Labuan Bajo, Floresa.co. – Pasca menyatakan akan ikut bertarung dalam pemilihan gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun depan, Bupati Ngada, Marianus Sae melakukan tur ke sejumlah wilayah di Manggarai Raya.
Bersama rombongan pecinta motor trail, ia memulai perjalanan dari Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada pada awal bulan ini menuju Kabupaten Manggarai Timur. Melintasi jalan jalur provinsi, ia menyusuri wilayah Kabupaten Manggarai dan berakhir di Labuan Bajo, ujung barat Pulau Flores.
Selama perjalanan, ia dan rombongan menginap di rumah-rumah warga.
Marianus mengaku disambut dengan hangat. Bahkan, saat tiba di Macang Pacar, Manggarai Barat, ia dan rombongan diterima secara adat Manggarai di rumah adat.
Ada alasan khusus Marianus di balik pilihan menggunakan motor.
Kepada Floresa.co yang mewawancarainya di Labuan Bajo, Sabtu pagi, 6 Oktober 2017, ia mengatakan, ingin melihat lebih dekat kondisi infrastruktur, terutama jalan.
Perjalanan dari kampung ke kampung, kata dia, merupakan cara efisien menyaksikan kondisi di lapangan.
Tak Ada Perubahan
Fakta yang Marianus saksikan selama perjalan, memang sungguh memperihatinkan.
“Setelah beberapa tahun saya tidak melintasi beberapa tempat di wilayah Manggarai, kondisinya mohon maaf kalau saya bilang masih jauh dari perubahan. Bagaimana ekonomi masyarakat bisa maju?,” katanya.
Ia mencontohkan di wilayah Wukir, Manggarai Timur dan Macang Pacar, Mangggarai Barat, lokasi yang biasa ia kunjungi untuk mencari kayu saat menjadi pengusaha kayu sebelum dirinya menjadi Bupati Ngada.
“Saya dahulu setiap hari ke Lambur, daerah Nanga Nae, wilayah Komodo Selatan. Saat ini kondisinya masih sama seperti dulu,” katanya.
Ia menambahkan, pengalaman di Wukir tidak bedah jauh. “Apalagi ketika mendengar keluhan dari masyarakat, seolah tidak masuk akal, kalau pemerintah ada,” katanya.
Tidak hanya di Manggarai, kata Marianus, 80 persen infrastruktur di wilayah pedesaaan di NTT memang masih sangat buruk.
Terbukti di Ngada
Marianus yang mengaku akan maju menjadi calon gubernur dan tidak pernah berpikir untuk menjadi wakil, mengklaim, spirit perubahan sudah ia tunjukkan selama memimpin Ngada.
Karena itu, ia bertekad menularkan spirit itu ke level provinsi.
“Coba cek kondisi infrastruktur di Ngada. Tidak ada yang seburuk di Wukir itu,” katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 2010, Kabupaten Ngada masih masuk kategori tertinggal.
“Tetapi bila dibandingkan dengan sekarang, khususnya infrastruktur, perbedaannya siginifikan,” akunya.
Upaya pembenahan infrastruktur, kata dia, awalnya dlakukan dengan melakukan rasionalisasi APBD.
Sejak tahun 2010 ia memimpin Ngada, APBD kabupaten itu masih terbilang kecil, yakni Rp 991 miliar, dibandingkan kabupaten lainnya di NTT yang sudah mencapai angka di atas satu triliun.
“Setelah saya dilantik tahun 2010, saya berpikir, mau buat apa uang seperti ini,” katanya.
Lantas, ia pun mengambil langkah menghentikan pemborosan anggaran untuk sejumlah item yang tidak perlu.
“Saya coba buka semua anggaran, paling besar anggaran jalan Rp 2 miliar untuk dua hingga tiga kilometer per tahun. Alasannya klasik, anggaran terbatas,” katanya.
Namun, Marianus heran, karena angkat itu bedah jauh dengan yang dialokasikan untuk biaya operasional kantor, yang mencapai RP 98 miliar.
Ia juga mendapati bukti pengeluaran untuk perawatan kendaraan yang mencapai RP 37 miliar dan anggaran perjalanan dinas Rp 68 miliar.
“Padahal mereka (para pejabat) hanya dua hari saja berada di Ngada, selebihnya di luar Ngada menggunakan uang dinas,” katanya.
Ia menambahkan, kejanggalan lain adalah anggaran untuk bahan bakar minyak (BBM) di satu dinas yang mencapi 10 ribu liter per tahun.
Anehnya, kata dia, setiap hari ada nota isi BBM. “Saya bilang, bensin yang disi uang rakyat, kalian gunakan untuk keperluan pribadi, isi BBM untuk perjalanan dinas keluar daerah, ini kan tidak masuk akal,” katanya.
Usai memangkas pengeluaran yang tidak perlu itu, ia pun memilih menempatkan orang di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sesuai keahliannya dan menggelar rapat bersama wakil bupati dan pimpinan setiap dinas.
“Memang reaksi pimpinan dinas saat anggaran dipangkas sangat marah. Lalu saya bilang, memang perubahan itu datang begitu saja dari Hongkong?” kata Marianus.
Hasil dari pemangkasan itu, jelas dia, biaya operasional kantor menjadi Rp 30 miliar dari sebelumnya Rp 98 miliar, operasional kendaraan jadi Rp 7 miliar dari Rp 37 miliar dan untuk perjalanan dinas menjadi Rp 22 miliar dari sebelumnya Rp 68 miliar.
“Setelah dipangkas lalu gabung, saya plot semua ke infratsruktur yang dulu anggarannya Rp 2 miliar. Saya plotkan Rp 10 hingga belas miliar. Anggaran kesehatan dinaikkan, demikian juga pendidikan,” katanya.
Dampak dari kebijakannya, kata dia, selain terjadi peningkatan drastis kualitas infrastruktur, juga ribuan guru komite yang sebelumnya hanya digaji Rp 150 ribu per bulan dinaikkan, juga ada pengobatan gratis di Pustu hingga rumah sakit.
Terobosan lain Marianus adalah membiayai anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mengenyam pendidikan dokter.
“Sebanyak 48 anak orangtua tidak mampu sudah mengenyam pendidikan dokter, dibiayai APBD,” katanya.
“Kebanyakan dari orangtua kategori miskin itu kaget dan menangis histeris di hadapan saya, seperti menangis di depan orang meninggal,” katanya.
“Mereka tidak pernah berbikir anak mereka bisa sekolah dokter. Untuk biaya makan minum saja susah,” lanjutnya.
Andai Jadi Gubernur
Sejumlah terobosan di Ngada itu, kata Marianus, hendak ia tularkan ke level provinsi.
Ia mengatakan, karena itu prioritasnya adalah pembenahan infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat.
Untuk jalan provinsi, misalnya, kata dia, dari alokasi anggaran yang semua hanya Rp 1 miliar untuk 1 kilometer per tahun, akan dinaikan menjadi puluhan miliar.
Targetnya, kata dia, di kisaran angka Rp 60 miliar.
“Saya bukan janji. Kalau janji, bisa diingkari, tetapi ini komitmen saya,” katanya.
Ferdinand Ambo/ARL/Floresa