Dari Flores ke Sumatera Utara, Hingga Bertahan di Pastoran; ‘Pelarian’ Frater Buronan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Ngada yang Akhirnya Ditangkap

Polres Ngada mengumumkan penahanan Frater Engelbertus Lowa Soda sejak 4 Maret 2024

Baca Juga

Floresa.co – Polres Ngada di Pulau Flores mengumumkan penahanan seorang frater yang sebelumnya masuk daftar pencarian orang karena kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di seminari tempatnya bertugas.

Iptu Sukandar, Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Ngada yang berbicara kepada Floresa pada 5 Maret mengatakan sudah menahan Frater Engelbertus Lowa Soda, merujuk pada Surat Penahanan Nomor Sp.Han/14/III/2024/Reskrim tertanggal 4 Maret. 

Ia mengatakan selama 20 hari ke depan, pihaknya akan melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap Engelbertus. 

Frater itu menghilang sejak November 2023 usai berkas kasusnya hendak diserahkan Polres Ngada ke kejaksaan untuk mulai disidangkan.

Hal itu membuat polisi menerbitkan surat daftar pencarian orang pada 21 Januari.

Engelbertus diduga melakukan pelecehan seksual terhadap siswa berusia 13 tahun di sebuah seminari di Ngada. Hal itu dilakukan dua kali pada 2022.

Kasus ini dilaporkan orang tua siswa pada 22 April 2023, ketika anak mereka memberi tahu tentang dugaan pelecehan tersebut.

Kronologi Penangkapan

Sukandar berkata, frater itu berhasil ditangkap pada 28 Februari oleh polisi di Kabupaten Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara.

Penangkapan, kata dia, merupakan hasil koordinasi Polres Ngada dengan Polres Tebing Tinggi.

Dua hari sebelum ditangkap, pada 26 Februari, sekitar pukul 10.00 Wita, kata dia, Kasat Reskrim Polres Ngada, I Ketut Setiawan, memang mendapat telepon dari seorang anggota Polres Tebing Tinggi yang menginformasikan bahwa Engelbertus sedang berada di wilayah mereka. 

Menurut informasi itu, kata dia, buronan sedang berada di Pastoran St Yosep Tebing Tinggi.

Sukandar berkata, hal itu selaras dengan hasil pengecekan lokasi oleh Polres Ngada terhadap nomor ponsel Engelbertus, yang mendapatinya sedang berada di wilayah Medan.

“Anggota Reskrim Polres Ngada pun membangun komunikasi dengan anggota Polres Tebing Tinggi untuk melakukan penyelidikan terhadap tersangka,” ungkapnya.

Ia berkata, dari penyelidikan itu,  terungkap bahwa Engelbertus sudah lebih dari satu minggu berada di Pastoran St Yoseph.

Setelah mendengar informasi tersebut, kata dia, Kasat Reskrim “langsung melaporkan kepada Kapolres Ngada guna berkoordinasi dengan Kapolres Tebing Tinggi untuk melakukan penangkapan atau mengamankan tersangka.”

Ia mengatakan pada 28 Februari sekitar pukul 19.00 Wita, Engelbertus diamankan di dalam sel Pidum Polres Tebing Tinggi.

Sehari setelahnya, Polres Ngada mengutus dua anggota ke Medan untuk menjemput Engelbertus.

Sukandar mengatakan pada 2 Maret, kedua anggota itu tiba di Polres Tebing Tinggi dan melakukan serah terima tersangka. 

Pada hari yang sama, kata dia, sekitar pukul 14.00 Wita anggota Sat Reskrim bersama Engelbertus terbang menuju Jakarta.

“Sambil menunggu penerbangan Jakarta-Labuan Bajo, anggota Sat Reskrim menitipkan Engelbertus di sel tahanan Polres Jakarta Barat sampai keesokan hari,” ungkapnya.

Sukandar mengatakan pada 3 Maret, Sat Reskrim bersama Engelbertus terbang dari Jakarta dan tiba di Labuan Bajo sekitar pukul 15.00 Wita dan selanjutnya  menuju Bajawa dan tiba di Polres Ngada pada 4 Maret pukul 03.20 dini hari. 

“Tersangka telah digeledah dan diperiksa barang bawaannya. Tersangka telah dimasukan ke dalam ruang tahanan Polres Ngada. Situasi terpantau aman terkendali,” ungkapnya. 

Engelbertus Lowa Soda saat hendak dilepaskan dari sel Polres Tebing Tinggi dan selanjutnya dibawa ke Polres Ngada pada 2 Maret 2024. (Dokumentasi Polres Ngada)

Tinggalkan Flores

Sukandar berkata Engelbertus meninggalkan Flores pada awal Desember, meski ia berstatus wajib lapor.

Ia menjelaskan, pada 5 Desember 2023, Engelbertus semula hendak berangkat ke Medan melalui Bandara Turelelo Soa. 

Namun karena tidak ada jadwal penerbangan, sehari setelahnya Engelbertus berangkat ke Kupang, selanjutnya terbang menuju Medan.

“Tujuan keberangkatannya ke Medan adalah untuk mengambil ijazah,” katanya.

Ia menjelaskan, Engelbertus dijemput oleh temannya bernama Bahagia Simatupang, lalu ditampung di Pastoran Santo Yosep Tebing Tinggi.

“Uang yang dipakai Engelbertus [dalam perjalanan] adalah uang yang diberikan orang tuanya,” ungkapnya.

Sukandar mengatakan Engelbertus mengaku selama melarikan diri ia mengganti nomor ponsel, meski tidak menjelaskan tujuan pergantian nomor itu.   

Ia berkata Engelbertus sempat menyatakan berterima kasih kepada Polres Ngada karena “telah memfasilitasi kepulangan saya ke Bajawa.”

“Saya bertahan di Tebing Tinggi karena saya tidak punya uang untuk pulang,” ungkap Sukandar menirukan ucapan Engelbertus.

Tidak Ditahan Usai Jadi Tersangka

Penahanan Engelbertus mengakhiri ‘pelariannya’ usai ditetapkan sebagai tersangka. 

Polisi menjeratnya dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, di mana ancaman hukumannya antara 5-15 tahun, dengan tambahan sepertiga karena dilakukan oleh pendidik. Itu berarti hukuman maksimum adalah 20 tahun.

Dengan ancaman hukuman yang lebih dari lima tahun itu, seharusnya Engelbertus ditahan usai menjadi tersangka pada Agustus 2023.

Namun, Kasat Reskrim Polres Ngada, AKP I Ketut Setiawan mengatakan Engelbertus beralasan, mereka tidak menahannya karena ia mengancam akan bunuh diri jika ditahan, selain karena bersikap kooperatif selama pemeriksaan.

”Kami mempertimbangkan dia mau bunuh diri itu,” katanya dikutip dari Suluhdesa.com.

Ia hanya dikenakan status wajib lapor.

Menurut Polres Ngada, terduga korban kasus pelecehan seksual ini mencapai tujuh orang, dengan modus sama. Mereka diduga dilecehkan saat menjalani pemeriksaan kesehatan di poliklinik sekolah, tempat Engelbertus bertugas, selain sebagai guru di seminari.

Namun, menurut polisi, orang tua enam korban lainnya enggan melaporkan Engelbertus “karena takut terganggu aktivitas sekolah dan psikologis korban.”

Sukandar mengatakan berkas-berkas kasus ini sudah lengkap dan “siap untuk diserahkan ke Kejaksaan Negeri Ngada.”

Korban, kata dia, “sudah ditangani oleh seorang psikolog.”

Kasus Pertama di Lingkungan Gereja Flores yang Dibawa ke Ranah Hukum

​​Dalam catatan Floresa, ini merupakan kasus kekerasan seksual pertama di lingkungan Gereja Katolik di Flores yang dibawa ke ranah hukum.

Sementara di Indonesia tercatat sebagai kasus ketiga.

Kasus pertama yang terungkap adalah pada 2021, di mana seorang pengurus gereja di Paroki St. Herkulanus Depok, Keuskupan Bogor diduga melecehkan 20 anak, meski kemudian hanya dua anak yang membawa kasusnya ke pengadilan.

Pengurus gereja itu, Syahril Marbun, telah divonis penjara 15 tahun pada 2021.

Pada 2022, Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Lukas Ngalngola, dikenal sebagai Bruder Angelo, karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di sebuah panti asuhan.

Angelo mengaku sebagai anggota Sakramen Mahakudus Misionaris Cinta Kasih atau Blessed Sacrament Missionaries of Charity (BSMC), sebuah kongregasi berbasis di Filipina yang tidak diakui Vatikan.

Kongregasi tersebut mendirikan Yayasan Kencana Bejana Rohani yang mengelola panti asuhan di Depok, tempat Angelo divonis melakukan pelecehan seksual.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini