Masa Jabatan akan Kembali ke Aturan Orde Baru, Kepala Desa di Flores Sebut Cukup Waktu untuk Jalankan Program 

Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyepakati masa jabatan kepala desa selama 8 tahun, sama dengan ketentuan lama di era Orde Baru

Baca Juga

Floresa.co – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] menyepakati masa jabatan kepala desa selama delapan tahun dan dapat menjabat paling banyak dua kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Keputusan ini merupakan jalan tengah untuk mengakomodasi kepentingan perangkat desa yang hendak maju sebagai calon kepala desa, sekaligus mencegah calon kepala daerah petahana menunjuk pejabat sementara kepala desa sesuai kepentingannya.

Proses revisi kedua atas UU Nomor 6 tahun 2014 itu sudah melewati Pembahasan Tingkat I di Badan Legislasi [Baleg] DPR RI, yang juga melibatkan pemerintah, diwakili Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian.

Artinya, selangkah lagi RUU inisiatif DPR ini masuk ke Rapat Paripurna DPR RI [Persetujuan Tingkat II], untuk kemudian disahkan menjadi UU.

Baleg DPR dan pemerintah telah menggelar Rapat Pembahasan Persetujuan Tingkat I pada 5 Februari.

“Salah satu poin krusial adalah masa jabatan kepala desa adalah delapan tahun maksimal dua periode,” ujar Ketua Panitia Kerja RUU Desa sekaligus Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi pada 6 Februari.

Pertimbangan Pemerintah

Dalam UU Desa Nomor 6 tahun 2014, masa jabatan kepala desa adalah enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.

Pasal 39 UU itu juga mengatur seorang kepala desa dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Dalam draf revisi yang diusulkan oleh DPR pada Juli 2023, mereka mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan dapat dipilih kembali untuk periode kedua.

Menteri Tito dalam rapat bersama Baleg pada 5 Februari – sebelum Rapat Pembahasan Persetujuan Tingkat I – menyampaikan soal masa jabatan kepala desa ini.

Pada prinsipnya, kata dia, pemerintah sama dengan usulan DPR  yaitu maksimal 18 tahun. 

Bedanya, bila DPR mengusulkan formula 9×2 [satu periode 9 tahun dan dapat dipilih kembali pada periode kedua],  Pemerintah lebih memilih formula 6×3 atau enam tahun untuk satu periode dan dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan. 

Hanya saja, jelas Tito, bila formula 6×3 ini digunakan atau sama dengan ketentuan di UU Nomor 4 tahun 2014 yang berlaku saat ini, akan berdampak pada 7.000 orang kepala desa yang masa jabatannya berakhir pada Februari tahun ini.  

Karena itu, para kepala desa yang masa jabatannya berakhir itu kemudian mengusulkan ke pemerintah agar mengikuti formula 9×2, sebagaimana usulan DPR.

Tetapi di sisi lain, perangkat desa menghendaki agar tetap menggunakan formula 6×3. Dengan formula ini, terbuka jalan bagi para perangkat desa untuk maju sebagai calon kepala desa.

Masalahnya, menurut Tito, karena pada Februari ini ada Pemilu, pemilihan kepala desa pun tidak bisa dilakukan. Karena itu, mau tidak mau diangkat pejabat sementara yang ditunjuk oleh bupati. 

Ia mengatakan penunjukkan penjabat ini dikhawatirkan akan dipolitisasi oleh bupati, terlebih bila bupati petahana maju dalam Pilkada akhir November 2024, yang tahapannya dimulai Mei 2024.

“Otomatis akan menguntungkan partai tertentu. Tiap-tiap daerah beda-beda [partai yang berkuasa],” ujar Tito.

Karena itulah, menurut dia, berbagai asosiasi pemerintahan desa yang berdialog dengan Kementerian Dalam Negeri, mengusulkan jalan tengah yaitu masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun dan dapat menjabat paling banyak dua kali masa jabatan.

“Jadi, kembali kepada mekanisme yang dulu yaitu delapan tahun, tetapi kali dua,” ujar Tito.

Respons Kepala Desa

Marten Don, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia [Apdesi] Kabupaten Manggarai mengatakan sebenarnya ketentuan masa jabatan delapan tahun ini bukan hal baru. 

Marten yang juga merupakan Kepala Desa Mata Wae, Kecamatan Satar Mese Utara mengatakan UU Nomor 19 tahun 1965 tentang Desapraja mengatur masa jabatan kepala desa adalah paling lama delapan tahun, tanpa ada ketentuan soal dapat dipilih kembali.

Selanjutnya, UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mengatur masa jabatan kepala desa adalah delapan tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

“Diharapkan masa jabatan delapan tahun ini bisa menjadi waktu yang cukup bagi para kepala desa menjalankan tugasnya dengan baik sesuai yang diharapkan, serta mampu mewujudkan visi-misi,” ujar Marten kepada Floresa pada 8 Februari.

Masa jabatan delapan tahun, tambah Marten juga merupakan waktu yang cukup bagi kepala desa terpilih melakukan rekonsiliasi antarwarga desa yang berbeda pilihan selama proses pemilihan kepala desa.

Inovensius Abin, Kepala Desa Pong La’o, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai menyambut baik rencana perubahan masa jabatan kepala desa ini. 

Periode jabatan yang lebih lama, menurutnya, memungkinkan seorang kepala desa terpilih menyelesaikan semua program kerjanya. 

“Secara pribadi,  saya tidak boleh menipu bahwa saya senang jika wacana ini terlaksana,” katanya kepada Floresa pada 8 Februari.

“Sebab, banyak hal yang mau kita lakukan di desa, tetapi karena dibatasi anggaran dan waktu, jadi kesannya tidak bisa diselesaikan semua,” tambahnya.

Meski demikian, Abin juga menyadari waktu delapan tahun untuk satu masa jabatan itu, terbilang “kelamaan”.

“Nanti takutnya susah move on dari jabatan sebagai kepala desa,” ujarnya.

Editor: Peter Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini