Polisi yang Diduga Mabuk Saat Berkendara Tabrak Warga Hingga Tewas, Keluarga Korban Pertanyakan Alasan Polres Sikka Tidak Menahannya

Polisi tersebut dilaporkan telah terlibat dalam tiga kasus tabrakan; dua korban meninggal, seorang lagi cacat permanen

Floresa.co – Keluarga korban dan aktivis mempertanyakan profesionalitas Polres Sikka karena tidak kunjung menahan seorang anggota polisi yang diduga mabuk saat mengendarai sepeda motor lalu menabrak seorang warga hingga tewas.

Anggota Polres Sikka, Iptu Hendrikus Endi sudah berstatus tersangka usai bulan lalu menabrak Marselinus Plea Ladjar hingga meninggal.

Informasi penetapan sebagai tersangka muncul dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan [SP2HP] Nomor SP2HP/05/IX/2024/LL/Res Sikka pada 30 September.

Namun, menurut Kornelius Yoseph Paga Meka, kuasa hukum keluarga Marselinus, hingga kini polisi itu masih bebas.

Sebelumnya, kata dia, Hendrikus dilaporkan terlibat dalam kasus penabrakan dua warga lain di Sikka, di mana salah satu korbannya juga meninggal dan satu lagi cacat permanen.

Floresa tidak mendapat informasi rinci soal dua kasus sebelumnya yang disebut Kornelius.

Mempertanyakan alasan Polres yang tidak kunjung menahan Hendrikus, kata Kornelius, “ada apa sebenarnya?”

“Kenapa polisi tidak berani menahan anggotanya sendiri yang merupakan pelaku tindak pidana? Menahan orang kok bertele-tele,” katanya kepada Floresa pada 21 Oktober.

Seharusnya, kasus ini “menjadi perhatian serius karena [Hendrikus] telah tiga kali menabrak warga.”

“Jika tidak diproses secara serius, kasus seperti ini akan terulang,” katanya. 

Hendrikus menabrak Marselinus pada 4 September, menurut Kepala Subseksi Pengolahan Informasi dan Dokumentasi Humas Polres Sikka, Ipda Yermi Soludale.

Insiden itu terjadi di Jalan Trans Maumere-Larantuka, Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur.

Saat itu, katanya, Hendrikus  dalam perjalanan dari Maumere ke Lokaria.

“Ia mengendarai sepeda motor, kemudian menabrak Marselinus yang sedang menyeberang,” katanya.

Maria Rosmiati, istri Marselinus berkata, saat insiden itu, suaminya hendak mengambil sepeda motor di bengkel yang berada di seberang jalan.

Hendrikus “diduga dalam keadaan mabuk moke,” katanya.

Anak dan istri dari Almarhum Marselinus Plea Ladjar serta perwakilan PMKRI sedang memberikan keterangan pers usai aksi unjuk rasa di Polres Sikka pada 18 Oktober 2024. (Istimewa)

Akibat kecelakaan tersebut, suaminya “mengalami memar pada mata kiri, luka lecet di kaki kiri dan kanan, pendarahan di telinga kiri, serta luka robek di dahi.”

“Marselinus juga mengalami pendarahan di telinga kiri dan hidung, serta patah tulang pada kaki kiri,” kata Rosmiati, disitir dari GardaFlores.

Suaminya sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Tc. Hillers Maumere, namun setelah dirawat beberapa saat, dinyatakan meninggal.

Mencari Jawaban Polres Sikka

Kornelius Yoseph Paga berkata, ia sudah bertemu dengan unit lalu lintas Polres Sikka pada 30 September untuk mempertanyakan perkembangan penanganan kasus ini.

Penyidik atas nama Adrian dan Ratna Yuda Tupong, katanya, menjelaskan bahwa tersangka belum ditahan karena masih menjalani perawatan medis hingga 4 Oktober.

“Jika tidak ada perpanjangan perawatan, tersangka akan segera ditahan,” katanya merujuk pada penjelasan penyidik.

Pada 7 Oktober, ia bersama salah satu anak korban kembali mendatangi unit Laka Lantas Polres Sikka untuk menanyakan hal yang sama.” 

Ia mendapat jawaban bahwa “penahanan masih bergantung pada koordinasi dengan kejaksaan.”

“Pihak kejaksaan dianggap memiliki wewenang terkait penahanan tersangka karena kasus ini dalam pengawasan mereka,” kata Kornelius.

Kornelius kemudian mengkonfirmasi hal tersebut ke pihak Kejaksaan Negeri Maumere.

Kepala Seksi Pidana Umum, Fahjrin, kata dia, menegaskan bahwa “kejaksaan tidak memiliki kewenangan untuk menahan tersangka karena mereka telah mengeksekusi kasus tersebut ke Rutan Maumere.”

Di Rutan Maumere, Kornelius kembali mendapatkan informasi bahwa tersangka berstatus bebas bersyarat dan wajib lapor.

Pada 8 Oktober, Kornelius kembali mendatangi Polres Sikka untuk meminta penjelasan lebih lanjut.

“Pihak unit Laka Lantas Polres Sikka masih merujuk pada alasan sebelumnya, yaitu menunggu hasil medis dari dokter yang menangani  tersangka,” kata Kornelius.

“Saya kemudian mempertanyakan surat keterangan perawatan terbaru, meminta bukti medis seperti hasil rontgen atau CT scan. Hingga saat ini, penyidik belum bisa menunjukkan bukti tersebut,” katanya.

Tuntut Transparansi

Merespons kasus ini, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] Cabang Maumere sempat melakukan aksi unjuk rasa di halaman Polres Sikka pada  18 Oktober  sambil membentang poster yang bertuliskan ‘polisi takut polisi.’

Aksi unjuk rasa PMKRI Cabang Maumere pada 18 Oktober 2024. (Dokumentasi PMKRI)

“Apakah pelakunya seorang polisi sehingga mereka takut untuk menahan polisi tersebut? Inikah yang disebut polisi sebagai pelopor penegak hukum?” kata Kornelius Wuli, Ketua PMKRI Cabang Maumere kepada Floresa.

Wuli berkata, “ini masalah serius yang semestinya ditangani serius pula oleh pihak kepolisian.”

Polres Sikka, kata dia, bukan hanya harus menahan tersangka, tetapi penanganan dugaan pelanggaran kode etik juga harus berjalan.

“Seharusnya ia dipecat karena tidak mencerminkan citra sebagai seorang polisi yang mengayomi masyarakat.”

Wuli menilai “kredibilitas penegak hukum dalam hal ini kepolisian di Kabupaten Sikka selalu dicoreng oleh kinerja penegak hukum yang buruk.”

“Sudah banyak sekali kami menemukan anggota yang bertindak tidak sewajarnya,” katanya.

Wuli berkata,  polisi hanyalah anggota masyarakat yang dibayar untuk menegakkan hukum, “bukan malah sebaliknya polisi takut polisi dan melindungi anggota nya sendiri.”

Wakil Ketua Presidium PMKRI Maumere, Johan De Brito Naga, menambahkan, jika tidak dilakukan penahanan dalam waktu dekat, pihaknya siap menggelar aksi besar-besaran untuk menuntut keadilan bagi keluarga korban.

“Bagaimana mungkin kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang seolah-olah dianggap sepele. Jika pelakunya adalah rakyat biasa, pasti sudah langsung ditahan,” katanya..

“Ada indikasi bahwa pihak kepolisian terkesan saling lempar tanggung jawab, mulai dari koordinasi dengan kejaksaan hingga alasan medis yang dianggap tidak masuk akal untuk menunda penahanan,” tambahnya.

Johan berkata, PMKRI maupun keluarga korban “menuntut transparansi dalam  penanganan kasus ini.”

“Dia ini residivis. Kita bisa lihat bagaimana lemahnya Polres Sikka menindak tegas oknum anggotanya yang meresahkan masyarakat.”

Aktivis PMKRI Maumere sedang berorasi saat aksi unjuk rasa pada 18 Oktober 2024. (Dokumentasi PMKRI)

Janji Polres Sikka

Wakil Kapolres Sikka, Kompol Nofi Posu dalam audiens bersama keluarga korban dan PMKRI pada 18 Oktober berjanji “akan segera menahan Iptu Hendrikus Endi.”

“Hari juga kami pastikan pelaku akan segera ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Maumere,” kata Nofi.

“Selain proses hukum yang sedang berjalan,” katanya,  tersangka “juga akan menjalani sidang disiplin.”

“Kemungkinan pelaku akan diberhentikan dari statusnya sebagai anggota Polri karena kasus ini bukan baru pertama kali terjadi,” kata Nofi.

Floresa menghubungi Humas Polres Sikka pada 21 Oktober untuk menanyakan tindak lanjut dari penahanan Hendrikus Endi seperti yang telah dijanjikan Nofi.

Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban dari Humas Polres Sikka.

Kornelius berkata, karena ketidakjelasan penanganan oleh Polres Sikka “kami jadi bingung, kenapa bisa seperti ini.”

“Ada apa dengan kasus ini? Apakah karena dia seorang polisi? Jika ada alasan lain dia tidak bisa ditahan, beri kami penjelasan pasti,” katanya.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA