsi proyek ini.

Menurut Kejati NTT, “ada item-item [pekerjaan] yang dianggap fiktif” dalam proyek ini dan dari perhitungan sementara, kerugian negara mencapai Rp13 miliar.

A. A. Raka Putra Dharmana, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT mengatakan kepada Floresa pada Senin, 7 Agustus bahwa tim mereka “akan turun ke lokasi jika sudah ada perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan [BPKP]”

“[Kemudian] akan dilanjutkan dengan penetapan tersangka,” tambahnya.

2. Tempat Olah Limba B3

Selain persemaian modern, saat ini Kejaksaan Negeri Manggarai Barat sedang menyelidiki dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan insinerator atau tempat olah limbah bahan bahaya beracun [B3].

Proyek ini dibangun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya [Ditjen PSLB3] KLHK pada 2020 dengan anggaran Rp6,9 miliar. Pembangunannya selesai pada 2021.

Semula, tempat itu dijanjikan akan menangani limbah B3 di wilayah Flores hingga Lembata. Namun, lebih dari dua tahun setelah diresmikan dan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi NTT pada 21 Mei 2021 untuk dikelola, kondisi tempat itu sudah mubazir.

Perlengkapan yang berada di dalam bangunan insinerator yang belum dimanfaatkan. (Foto: Floresa.co/Jefry Dain)

Tony, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Manggarai Barat mengatakan, saat ini pihaknya masih dalam proses penyelidikan terkait beberapa barang penting dan penunjang yang hilang dan rusak sehingga tempat tersebut tidak bisa berfungsi.

“Kami baru mau mendalami, memang kami sudah dapat keterangan bahwa ada beberapa barang yang hilang. Indikasi kerugian negara ada,” katanya pada  27 Juli.

Ia menjelaskan, belum bisa memastikan jumlah kerugian karena bukan kewenangan pihaknya. “Nanti ada tim ahlinya yang akan menghitung itu atau auditornya,” katanya kepada Floresa.

Terkait dengan hilangnya beberapa barang, kata dia, “entah karena pencurian atau kesengajaan, kita belum dalami.”

3. Kebun Hidroponik yang Rusak Usai Panen Perdana

Tim penyidik Polres Manggarai Barat juga sedang menyelidiki dugaan korupsi proyek budidaya sayuran hidroponik yang dibangun BPO-LBF. Kebun itu dibiarkan terlantar usai panen perdana pada pertengahan 2021. Floresa tidak mendapat informasi terkait anggaran yang dikucurkan BPO-LBF untuk kebun itu. Beberapa kali permintaan informasi tidak dilayani.

Kebun hidroponik itu terletak di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo. Saat ini tim penyidik masih mengumpulkan keterangan dan data dari para pihak terkait setelah sebelumnya seorang staf dari BPOP-LBF telah diperiksa pada Senin, 19 Juni.

Kasubbag Humas Bag Ops Polres Manggarai Barat, Ipda Eka Dharma Yuda mengatakan kepada Floresa pada 4 Agustus mereka sudah meminta klarifikasi kepada enam orang.

Kebun hidroponik yang dibangun BPO-LBF di Labuan Bajo sudah tidak lagi terawat. (Foto: Jefry Dain/Floresa.co).

Saat dirintis pada awal 2021, Direktur Utama BPOP-LBF, Shana Fatina mengatakan budidaya hidroponik adalah salah satu strategi untuk menopang sektor agrowisata melalui teknologi pertanian di Labuan Bajo. Ia juga mengatakan akan  membuka pelatihan dan praktik langsung bagi semua orang yang ingin belajar cara berkebun dengan teknik hidroponik.

Shana mengklaim, hasil dari produk-produk lokal terutama sayur hidroponik tersebut akan disalurkan ke hotel, restoran, dan kapal di Labuan Bajo.

Namun, sebagaimana disaksikan Floresa, kebun itu sudah rusak dan kini menjadi tempat warga sekitar memelihara ternak.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga