Jangan Ingkar Janji, Warga di Ndoso Ingatkan Bupati Manggarai Barat terkait Pernyataannya Saat Kampanye untuk Bangun Jalan

Saat kampanye menjelang Pemilihan Bupati Manggarai Barat pada 2020, Edistasius Endi berjanji akan membangun jalan di Desa Tehong, Kecamatan Ndoso

Baca Juga

Floresa.co- Warga di Kecamatan Ndoso menyatakan kekecewaan terhadap Bupati Manggarai Barat yang mereka sebut ingkar terhadap janjinya saat kampanye untuk membangun jalan.

Karena Bupati Edistasius Endi ingkar janji, kata warga Kampung Tehong, Desa Tehong itu, mereka kini tetap terisolasi.

Jefri Sutanto, seorang warga Desa Tehong yang berbicara kepada Floresa pada 19 Februari mengatakan janji itu disampaikan Edi saat kampanye di desa mereka menjelang pemilihan bupati pada 2020.

“Bila saya terpilih menjadi bupati, ruas jalan simpang Momol-Waning-Wae Ncuring akan diubah dengan menambahkan Tehong,” kata Edi waktu itu seperti ditirukan Jefri.

Setahun kemudian Edi dilantik menjadi Bupati Manggarai Barat.

“Janji itu nyaris terealisasi” ketika pada Juli 2022 Pemerintah Kabupaten merencanakan pembangunan ruas jalan di desanya, kata Jefri.

Ia menjelaskan, saat itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Yosep Suhandi serta Camat Ndoso, Anselmus Darmin mengunjungi Desa Tehong, memberitahu warga bahwa pembangunan jalan dimulai pada 2023.

Jefri berkata dalam kunjungan itu Yosep meminta Kepala Desa Tehong, Falens Jeheong memancang patok di sekitar Kampung Tehong. 

Falens, kata dia, merealisasikan permintaan itu dan mengonfirmasi bahwa “tidak ada hambatan” terkait pemasangan patok.

Ia mengatakan pemerintah memang sempat memasukkan Tehong dalam tender proyek, merujuk pada data tender pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik [LPSE] Kabupaten Manggarai Barat.

Dalam tender itu, yang diakses Floresa, pagu anggaran proyek rekonstruksi ruas jalan Momol-Waning-Tehong-Wae Ncuring sebesar Rp12.740.000.000, bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah [APBD].

Namun, setahun kemudian pemerintah mengubah jalur pembangunan jalan itu dengan mengecualikan Tehong. Dananya bukan lagi dari APBD, tetapi dari APBN.

Meski anggaranya meningkat, Desa Tehong tidak termasuk.

Anggaran proyek ini naik lebih dari dua kali lipat, sebesar Rp27.059.552.000, dengan nilai kontrak Rp23.206.658.000, menurut informasi LPSE Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR].

Proyek dikerjakan oleh PT Bragas Cipta Construksi, kontraktor berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan.

“Itu yang membuat masyarakat sangat kecewa dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat,” kata Jefri.

Falens, yang juga berbicara dengan Floresa mengingat dalam sambutan di rumah adat atau Gendang Tehong saat kunjungan pada 2022 Yosep mengatakan “jalur ini harus lewat Tehong karena ada beberapa fasilitas negara yang ada di sini.”

Namun, ia kecewa dengan perubahan jalur dalam tender Kementerian PUPR.

Pada 30 Agustus 2023, Falens sempat mengirimkan surat Nomor Pem.140/DT/37/VIII kepada Edi, yang intinya memohon pemindahan jalur jalan agar melewati Kampung Tehong. 

Falens mengatakan permohonan itu didasari pertimbangan tentang akses terhadap layanan dan fasilitas publik untuk kepentingan umum. 

Pertimbangan-pertimbangan itu, kata dia, dicantumkan dalam “Berita Acara Perubahan Trase Pembangunan Jalan pada Ruas Jalan Momol-Waning-Wae Ncuring.”

Di dalam berita acara yang ditandatangani oleh kepala dan perangkat desa, tokoh agama, tokoh pendidikan, dan tokoh adat itu, mereka menyatakan dua permintaan pokok. 

Pertama, meminta pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional [BPJN] Nusa Tenggara Timur, selaku organisasi pelaksana pembangunan ruas jalan Momol-Waning-Wae Ncuring, melaksanakan pembangunan sesuai survei awal lapangan.

Kedua, meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat agar memfasilitasi perubahan trase/jalur pada konstruksi pembangunan ruas jalan Momol-Waning-Wae Ncuring dengan melewati Kampung Tehong.

Dua permintaan tersebut dilatarbelakangi delapan pertimbangan, termasuk keberadaan suatu Sekolah Dasar serta Kampung Tehong sebagai jalur utama pergerakan ekonomi warga sekitar, kata Falens.

Ia mengatakan surat tersebut tidak ditanggapi Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. 

Floresa sudah menghubungi Bupati Edi pada 21 Februari. Namun, permintaan konfirmasi perihal janjinya kepada warga Desa Tehong tidak ditanggapi.

Masih Terisolasi

Jefri mengatakan kini jalan di kampunya masih berupa telford yang dibangun pada 2012, setelah Desa Tehong memekarkan diri dari Desa Waning.

Jalan itu telah rusak karena tidak ada got di kanan-kiri sehingga saat hujan badan jalan selalu tergenang air.

Ruas jalan sarat tumpukan batu, kerikil, dan tanah “sehingga hampir tidak ada kendaraan yang bisa melintas di situ.”

Kalaupun sepeda motor melintas, kata Jefri, “pasti lantaran terpaksa.” 

Mobil dapat melintas saat musim kemarau, “tetapi sopirnya harus merapikan susunan batu dan menebar sekam padi di jalan.”

Falens menambahkan selama ini hanya mobil pengangkut material [dump truck] saja yang bisa bisa masuk, “itu pun pada Juni dan Juli.” 

Kalau ada orang sakit yang membutuhkan penanganan intensif, kata dia, warga harus menggotongnya sampai ke Kampung Waning di Desa Waning.

Ketika musim hujan, hampir tidak ada kendaraan yang melintas di Kampung Tehong. Batu, kerikil dan tanah menumpuk di badan jalan. (Dokumentasi warga)

Ia mengatakan memang sudah mengalokasikan dana desa untuk pembangunan jalan di Kampung Tehong, tetapi tidak cukup.

Sejauh ini, kata dia, dana desa hanya mampu membiayai pembuatan lapen sepanjang 850 meter di sekitar Kampung Tehong. 

“Tapi jalur umum menuju Kampung Sumar dan Wae Ncuring belum apa-apa. Masih ada empat kilometer jalan yang belum ditingkatkan menjadi lapen,” ungkapnya.

Sebagian besar warga Kampung Tehong bermata pencaharian sebagai petani. Hasil panen warga termasuk kopi, cengkih, durian, kemiri, dan penyulingan sopi yang dijual ke Ruteng.

Dengan kondisi jalan saat ini, bila hendak ke Ruteng atau Labuan Bajo, kata Jefri, warga harus lebih dulu berjalan kaki sejauh lebih dari dua kilometer ke Waning. 

“Dari Waning, kami baru naik mobil ke Ruteng atau Labuan Bajo,” ungkapnya.

Ia mengatakan ongkos mobil pergi-pulang ke Ruteng Rp70.000, sedangkan ke Labuan Bajo Rp220.000. Ongkos ojek pergi-pulang ke Ruteng Rp200.000, sementara ke Labuan Bajo Rp400.000.

“Masyarakat selama ini hanya jalan kaki kejar mobil jam 3 atau 4 pagi di Waning kalau mau ke Labuan Bajo maupun Ruteng,” katanya.

Pada 17 Februari, Jefri sempat mengunggah foto-foto kondisi jalan itu di Facebook,  disertai takarir “semoga yang duduk di kursi DPR Manggarai Barat untuk lima tahun mendatang bisa membantu akses jalan ini.”

Pada 18 Februari, ia mengunggah sebuah video yang menampilkan para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara [KPPS] berjalan kaki sejauh 1,5 kilometer dari Kampung Kalo ke Kampung Tehong sambil memikul logistik Pemilu 2024.

Jefri mengatakan para petugas KPPS terpaksa mencari jalan pintas dengan mendaki kebun-kebun warga karena “belum ada akses jalan” dari Kalo ke Tehong. 

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini