PMKRI Fasilitasi Pelatihan Pembuatan Pakan Fermentasi untuk Warga Poco Leok yang Tolak Proyek Geothermal

Pakan ternak yang dikelola dengan metode fermentasi lebih efektif dan efisien.

Baca Juga

Floresa.co – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] memfasilitasi sebuah pelatihan pembuatan pakan ternak kepada kelompok warga di Poco Leok, Kabupaten Manggarai yang selama beberapa waktu terakhir ‘diabaikan’ karena sikap mereka menolak proyek geothermal.

Dalam kegiatan pada 16 September itu, PMKRI Cabang Ruteng melatih warga tentang cara membuat pakan ternak dengan cara fermentasi yang dikenal lebih praktis dan hemat biaya.

Kegiatan di Kampung Lungar itu – yang juga dalam rangka ulang tahun ke-54 PMKRI Ruteng – melibatkan 50an orang warga yang selama ini terlibat dalam gerakan menolak proyek geothermal oleh PT Perusahaan Listrik Negara [PT PLN].

Proyek yang diklaim sebagai proyek strategis nasional itu merupakan bagian dari perluasan pembangkit listrik tenaga panas bumi Ulumbu, berlokasi sekitar tiga kilometer sebelah barat Poco Leok, menjadi 40 megawatt dari 10 megawatt saat ini.

Dalam beberapa bulan terakhir, sementara kelompok warga lainnya yang menerima proyek itu mendapat berbagai bantuan dari PT PLN, termasuk anak babi lewat skema tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility, CSR), kelompok warga penolak proyek tidak mendapatnya.

Lewat kegiatan itu, kata Laurensius Lasa, Ketua Presidium PMKRI Cabang Ruteng, mereka ingin memberi perhatian kepada warga Poco Leok penolak proyek geothermal agar tidak ditinggalkan.

Ia mengatakan, PMKRI juga tergerak membantu warga karena mendengar pengakuan bahwa akhir-akhir ini waktu mereka tersita untuk menghadang aparat dan pegawai perusahaan yang terus berdatangan untuk meloloskan proyek itu.

“Warga mengaku harus melepas kesibukan mereka sehari-hari sebagai peternak karena menghabiskan waktu untuk menghadang aparat kepolisian bersama petugas perusahaan,” kata Loin, sapaan Laurensius Lasa.

Ia mengatakan, pelatihan ini  diharapkan membantu warga agar bisa menemukan cara-cara baru yang efektif dan efisien dalam beternak.

Pelatihan ini, kata Loin, adalah “demi kestabilan ekonomi warga dan agar semuanya tetap konsisten untuk mempertahankan hajat hidup di Poco Leok.”

Kegiatan itu melibatkan Robi Gamar, seorang peternak babi asal Ruteng yang selama ini telah terlibat menjadi fasilitator pelatihan tentang fermentasi pakan ternak.

Pembuatan pakan babi dengan metode fermentasi menjadi pilihan yang akhir-akhir ini kerap diambil para peternak babi. Selain diyakini menghasilkan nutrisi yang tinggi, bahan-bahan yang digunakan juga dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

Para peternak misalnya dapat menggunakan bahan dasar dari batang pisang dan rumput-rumputan yang telah dicincang, lalu disiram dengan larutan bahan M4 dan gula pasir. Adonan tersebut kemudian disimpan dalam wadah tertutup selama dua hingga tiga hari sebelum diberikan kepada babi.

Di wilayah Poco Leok dan Flores lainnya, warga memang umumnya memelihara babi di dekat rumah mereka sebagai pekerjaan sampingan dari pekerjaan utama sebagai petani. Selama ini pakan yang diberikan umumnya dimasak terlebih dahulu.

Katarina Emuk, seorang ibu asal Lungar mengaku senang karena mendapat pengetahuan baru.

“Dengan pelatihan ini, kami bisa tahu membuat pakan ternak yang praktis dan bisa mempercepat pertumbuhan babi, sehingga juga cepat menghasilkan uang, tidak menunggu satu sampai dua tahun,” ungkapnya. 

Sementara itu, Tadeus Sukardin menyampaikan tidak pernah menduga mendapatkan pelatihan fermentasi pakan ternak yang diinisiasi oleh organisasi mahasiswa Katolik, hal yang menurutnya mesti menjadi tanggung jawab pemerintah. 

“Selama ini, kita selalu mengharapkan tim dari pemerintah untuk melakukan pelatihan-pelatihan seperti ini agar dapat memperbaiki perekonomian kami di sini,” katanya.

“Tapi sampai sekarang belum ada,” tambah Sukardin yang juga aktif memimpin aksi warga tolak geothermal.

Sejak tahun lalu, pemerintah terus berusaha mendekati warga Poco Leok untuk menerima proyek itu, termasuk dengan menerjunkan aparat keamanan, menghadapi warga yang terus melakukan aksi blokade jalan ke tanah ulayat yang menjadi lokasi pengeboran.

Dalam insiden pada Juni, beberapa warga sempat dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka saat bentrok dengan aparat keamanan.

PMKRI menjadi satu dari beberapa organisasi yang terlibat membantu warga, selain organsiasi gereja seperti Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation [JPIC] SVD dan OFM, Sunspirit for Justice and Peace, Jaringan Advokasi Tambang dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.

Warga telah melakukan berbagai menolak proyek tersebut yang mereka anggap mengganggu hidup mereka karena lokasi titik pengeboran di lahan, dekat pemukiman.

Proyek itu merupakan realisasi dari keputusan pemerintah pada 2017 yang menetapkan Flores sebagai Pulau Geothermal.

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pulau Flores memiliki total potensi panas bumi 902 megawatt atau 65 persen dari total kapasitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini