Floresa.co – Laporan warga di Labuan Bajo terkait dugaan kesaksian palsu dalam sidang sengketa tanah warga dengan pengusaha asal Surabaya masih berjalan di tempat sejak diajukan pada dua tahun silam.
Polres Manggarai Barat beralasan masih “butuh waktu penyelidikan lebih panjang.”
Keluarga Pati Masang, perempuan 80 tahun, masih terus berupaya memperjuangkan keadilan atas 5.000 meter persegi tanahnya di Pede Kecil, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo.
Tanah itu secara hukum kini menjadi milik Budiman Utomo, seorang pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur. Budiman dilaporkan sudah meninggal.
Namun, Pati Masang masih meyakini tanah itu milik keluarganya dan menganggap Budiman menggunakan kesaksian palsu saat persidangan.
Ia menjelaskan, tanah itu didapat suaminya, Haking, dari pembagian oleh Puar Dia pada 1969/1970. Puar Dia adalah orang yang dipercayakan Dalu Ishaka, Fungsionaris Adat Kedaluan Nggorang, pemuka adat yang mengatur pembagian lahan di wilayah Labuan Bajo dan sekitarnya.
Sengketa hukum lahan itu bergulir sejak 2015. Pada 2017, Pengadilan Negeri Labuan Bajo memenangkan Budiman, yang diperkuat putusan banding di Pengadilan Tinggi Kupang, hingga kasasi di Mahkamah Agung.
Pada 19 Januari 2023, putusan itu dieksekusi, di mana rumah keluarga Pati Masang dibongkar, sementara tanaman di atasnya dirusak.
Kemenangan Budiman tidak terlepas dari kesaksian Umar Ilias Husen, selaku turut tergugat ll. Dalam jawaban tertulis atau eksepsi tertanggal 2 Maret 2016, Umar mengklaim bahwa Budiman membeli tanah itu dari ayahnya yang bernama Husen dan ibunya Hawang.
Sementara Ahmad Usman dan Sultani Husen, dua saudara kandung Umar yang juga turut tergugat, tidak pernah hadir sidang.
Namun, pihak Budiman membawa sebuah surat pernyataan keduanya yang berisi pengakuan bahwa ayah mereka Husen dan ibu Hawang telah menjual tanah sengketa itu kepada Budiman.
Pihak Pati Masang menduga kesaksian ketiganya palsu.
Makarius Paskalis Baut, kuasa hukum keluarga Pati Masang beralasan, Muhamad Tanje, salah satu saksi yang dihadirkan pihak Budiman dalam persidangan pernah menerangkan bahwa Umar Ilias Husen bukan anak kandung dari Husen.
Karena sejumlah kejanggalan ini, pada tahun 2017 sampai 2019, delapan kali Subuhang, salah satu anak Pati Masang, datang ke Polres Manggarai Barat membuat laporan soal dugaan keterangan palsu itu. Terlapor adalah Umar Ilias Husen, Ahmad Usman, Sultani Husen.
Laporan itu “selalu ditolak tanpa alasan yang jelas,” kata Paskalis.
Polres Manggarai Barat baru menerima laporan itu pada 25 Oktober 2022, dengan Nomor LP/ B/279/X/SPKT/ Polres Manggarai Barat.
Kendati akhirnya diterima, kata Paskalis, tindak lanjut laporan itu berjalan lambat.
Seperti apa perkembangannya?
Hampir setahun setelah laporan Subuhang diterima, penyidik Polres Manggarai Barat baru mengundang Daniel L Sihombing, kuasa hukum Budiman Utomo pada 5 Juni 2023 untuk klarifikasi. Namun, Daniel mangkir.
Lebih dari delapan bulan kemudian, pada 7 Februari 2024, penyidik kembali mengundang Daniel untuk klarifikasi. Ia lagi-lagi mangkir.
Pada 30 Oktober 2024, Subuhang mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan [SP2HP] dari polisi. Isinya adalah pemberitahuan bahwa mereka masih akan mengundang Daniel untuk klarifikasi.
Penyidik, dalam SP2HP juga menyampaikan masih mencari surat kematian Budiman Utomo.
Karena itu, Subuhang mengajukan permohonan audiensi kepada Kapolres Manggarai Barat, AKBP Christian Kadang, untuk mempertanyakan perkembangan laporan kasus ini.
Subuhang berkata kepada Floresa, ia dan keluarga besarnya diterima pihak Polres Manggarai Barat, tetapi tidak bertemu secara langsung dengan Kapolres.
Mereka diterima oleh Niko, Kepala Unit Tindak Pidana Umum Satreskrim dan Yopi, salah satu penyidik.
Namun, informasi yang disampaikan dalam pertemuan itu, kata dia, tak jauh berbeda dengan isi SP2HP. Penyidik masih mencari dokumen asli terkait ahli waris Budiman Utomo.
Floresa menanyakan perkembangan laporan Subuhang kepada Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, AKP Lufthi Darmawan. Ia tidak menginformasikan perkembangannya, namun mengarahkan untuk menghubungi Niko.
“Langsung ke Pak Niko ya,” jawabnya singkat melalui WhatsApp pada 2 Desember.
Floresa kemudian mendatangi Polres Manggarai Barat, menemui Lufthi Darmawan dan Niko pada 6 Desember.
Lufthi mengatakan laporan Subuhang “memang masih penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi.”
“Kita butuh waktu penyelidikan lebih panjang lagi,” katanya.
Ia berjanji mengusahakan pemeriksaan secepatnya, kendati tak memastikan kapan pemeriksaan saksi-saksi itu selesai dilakukan.
Lufthi juga mengatakan, penanganan laporan Subuhang ini telah ia delegasikan Kepada Niko semua data ada pada Niko.
Niko mengklaim sudah berupaya mendapatkan akta kematian Budiman Utomo serta ahli warisnya ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil [Dukcapil] Manggarai Barat.
Ia mengatakan, “sudah menerima jawaban” dari Dukcapil, tanpa mengungkapkan isi jawabannya.
“Isi pemberitahuan akan kami sampaikan ke pihak Subuhang melalui SP2HP,” ujar Niko.
Dikonfirmasi Floresa, Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Manggarai Barat, Agustinus Gias, membenarkan pernah menerima surat dari Polres untuk mengecek data Budiman Utomo.
“Surat dari Polres kita sudah respon tanggal 15 November,” katanya, “isi responnya bisa dikomunikasikan ke Polres.”
“Di sini kami tidak bisa informasikan karena permintaan Polres bersifat sangat privat,” ujarnya.
Makarius Paskalis Baut mengatakan pihaknya telah mendapat informasi dari pihak penyidik terkait isi jawaban dari Dukcapil tersebut.
Dukcapil, kata Paskalis, menerangkan bahwa pengecekan dalam basis data kependudukan Manggarai Barat dan pencarian secara nasional menyatakan data penduduk atas nama Budiman Utomo “tidak ditemukan,” sehingga Dukcapil tidak memberikan salinan akta kematian Budiman.
Paskalis juga mengaku sudah menyurati Dukcapil di Surabaya untuk mendapatkan salinan akta kematian Budiman Utomo.
Namun, dalam surat pada 16 November, Dukcapil Kota Surabaya menyatakan, permintaan “tidak dapat kami tindaklanjuti” karena ia “keluarga/bukan pula pihak yang mendapatkan kuasa dari keluarga Budiman Utomo.”
“Namun demikian, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya dapat memberikan keterangan dimaksud apabila untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan” bunyi lanjutan surat tersebut.
Paskalis kemudian meminta penyidik segera menyurati Dukcapil Surabaya untuk memperoleh data itu.
Penyidik, katanya, berjanji akan segera menyurati Dukcapil Surabaya untuk meminta data Budiman, serta mengirimkan surat undangan klarifikasi kepada istri Budiman.
“Laporan ini sudah berjalan begitu lama. Saya berharap kepolisian serius menindak laporan Subuhang tersebut,” ujar Paskalis.
Musim Hujan Bawa Petaka
Sementara upaya keadilan terus berjalan, Pati Masang dan anak-anaknya tinggal di gubuk yang dibangun setelah rumah mereka dirobohkan.
Fatima, adik Subuhang yang sehari-hari berjualan di Pantai Pede mengatakan ia dan keluarga masih terus berharap polisi menindaklanjuti laporan mereka, meski melelahkan “menunggu luar biasa lama.”
“Kita menunggu saja sampai kapan?” katanya saat ditemui Floresa pada 7 Desember.
Pantauan Floresa, gubuk yang ditempati Fatima bocor di sana-sini karena hujan.
Terlihat genangan air di dalamnya, meski ia sudah memperbaiki atap dan membuat got kecil agar air bisa langsung keluar dari gubuk.
“Tetap saja air masih tergenang di dalam,” katanya.
Editor: Petrus Dabu