Floresa.co – Polres Manggarai Timur memeriksa seorang jurnalis terkait kasus kekerasan terhadap rekannya sesama profesi.
Kapolres Manggarai Timur, Suryanto berkata kepada Floresa pada 1 April, “laporan [kasus itu] diterima tadi malam dan siang ini pelaku sudah diamankan dan sementara dimintai keterangan.”
Firman Jaya, jurnalis Detiknet.id dianiaya pada 31 Maret malam sekitar pukul 23.00 Wita.
Pelakunya adalah Andre Kornasen, jurnalis Flores Editorial, yang mengaku melakukan aksi bersama adik dan rekan adiknya.
Firman melapor kasus ini ke Polres Manggarai Timur atas dugaan tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan, dengan nomor LP/B/65/III/2025/SPKT POLRES MATIM.
Suryanto berkata, setelah menerima laporan, mereka langsung memvisum korban.
“Selanjutnya, kami melakukan olah tempat kejadian perkara, lalu pemeriksaan terhadap korban, saksi-saksi dan terlapor,” jelasnya.
Ia berkata, penyidik menggunakan pasal penganiayaan yang diatur dalam KUHP pasal 351 sampai 356 yang mengatur soal penganiayaan ringan sampai berat.
Setelah pemeriksaan awal, jelasnya, polisi akan melakukan gelar perkara.
“Jika hasilnya memenuhi unsur [tindak pidana], kasus akan dinaikkan ke tahap penyidikan,” kata Suryanto.
“Setelah itu, kami menetapkan tersangka, melakukan penahanan, dan melanjutkan penyidikan hingga berkas dinyatakan lengkap untuk dikirim ke kejaksaan.”
Saling Sindir di Facebook; Kritik Cara Kerja Jurnalis versus Tudingan ‘Permainan’ dalam Pilkada
Kasus ini, sebagaimana diakui Andre dan Firman terkait dengan komentar di Facebook.
Penelusuran Floresa, sebelum terjadi serangan itu, keduanya memang sempat mengunggah tulisan yang diduga menyulut konflik.
Pada 30 Maret, Andre mengunggah tulisan di Grup Facebook “Matim Bebas Berpendapat” yang mengkritik cara kerja jurnalis.
Ia menyebut ada jurnalis “yang kerjaannya cuma nulis berita setengah-setengah. Isinya panas di awal, bikin heboh, tapi ending-nya? Gak jelas! Begitu ada celah buat nego, tiba-tiba beritanya menguap entah ke mana.”
Ia mencontohkan pemberitaan beberapa kasus seperti terkait Puskesmas Watu Nggong, Jembatan Wae Lampang, Peredaran Rokok Ilegal, Palang Merah Indonesia dan tambang ilegal.
“Biasanya modusnya gini: nulis berita yang agak ‘menggigit’, nyinggung pihak tertentu, terus nunggu reaksi. Kalau yang diserang diem aja, lanjut cari korban lain. Tapi kalau ada yang gerah dan mau ‘bicara baik-baik’, ya tinggal rem tangan. Bisa jadi berita itu lenyap, atau malah berubah nada,” tulis Andre.
“Padahal tugas wartawan kan nyari kebenaran, bukan nyari peluang nego. Kalau berita yang diangkat penting buat publik, ya harus dikawal sampai tuntas, bukan ditinggal pas udah ada ‘hasil sampingan.’”
Sayangnya, katanya, “masih ada aja yang model begini,” yang menulis berita bukan untuk memberi informasi yang benar, “tapi buat main-mainin keadaan.”
“Ujung-ujungnya, kepercayaan publik ke media jadi turun, karena banyak berita yang gak ada ujungnya.”
“Jadi kalau nemu berita yang kayaknya penting tapi tiba-tiba hilang jejak, coba tanya: ini berita yang hilang karena memang gak ada perkembangan, atau karena udah ‘dibungkam’ sama amplop? Jarang ada pemberitaan media di Matim yang jelas ending-nya,” tulis Andre.
Beberapa jam setelahnya, via akun Facebook pribadinya, Firman Jaya mengunggah tulisan yang menyatakan, “hati-hati dengan trik Rugha Boto.”
Dalam tulisan itu, ia tidak merinci kepada siapa julukan itu. Rugha Boto merupakan kata dalam bahasa lokal di Manggarai Timur yang diasosiasikan dengan mandul.
Dalam tulisannya, Firman-jurnalis Detiknet.id-mempersoalkan tindakan jurnalis itu yang ia sebut “sering menyerang wartawan di Matim?”
“Padahal, ia juga pernah bekerja sebagai wartawan. Alasannya sederhana: dia kemarin kan masuk dalam tim sukses Paket Akur,” tulisnya. Akur merujuk pada pasangan Andreas Agas-Tarsisius Syukur yang memenangi Pilkada Matim tahun lalu.
Namun, ia menuding bahwa wartawan itu sebenarnya “bukan bagian dari tim sukses tersebut.”
“Sebab, dulu dia sempat mengirimkan proposal untuk lobi dana Rp40 juta, namun sayangnya permintaannya tidak dilayani oleh Akur.”
Firman mengklaim berdasarkan informasi yang dia peroleh, jurnalis itu tidak diperhitungkan di Tim Akur.
“Selain karena tidak memiliki basis massa, ia juga tidak memberikan kontribusi dengan Paket Akur. Dia tahu bahwa ia tidak mampu mendatangkan massa. Bahkan, anak saja tidak ada, apalagi mau datangkan masa. Oknum ini bisa dibilang mandul. Mandul dalam berpikir,” tulis Firman.
Ia menyatakan, serangan terhadap sesama jurnalis-kendati tidak dijelaskan secara rinci bentuknya-“adalah pola yang sengaja dibangunnya.”
“Tujuannya adalah agar dirinya terlihat bekerja dan dapat memanfaatkan medianya untuk menepis berita yang disebarkan oleh media lain.”
Ia menulis, jurnalis itu “menciptakan konflik untuk menunjukkan bahwa dia bekerja dan agar media yang dimilikinya dapat diperhitungkan.”
“Beberapa bulan lalu, misalnya, dia sempat membocorkan data terkait Pemda Matim untuk diberitakan oleh media lain. Padahal, data tersebut berasal dari kebocoran yang dia sendiri buat dan akhirnya dia yang menepisnya. Lucu, bukan?”
Firman menulis bahwa jurnalis itu “bukan sosok baru, banyak orang sudah mengetahui hal ini.”
“Pada Pilkada beberapa tahun lalu, dia sempat terlibat dalam Tim Paket Merpati,” tulisnya merujuk salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati pada Pilkada lima tahun lalu.
“Padahal, tujuan utamanya hanya untuk mencari uang. Bahkan, dia pernah membeli mobil bekas yang ternyata masih memiliki utang karena belum dilunasi. Semoga kali ini, di Tim Paket Akur tidak ada yang tertipu oleh kelakuannya,” tulis Firman.
Ia mengakhiri tulisannya dengan pernyataan: “Begitulah cara kerjanya. Tahu to siapa dia? Di sini saya sebutkan julukannya sebagai Rugha Boto.”
Siapa di Balik Akun Rugha Boto?
Dalam klarifikasinya yang dimuat media siber Publikfakta.com, Andre beralasan, pemicu serangan itu karena tudingan terhadapnya sebagai Rugha Boto.
Selain disinggung dalam tulisan di akun Firman, Rugha Boto juga merupakan nama salah satu akun Facebook.
Dari salah satu gambar yang diperoleh Floresa berisi tangkapan layar komentar di Facebook, akun Rugha Boto sempat memberi komentar pada salah satu unggahan Andre Kornasen.
Akun itu menyatakan, jangan percaya pada Andre, yang disertai makian dalam Bahasa Manggarai dan tudingan bahwa ia mandul.
Akun itu juga mengklaim bahwa “kami di Manggarai Timur sudah tidak percaya lagi dengan Flores Editorial,” merujuk pada media milik Andre.
Andre mengklaim Firman merupakan sosok di balik akun Rugha Boto itu.
Dalam klarifikasinya, ia mengaku makin yakin bahwa Firman berada di balik akun itu karena saat penyerangan Firman berteriak bahwa “bukan saya yang punya akun Facebook itu.”
“Saya sempat tanya, kenapa kamu omong akun Facebook, sementara kamu belum tahu tujuan kami datang ke kos kamu. Saya anggap itu jadi sebuah pengakuan,” kata Andre.
Saat penyerangan itu, Firman mengaku dianiaya menggunakan batu, lalu dibanting ke tanah.
Foto yang diperoleh Floresa memperlihatkan Firman dalam kondisi terluka dengan darah bercucuran yang keluar dari mata kanannya.
Ande menjelaskan, sebelum penganiayaan, ia sempat mengetuk pintu kos Firman. Firman sempat melihat dari balik kain jendela kos, namun enggan untuk membuka pintu.
“Ketika saya ketuk yang ketiga, tiba-tiba dia buka jendela dan lompat keluar dan mau lari. Saya tangkap dia dan dia teriak tolong-tolong,” katanya.
Andre mengaku sempat terjadi adu fisik dengan Firman “karena dia berusaha lari dan saya berusaha tahan dia.”
Saat itulah, kata Andre, adiknya ikut “menghajar Firman sehingga Firman mengalami luka.”
Andre mengaku datang bersama adiknya dan teman dari adiknya.
“Kenapa saya bertindak sejauh ini,” katanya, “karena ini soal keluarga.”
Editor: Ryan Dagur