Janji Batal Mutasi Jadi Alasan Mantan Kepala Sekolah di Manggarai Melunak Usai Lakukan Protes dengan Mengunci Ruang Kelas

Ia menyatakan akan kembali mengunci ruang kelas apabila bupati memutasinya ke lokasi yang jauh dari sekolah tempatnya bertugas saat ini

Baca Juga

Floresa.co – Seorang mantan kepala sekolah di Kabupaten Manggarai memutuskan membuka kunci semua ruang kelas setelah didatangi oleh kepala dinas yang berjanji tidak akan memutasinya ke lokasi yang jauh.

Alfons Tanggur, mantan Kepala Sekolah SMP Negeri 6 di Kecamatan Ruteng itu membuka kunci semua ruang kelas pada 23 Maret, sehari setelah aksinya yang  membuat peserta didik batal mengikuti ujian.

Alfons berkata kepada Floresa, ia melunak usai Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olarga [PPO], Wensislaus Sedan mendatangi kediamannya pada 22 Maret malam. 

Wensislaus, katanya, datang bersama beberapa stafnya.

Membuka pembicaraan dengan adat Manggarai ‘kepok’ sembari membawa sebotol bir, Wensislaus memohon ‘nai ngalis tuka ngengga’ atau kebesaran hatinya untuk membuka ruang kelas, kata Alfons.

“Saya kaget juga. Saya bilang, kepok dalam konteks apa? Akhirnya mereka omong, minta saya untuk membuka segel ruang kelas,” katanya.

Menurut Alfons, saat itu Wensislaus bercerita bahwa kedatangan mereka atas “perintah bupati,” merujuk pada Herybertus GL Nabit.

Merespons permintaan itu, ia mengaku bersedia membuka kunci ruang kelas.

Namun, katanya, ia juga menyampaikan satu syarat.

“Saya bilang, saya buka segel ruangan, tetapi saya tidak boleh dimutasi,” ujar Alfons.

Menurutnya, permintaannya dipenuhi Wenseslaus.

“Akhirnya ruang kelas yang sudah saya segel dibuka kembali,” ujarnya.

Alfons berkata apabila tetap dimutasi, ia akan mengulangi aksinya.

Kesepakatan dengan Kadis PPO pada 22 Maret malam itu, tambah dia, memang disampaikan secara lisan. 

Namun, katanya, ia meyakini kesepakatan itu adalah sumpah dengan tata cara adat.

“Kalau tetap pada kewenangan bupati saya tetap dimutasi, maka saya akan blokir lagi itu sekolah,” ujarnya.

Ia mengaku tidak mempersoalkan pergantiannya sebagai kepala sekolah.

Yang dia permasalahkan, katanya, adalah mutasi ke  SMP Negeri Kajong di Kecamatan Reok Barat.

“Pada prinsipnya, pergantian kepala sekolah itu adalah kewenangan bupati, tetapi tidak segegabah itu,” katanya.

“Saya bukan haus jabatan. Kalau jabatan saya bisa tanggalkan,” tambahnya.

Menegaskan soal tidak haus jabatan, Alfons mengklaim pernah mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai kepala sekolah pada awal 2023. 

Namun, katanya, saat itu Dinas PPO menolak karena tidak menemukan alasan yang kuat.

“Mereka bilang saat itu kecuali ada masalah baru bisa minta turun dari jabatan,” katanya.

Karena itu, menurutnya, ia pun tidak keberatan ketika saat ini posisinya diganti.

“Namun, untuk mutasi, saya tidak bisa. Saya tanam kaki di lokasi. Apapun yang terjadi,” katanya.

Keterangan terbaru Alfons berbeda dengan yang dia sampaikan ke Floresa pada 22 Maret. 

Saat itu, ia berkata alasan mengunci ruang kelas adalah karena tidak menerima pencopotannya sebagai kepala sekolah, sementara beberapa kepala sekolah lainnya yang berstatus pelaksana tugas masih dipertahankan.

Untuk kebijakan mutasi ke Reok Barat, Alfons berkata saat itu, ia tidak keberatan.

Dinas: Belum ada Keputusan Soal Mutasi

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas PPO, Wensislaus Sedan berkata mutasi Alfons ke Reok Barat hanya spekulasi karena saat ini belum ada Surat Keputusan [SK].

“Setelah mendapat SK, baru tahu di mana dia [bertugas],” katanya, apakah “beliau jadi mutasi atau tidak.”

Wensislaus mengakui mendatangi kediaman Alfons, namun tidak mengungkapkan rinci isi pembicaraan.

“Poin kita, apapun diskusi antara kita, apapun diskusi antara pejabat atau siapapun, anak-anak tidak boleh dikorbankan,” katanya.

Ia berkata mendapatkan pendidikan adalah hak konstitusional anak dan karena itu saat ruang kelas dikunci, Dinas PPO berupaya menyelesaikan sumber masalahnya.

“Kalau masih bisa diselesaikan di antara kita, ya sudah,” katanya.

Ia juga menjelaskan ada janji bagi semua Aparatur Sipil Negara untuk “siap dimutasi kemana pun di seluruh republik ini.”

Wensislaus mengkonfirmasi adanya permintaan Alfons untuk tidak dimutasi.

Namun, kata dia, permintaan itu tidak langsung diakomodasi pada 22 Maret malam.

“Permintaan beliau memang benar, disampaikan kepada saya saat saya ke rumahnya,” katanya.

Namun, jelasnya, pihaknya akan tetap “melalui proses administrasi yang benar.”

“Kita tidak serta merta mengakomodasi,” katanya.

Alfons mengunci semua ruang kelas SMP Negeri 6 pada 22 Maret sejak pukul 08.00 Wita hingga jam sekolah berakhir.

Hal itu membuat peserta didik kelas IX batal mengikuti ujian semester 6, demikian juga kelas VII dan VII yang seharusnya mengikuti ujian tengah semester hari keempat.

Ia menolak permintaan kepala sekolah yang baru, Heri Sebatu, dan para guru untuk membatalkan aksinya.

Selama hari ini, para siswa akhirnya bertahan di ruang kelas.

Heri dilantik pada 21 Maret bersama sejumlah Kepala Sekolah lainnya, mulai dari tingkat TK/PAUD sampai SMP dan pengawas tingkat TK sampai SMP di lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini