Floresa.co- Pendamping suatu desa di Kabupaten Manggarai Timur membantah pernah mengusulkan agar BUMDes memiliki kendaraan pribadi.
Bantahan itu merespons sebuah laporan Floresa terkait sengkarut pengelolaan BUMDes di Desa Golo Lobos, Kecamatan Lamba Leda Selatan.
Laporan yang diterbitkan pada 19 Januari itu berjudul “Terop Bermasalah hingga Pengurus yang Seolah Pajangan, Sengkarut Pengelolaan BUMDes Suatu Desa di Manggarai Timur.”
Laporan itu di antaranya mencantumkan pengakuan seorang narasumber yang menyebutkan pengurus BUMDes Golo Lobos pernah berencana membuka kebun untuk ditanami sayur oleh kelompok tani.
Selain itu, kata sumber itu, yang bukti pernyataannya ada pada Floresa, pengurus BUMDes juga pernah mengusulkan membuat kolam ikan di Dusun Lame dengan memanfaatkan air yang berkelimpahan di sana.
“Daripada air terbuang percuma, kenapa tidak dibuat kolam ikan untuk membangkitkan ekonomi masyarakat?,” katanya.
Merespons usulan tersebut, katanya, pendamping desa “malah mengusulkan program yang tidak masuk akal, berupa pengadaan kendaraan pribadi.”
Pada 22 Januari, Floresa ditelepon oleh Yosh Harmu, salah seorang Tim Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa [P3MD] Kecamatan Lamba Leda Selatan yang bertugas di Desa Golo Lobos.
Ia menggunakan nomor WhatsApp milik Merry Uran, pendamping lokal desa Golo Lobos, memberi tahu “di dalam laporan itu, Floresa menyinggung soal pendamping desa” yang “menurut kami harus dikonfirmasi.”
“Ketika tidak diklarifikasi, kami akan buat laporan pencemaran nama baik karena apa yang ditulis itu bohong,” ungkapnya.
Ia mengatakan “kami merasa dirugikan karena media mempublikasikan tentang pendamping desa, seolah-olah itu benar.”
“Intinya kami minta klarifikasi tentang berita yang tidak benar,” ungkapnya.
Ia menyebut pengakuan narasumber tentang usulan pendamping desa untuk pengadaan kendaraan adalah bohong.
“Kapan itu disampaikan? Tempatnya di mana? Kami tidak tahu. Pendamping desa siapa yang menyebutkan itu?,” ungkapnya.
Bantahan itu disampaikan Yosh Harmu setelah sebelumnya ia mengunggah tulisan di akun media sosial Facebooknya pada 22 Januari bahwa berita itu telah menyinggung dan merusak “citra kami sebagai pendamping desa.”
Ia pun meminta Floresa agar melakukan klarifikasi dan permohonan maaf melalui media yang sama dan di kantor desa dalam waktu 1×24 jam.
“Ketika tidak diindahkan, maka kami akan melakukan langkah hukum selanjutnya sesuai dengan aturan yang berlaku,” tulisnya.
Floresa telah merespons protes Yosh, dengan mempersilakannya menempuh mekanisme yang berlaku, termasuk hak jawab.
Narasumber Pertahankan Pernyataannya
Merespons pengaduan itu, Floresa kembali menghubungi narasumber yang memberi pengakuan terkait usulan pendamping desa itu pada 22 Januari.
Narasumber itu mempertahankan penjelasannya bahwa usulan agar BUMDes mempunyai kendaraan pribadi pernah disampaikan Merry Uran di kantor desa saat pengangkatan pengurus BUMDes.
Usulan itu, kata dia, disampaikan Merry di depannya dan ketua BUMDes.
“BUMDes nanti harus punya kendaraan pribadi seperti mobil dan motor. Lihat desa-desa lain, BUMDesnya punya mobil sendiri,” ungkapnya menirukan ucapan Merry.
Ia mengatakan “mungkin Merry tidak ingat pernyataan itu karena diucapkan saat awal-awal pembentukan pengurus BUMDes.”
Tetapi, kata dia, “ingatan saya cukup kuat untuk menyimpan pernyataan seorang pejabat termasuk pendamping desa.”
“Saya masih mengingat dengan jelas pernyataan itu. Waktu itu, saya berbisik dengan ketua. Kami bilang begini ‘pendamping desa ini terlalu wah’, suka mengawang-awang,” ungkapnya.
Seorang sumber lain bercerita dalam suatu rapat di kantor desa, antara 27 dan 28 November 2023, ia sempat berdebat dengan Merry terkait pengelolaan BUMDes.
Merry, kata dia, mengusulkan agar pemerintah desa melakukan penyertaan modal Rp30 juta kepada BUMDes untuk 2024.
“Agar uang itu cair, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa bilang harus terdaftar di Kementerian [Desa],” katanya menirukan ucapan Merry.
Mendengar pernyataan itu, kata dia, ia tegas mengatakan “mau terdaftar atau tidak, kita coba dulu memperkuat BUMDes dengan Perdes,” merujuk pada Peraturan Desa.
Alih-alih langsung melakukan penyertaan modal, kata dia, terlebih dahulu “kita bahas rancangan Perdes” dan “saya sudah siap membahas itu karena mempunyai formatnya.
Floresa menghubungi Merry pada 22 Januari petang, mengonfirmasi pernyataan narasumber tersebut yang bertahan pada pengakuannya.
Merry berkata lewat pesan WhatsApp, “siapa narasumber itu supaya saya juga tuntut balik karena sudah cemarkan nama baik kami pendamping.”
“Saya tidak bodoh untuk mengusulkan hal seperti itu karena saya tahu bahwa ada pendamping desa,” katanya.
Merry menjelaskan Yosh merupakan Pendamping Desa [PD], sedangkan ia adalah Pendamping Lokal Desa [PLD].
PD dan PLD sama-sama merupakan Tenaga Pendamping Profesional yang direkturnya adalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Sementara PD berkedudukan dan berwilayah kerja di kecamatan, PLD berkedudukan dan berwilayah kerja di desa.
Merry mengklaim “waktu pengangkatan pengurus BUMDes, saya tidak hadir bersama teman-teman.”
“Saya masih ingat sekali bahwa saya tidak ada [hadir],” ungkapnya.
Apa yang Diungkap dalam Laporan Floresa?
Pengakuan narasumber terkait usulan pengadaan kendaraan itu hanyalah salah satu poin dari laporan Floresa, yang fokus pada tata kelola tarup atau yang biasa dikenal sebagai terop, bidang usaha BUMDes Desa Golo Lobos.
Laporan itu mengungkap pengakuan warga, termasuk pengurus BUMDes terkait campur tangan pemerintah desa, sehingga keberadaan pengurus seolah sebagai pajangan.
Terop itu dibeli pada saat masa pemerintahan Kepala Desa Aloysius Darung.
Sejak awal, terop itu ditempatkan di rumah Sekretaris Desa, Daniel Tam.
Pada 2019, saat terjadi pergantian kepemimpinan desa, di mana Daniel tak lagi menjabat sekretaris desa, Nikolaus Nengko, kepala desa baru, menunjuk Kepala Urusan Pemerintahan, Karolus Panding sebagai penerima setoran sewa terop.
Sejak saat itu “kami tak tahu uang itu ke mana perginya,” kata Blasius Okar, warga yang pernah mengurus terop.
“Warga tak pernah diundang ikut rapat pelaporan keuangan terop,” katanya.
Ketika pada 2022, pemerintah desa merekrut pengurus baru BUMDes, seorang pengurusnya diduga terpilih lantaran “faktor kedekatan dengan Panding, bukan karena kompetensinya.”
Selain itu, ia juga menyoroti pengangkatan pengurus tanpa pernah diberi tahu “tugas pokok dan fungsinya.”
Blasius mengaku sekarang pengelolaan terop itu “tidak jelas,” padahal banyak warga yang sewa terop itu untuk acara kedukaan, kenduri, pesta nikah, maupun pesta sekolah.”
Prosedur sewa kian tak keruan ketika yang pinjam adalah aparatur desa.
Floresa telah meminta klarifikasi Panding, namun ia hanya berkata “silakan tuding, yang terpenting mereka punya data akurat.”
Ketika Floresa menunjukkan sejumlah data yang diperoleh dari warga, ia merespons, “kalau ada waktu, datang ke rumah saya. Bawa orang yang laporkan saya.”
Saat Floresa kembali meminta klarifikasinya, ia menjawab diawali kalimat yang menunjukkan sedang tertawa: “Mending tidur. Hanya habiskan pulsa.”
Editor: Anastasia Ika