Flores Timur Siaga Darurat Bencana Erupsi Lewotobi Laki-laki, Pengungsi Keluhkan Makanan Kerap Telat Datang

Lebih dari tiga ribu warga saat ini bertahan di lokasi pengungsian

Baca Juga

Floresa.co – Hujan menguyur Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur sejak sebelum jam makan siang pada 4 Januari. 

Siang itu sejumlah pengungsi terdampak erupsi Lewotobi Laki-laki tampak resah, menanti saatnya panci-panci tanak di tenda dapur umum mengepulkan asap, tanda nasi di dalamnya telah matang. 

Namun, yang terjadi, kepulan asap baru terlihat hingga tiga jam kemudian.

Maria Nona Tobi, seorang pengungsi asal Dusun Bawalatan, Desa Nawokote, Wulanggitang bercerita, “kami sering menunggu [makan siang] sampai nyaris jam 4 sore.” 

Selagi makan siang kerap terlambat, “sarapan dan makan malam bisa disantap pada jam-jam wajar.” Sarapan siap selambatnya jam pukul 09.00 Wita, sementara makan malam tiba sekitar pukul 20.00.

Di Kantor Kecamatan Wulanggitang, sukarelawan yang merupakan mama-mama dari desa sekitar setiap hari memasak di sebuah dapur umum.

Makanan disalurkan pula ke pos-pos pengungsian yang berdekatan dengan kantor kecamatan itu.

 

Para pengungsi erupsi Lewotobi yang berada di posko SMP N 1 Wulanggitang mengambil jatah makan siangnya tak jauh dari tempat mereka berada (Foto : Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Hingga 4 Januari, makanan disalurkan ke pos pengungsian di halaman SMPN 1 Wulanggitang, Koperasi Kredit Credit Union Remaja Hokeng, Sekolah Dasar Katolik Kemiri, Kepolisian Sektor dan Komando Rayon Militer [Koramil] setempat.

Begitu masakan matang, sukarelawan lalu memanggil perwakilan setiap tenda pengungsi untuk mengambil makanan, yang per orangnya dijatah dalam bungkusan kertas minyak. 

Maria mengungsi ke halaman SMPN 1 Wulanggitang sejak 1 Januari. Sekolah itu berseberangan dengan Kantor Kecamatan Wulanggitang.

Ketika mengungsi, ia mengajak serta sang ayah yang berusia 84 tahun serta seorang putri yang belum genap tiga tahun.

Bagi perempuan 23 tahun itu, rasa lapar yang mendera sepanjang siang belum seberapa dibanding kecemasan terhadap sang ayah dan putri tunggalnya.

Sehari sebelum Floresa duduk bersama Maria dan sejumlah pengungsi lain di Wulanggitang, Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi menyatakan “Pemerintah Kabupaten Flores Timur sudah mendistribusikan 3,6 ton beras ke pos-pos pengungsian.”

Sebanyak 100 ton cadangan beras, kata Doris usai meninjau kesiapan logistik di SMPN 1 Wulanggitang, “telah siap disalurkan.”

“Kami pastikan kebutuhan logistik sangat siap. Suplai air bersih juga aman,” katanya.

Para pengungsi di gedung SMP N 1 Watunggitang. (Foto : Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Siaga Darurat

Pada 1 Januari, pemerintah Kabupaten Flores Timur menetapkan status siaga darurat bencana alam di seluruh wilayah administratif kabupaten di ujung timur Pulau Flores itu.

Status tersebut ditetapkan lewat keputusan Bupati Flores Timur Nomor BPBD.300.2.2.5/001/BID.KL/I/2024, yang aktif berlaku selama dua pekan hingga 14 Januari. 

Penetapan tersebut mengacu pada peningkatan aktivitas Gunung Lewotobi Laki-laki dari level II [Waspada] ke level III [Siaga]. 

Dalam “Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana,” Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan “Siaga Darurat” diputuskan ketika “potensi ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana.”

Potensinya “ditandai peningkatan ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak terhadap masyarakat.”

Doris menyatakan “status siaga darurat akan diperpanjang atau ditingkatkan ke level berikutnya” jika terjadi peningkatan aktivitas vulkanis Lewotobi Laki-laki.

Aktivitas vulkanis gunung berapi setinggi 1.584 meter di atas permukaan laut itu menguat sejak pemerintah menetapkan status peringatan “Waspada” pada 12 Desember 2023. Setidaknya Lewotobi Laki-laki telah dua kali erupsi sejak malam pergantian tahun. 

Sepasang suami istri sedang beristirahat usai makan siang di posko pengungsian SMP N 1 Wulanggitang. (Foto : Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Hingga 3 Januari, total pengungsi mencapai 3.000 jiwa, menurut keterangan Doris.

“Selain logistik,” katanya usai berbicara dengan sejumlah pengungsi, “yang harus diperhatikan adalah kenyamanan warga terdampak di pos pengungsian.”

Menjelang jam 3 sore pada 4 Januari itu, Maria baru saja menerima tiga nasi bungkus.

Sembari menyuapi sang ayah, ia berkata: “Pemerintah yang urus kami. Kami terima saja akan bagaimana. Makan siang jam berapa pun, kami terima.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini