Borong, Floresa.co – Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) membuka secara resmi Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Desa Bangka Leda, Kecamatan Borong, Selasa (14/7/2015).
SLPHT merupakan salah satu program yang bertujuan mengembalikan usaha pertanian masyarakat ke kondisi yang alami dengan mengurangi, bahkan tidak sama sekali menggunakan bahan-bahan kimia.
Selain itu, program ini juga bertujuan memberdayakan petani sehingga memiliki pengetahuan yang cukup tentang manfaat penggunaan bahan-bahan organik.
Dari lima kecamatan di Matim, dipilih satu kelompok tani dari setiap kecamatan.
Di kecamatan Borong, kelompok yang terpilih adalah Kelompok Tani Compang Lelak di Desa Bangka Leda.
Pada Selasa kemarin, sekitar pukul 09.00 Wita, Arnold Molo, Kordinator Pegawai Penyuluh Lapangan (PPL) Matim memimpin staf dari Dinas Pertanian yang tergabung dalam tim SLPHT Matim menuju lokasi itu.
Bersama dengan 5 staf lainnya, yaitu Fidelis Jumbar, Stef Belong, Kondradus Tujang, Sipri Sunargun, Hendrik Tantu dan Hubert Mingga mereka menggunakan sepeda motor ke lokasi.
Floresa.co ikut serta dalam rombongan itu.
Medan Sulit
Untuk sampai di Lelak, tim melewati Kampung Peot, Kembur, Warat, Paka, Mbeling, Rehes dan Ratung.
Selama perjalanan, tim harus ekstra hati-hati berhubung kondisi jalan yang sempit, bergelombang dan di beberapa titik mengalami rusak parah.
Di tanjakan antara kampung Mbeling dan Rehes misalnya, aspal yang sudah berlubang dan kerikil yang berserakan di badan jalan membuat dua orang anggota yang menggunakan satu sepeda motor, salah satunya mesti berjalan kaki sampai menemukan titik yang aman untuk bisa berboncengan lagi.
Lebih lagi di salah satu lokasi galian pasir yang dinamakan Golo Lobos, sekitar 3 km dari Rehes.
Di situ, tim harus waspada, tepatnya di salah satu titik yang kabarnya adalah lokasi proyek dari Pemda Matim yang sampai sekarang belum dikerjakan dengan tuntas, di mana ada bongkahan batu yang cukup besar di badan jalan, serta kerikil yang berserakan.
Ini bisa saja membuat orang yang mengendarai sepada motor gampang terpeleset keluar dari badan jalan.
Situasi di lokasi itu menyeramkan, karena di sisi kanan jalan – bila rute perjalanan ke arah utara – terdapat jurang yang sangat dalam, yang penuh dengan bebatuan.
Disambut Antusias
Setelah menempuh perjalan dengan jarak tempuh 20-an km, sekitar pukul 10.30, tim pun tiba di lokasi.
Sesaat setelah turun dari motor, dua orang laki-laki paruh baya, menggunakan songke (sarung adat masyarakat Manggarai), mempersilakan tim untuk memasuki ruang pertemuan yang merupakan rumah gendang (rumah adat).
Sesampai di situ, tatapan penuh ramah terpancar dari setiap pasang mata yang telah duduk rapi, mengelilingi setiap sudut rumah yang berbentuk bulat itu.
Setelah dipersilakan duduk, tim diterima secara adat yaitu dengan kepok kapu, salah satu kebiasaan masyarakat Manggarai yang berarti tanda diterimanya tamu oleh segenap penghuni kampung.
Sekitar pukul 12.30 Wita, Fidelis Jumbar, mewakili Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Matim Sil Jerabat disaksikan oleh 25 anggota kelompok tani Compang Lelak, membuka secara resmi SLPHT itu.
Fidelis dalam sambutannya mengatakan SLPHT diadakan untuk mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan, yang lebih mengutamakan pelestarian sumber daya alam.
“Supaya terciptanya pembangunan berkelanjutan, (itulah tujuan) mengapa ilmu ini dibagikan kepada masyarakat”, katanya.
Sementara itu, Arnold Molo mengatakan, dirinya berharap, anggota kelompok Tani Compang Lelak dan seluruh masyarakat desa menjadikan SLPHT sebagai wadah untuk belajar dan menjadi masyarakat yang makmur.
“Jangan melihat kegiatan ini sebagai seremonial, tetapi dipelajari sungguh-sunguh. Jangan sampai manfaatnya tidak didapat”.
“Kesungguhan setiap anggota kelompok merupakan keberhasilan bersama, maka, tidak boleh lalai menjalankan setiap tugas, tetapi semua anggota kelompok harus kompak”, katanya.
Kondradus Tujang, salah satu pendamping 25 anggota kelompok tani tersebut mengatakan, anggota yang telah terdaftar akan dilatih rutin selama tiga bulan ke depan sampai September, terhitung dimulai Selasa kemarin.
Pad hari Selasa tiap pekan, lanjut Kondradus, anggota kelompok mengadakan penelitian terhadap tanaman padi di sawah masing-masing.
Penelitian itu, lanjutnya, bertujuan untuk melihat perkembangan tanaman padi. Selain itu, diperhatikan pula berbagai hama dan penyakit yang biasa mengganggu tanaman.
Lalu, dari hasil penelitian tersebut, kata dia, setiap anggota kelompok mempresentasikan hasil penelitian di depan anggota kelompok lain, sehingga, pengetahuan yang didapat dapat menjadi milik semua anggota kelompok.
“Dalam rangkaian kegiatan yang akan kita lakukan ke depan, tidak ada yang menjadi guru maupun murid, kita akan jalan bersama. Setiap pengetahuan yang kita miliki, akan menjadi milik kita bersama”, demikian Kondradus.
Mengapa Compang Lelak?
Stef Belong, salah satu pendamping mengatakan, kelompok tani Compak Lelak dipilih karena usianya sudah mencapai puluhan tahun, juga karena kekompakkan anggotanya.
“Kelompok tani Compang Lelak merupakan kelompok tani yang terbentuk, bukan yang dibentuk. Itulah alasan mereka terpilih dari sekian banyak kelompok tani yang ada di Kecamatan Borong”, ujar Stef kepada Floresa.co.
Step Segao, ketua kelompok tersebut mengaku sangat bahagia dengan terpilihnya kelompok mereka.
“Kami akan membuktikan kepercayaan dari Dinas Pertanian dengan berusaha semaksimal mungkin”, ujarnya.
Sekitar pukul 14.30 setelah makan siang, lagi-lagi ada acara adat kepok po’e, tanda berakhirnya rangkaian acara dalam pembukaan SLPHT itu. (Yulianus Arrio/ARL/Floresa)