Sebulan Terakhir Tiga Warga Digigit Komodo, Apa Pemicunya?

Dua kasus gigitan terjadi di Pulau Rinca bulan lalu, satu kasus di Pulau Komodo awal bulan ini.

Baca Juga

Floresa.co – Kamarudin, 47 tahun, baru saja turun dari pohon asam jelang tengah hari pada Rabu, 1 November.

Pria asal Kampung Komodo itu sendirian memetik asam di Loh Lawi, wilayah pesisir di Pulau Komodo, berjarak lebih dari dua kilometer dari Kampung Komodo.

Saat sedang memungut buah-buah asam yang sebelumnya terjatuh dari dahan yang ia goyang-goyangkan, seekor Komodo mendekat dari arah belakang.

Tak disangka-sangka, binatang itu menerkam betis kirinya.

Dalam situasi panik, dengan betis yang berdarah, Kamarudin berusaha berlari ke perahu motornya yang parkir di pinggir laut.

Ia lalu menghidupinya, segera meluncur ke kampungnya, mencari pertolongan.

Kejadian ini dikisahkan oleh Bram, seorang warga Kampung Komodo kepada Floresa, Kamis, 2 November.

Ia mengatakan, berdasarkan cerita yang berkembang di antara warga, Komodo bahkan mengejar Kamarudin hingga ke laut.

Hal yang mengeherankan, menurut Bram, adalah kemampuan Kamarudin melepaskan diri dari serangan binatang buas itu, dengan kondisi betis yang terluka parah.

Apalagi, kata dia, Kamarudin masih bisa berlayar menuju Kampung Komodo.

“Di boat itu penuh darah,” ujar Bram, merujuk cerita warga yang melihat langsung korban.

Bram mengaku tidak melihat langsung korban, namun hanya mendapati foto-fotonya.

Floresa juga mendapati foto betis Kamarudin, dengan luka robek yang menganga.

Warga Kampung Komodo kemudian membawa Kamarudin ke Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat. Ia kini dirawat di Rumah Sakit Siloam Labuan Bajo.

Kasus gigitan pada 1 November itu menambah daftar kasus warga yang menjadi sasaran serangan Komodo dalam sebulan terakhir.

Seorang warga di Pulau Rinca, juga menjadi korban gigitan pada 24 Oktober. Muhamin, 18 tahun, warga Wae Rebo, Dusun Kerora, Desa Pasir Panjang itu digigit di pergelangan hingga jari tangannya, saat ia sedang duduk santai di sebuah batu di dekat rumahnya.

Pada 2 Oktober, Ratna, 46 tahun, seorang ibu rumah tangga di Pulau Rinca juga digigit saat edang menjemur ikan di depan rumahnya.

Apa Pemicunya

Tidak diketahui pemicu pasti dari ketiga kasus gigitan itu.

Terkaait kasus gigitan untuk Komarudin, menurut Alwi, Perangkat Desa Komodo yang sudah bertemu dengan keluarga korban di Rumah Sakit Siloam menduga ada dua kemungkinan.

Dugaan pertama, adalah saat turun dari pohon asam, korban kemungkinan tak sengaja menginjak bagian tertentu dari tubuh Komodo yang tak dilihatnya.

Kemungkinan kedua, kata Alwi, penerkaman terjadi saat Kamarudin sedang memungut buah asam yang terjatuh setelah dia menggoyang-goyangkan dahannya.

Alwi menduga, gerakan Kamarudian saat memungut buah asam itu memancing Komodo.

Ia menjelaskan, Komodo memang sensitif dengan gerakan, apalagi Komodo yang jarang bertemu dengan manusia seperti di Loh Lawi itu.

“Sudah bertahun-tahun orang jarang pergi petik buah asam di Loh Lawi. Jadi, kemungkinan Komodo itu agresif karena baru melihat manusia,” katanya.

Komodo di wilayah itu, kata dia, “berbeda dengan Komodo yang di Kampung Komodo yang biasa melihat manusia.”

Hal senada juga disampaikan Bram bahwa Komodo memang sensitif dengan gerakan.

“Gerakan-gerakan sedikit saja dia bisa agresif. Jadi, Komodo menganggap mungkin [yang bergerak itu] makanannya, sehingga dia agresif,” ujarnya.

Kemungkinan lain menurut Bram, Komodo mencium bau ikan yang diduga menempel pada baju Kamarudin yang usai melaut.

“Penicuman Komodo itu sangat tajam,” ujar Bram.

Sementara bagi Taming, warga Kampung Komodo lainnya, pemicunya bisa berkaitan dengan karakteristik Komodo sebagai binatang pendendam, selain sebagai binatang yang sensitif terhadap gerakan dan bauh amis.

Cerita Komodo sebagai binatang pendendam ini, kata dia, selain sudah dibuktikan melalui riset ilmiah, juga sudah diceritakan oleh orang tuanya.

Taming masih ingat waktu kecil, bila ada Komodo masuk ke kampung, anak-anak seusianya mengejar binatang itu.

“Saya ingat betul, orang tua kami mengatakan ‘jangan menyakiti Komodo. Komodo itu adalah saudara kamu. Komodo itu kalau kamu nyakitin, tujuh turunan kamu akan disakiti,’” ujar Taming kepada Floresa, Kamis, 2 November.

Taming yang selama ini kini tinggal di Labuan Bajo dan pada Rabu 1 November sedang pulang kampung ke Kampung Komodo mengatakan, bila mengacu pada cerita orang tuanya, salah satu kemungkinan penyebab gigitan terhadap Kamarudin “mungkin karena dia atau kakak atau adiknya pernah menyakiti Komodo.”

Dugaan Karena Perburuan Liar, Mengurangi Mangsa Komodo

Sementara itu, sumber Floresa menduga bahwa salah satu pemicunya bisa jadi karena  maraknya perburuan liar terhadap binatang yang menjadi mangsa Komodo, seperti rusa dan kerbau.

Dengan berkurangnya mangsa, kata sumber itu yang mengklaim mendapat banyak cerita soal praktik perburuan liar, menyebabkan Komodo menjadi agresif dan bisa jadi marah pada manusia.

Sumber tersebut mengatakan mendengar cerita dari para nelayan yang sering mendengar bunyi letupan senapan para pemburu.

Perburuan, jelasnya, terjadi karena permintaan daging rusa dan kerbau yang tinggi di Sape, NTB, sementara patrol dari Balai Taman Nasional Komodo [BTNK] jarang dilakukan.

Bram dan Alwi, dua warga Komodo, yang dihubungi Floresa tidak terlalu yakin dengan dugaan pemicu itu dan mengaku tidak mengetahui soal perburuan liar ini.

“Mungkin juga itu salah satu penyebab [Komodo agresif],” katanya kepada Floresa.

Hendrikus Rani Siga, Kepala BTNK tidak merespons permintaan wawancara terkait kasus ini. Ia tidak membalas pesan Floresa lewat WhatsAPP. Panggilan telepon juga tidak ditanggapi.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini