ReportasePeristiwaSidak Berujung Pembongkaran Dermaga oleh Resor di Perairan Labuan Bajo, Pemerintah Daerah Tegaskan Pantai Milik Publik, Bukan Privat

Sidak Berujung Pembongkaran Dermaga oleh Resor di Perairan Labuan Bajo, Pemerintah Daerah Tegaskan Pantai Milik Publik, Bukan Privat

Kepala dinas mengklaim daerah kehilangan pendapatan karena dugaan praktik manipulasi yang menguntungkan sebagian pihak, termasuk pungli

Floresa.co – Sebuah resor di perairan Labuan Bajo akhirnya membongkar dermaga yang baru-baru ini menjadi salah satu sasaran sidak oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat karena melakukan pungutan liar atau pungli.

Dermaga di Pulau Kanawa itu dibongkar pekan ini, usai Kepala Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan, Stefanus Jemsifori melakukan sidak pada 8 dan 9 Agustus.

Kepada Floresa, ia berkata, pihaknya mempunyai “kewenangan untuk mengawasi aktivitas kepariwisataan di wilayah perairan di luar kawasan Taman Nasional [TN] Komodo dan berhak menarik retribusi snorkeling dan diving.”

Beberapa pulau yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, katanya, adalah  Kanawa, Kelor, Bidadari, Seraya Besar, Sebayur, Sabolo, dan Pulau Burung.

Hal itu, katanya, merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. 

Dalam peraturan itu, tiket snorkeling untuk wisatawan domestik adalah Rp20 ribu sedangkan untuk wisatawan mancanegara Rp50 ribu. 

Sementara itu tiket diving untuk wisatawan domestik adalah Rp50 ribu sedangkan untuk wisatawan mancanegara Rp100 ribu.

Selain itu tarif retribusi masuk ke destinasi wisata untuk wisatawan domestik adalah Rp20 ribu dan Rp50 ribu untuk wisatawan mancanegara. 

“Jadi, jika wisatawan datang ke tempat wisata, lalu snorkeling, maka mereka akan membayar retribusi masuk lokasi dan retribusi snorkeling,” kata Stefanus pada 12 Agustus.

Stefanus mengatakan keputusan melakukan sidak berangkat dari pengamatannya terhadap aktivitas di Pelabuhan Waterfront Marina Labuan Bajo di mana “jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat tidak berbanding lurus dengan Pendapatan Asli Daerah pada sektor snorkeling dan diving.” 

Karena itu, pada 6 Agustus ia membentuk Tim Khusus yang merupakan gabungan dari Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif, dan Kebudayaan, TNI Angkatan Laut, Satuan Pam Obvit Kepolisian Resor Manggarai Barat, Dinas Perhubungan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Ia berkata, sidak yang berawal pada 8 Agustus itu dimulai dari kantor KSOP karena “dua orang juru pungut kami berkantor di sana.”

Pemerintah daerah telah bekerja sama dengan KSOP dengan harapan “sebelum memberikan izin berlayar untuk kapal wisata, institusi itu mengarahkan para agen untuk membeli tiket snorkeling dan diving.”

Namun fakta yang terjadi di lapangan adalah “tidak ada satu pun agen atau siapapun yang mengurus clearance membeli tiket snorkeling dan diving.” 

“Selama dua hari melakukan sidak, kami mendapat Rp36,5 juta hanya dari tiket snorkeling. Bisa dibayangkan berapa pendapatan daerah yang hilang selama ini,” katanya.

“Kesimpulan saya, KSOP tidak mendukung pemerintah daerah,” tambahnya.

Pantai Itu Milik Publik

Stefanus mengatakan lantaran keterbatasan anggaran, “kami hanya melakukan sidak di dua pulau yakni Kanawa dan Kelor.”

Sebelumnya ia mendapat laporan bahwa pengelola resor memungut biaya di wilayah perairan Kanawa. 

Ia mengaku memegang bukti tiket di mana pengelola resor itu memungut biaya untuk kapal-kapal yang berlabuh di perairan dan tambat di dermaga. 

Pungutan itu bervariasi di mana kapal besar membayar Rp200 ribu dan kapal kecil Rp100 ribu.

Dermaga itu memang milik pengelola resor, tetapi di dalam surat izin pembangunannya, ada poin yang menyebutkan bahwa “fasilitas itu boleh digunakan publik untuk mengakses pantai.” 

“Semua pantai itu tidak privat. Itu milik umum. Wilayah perairan juga milik umum,” katanya. 

Stefanus berkata, ia telah mendesak manajer lapangan resor itu untuk menghentikan pungutan di perairan Kanawa karena “wilayah ini hanya ada dua jenis pungutan yang ditarik oleh pemerintah daerah yaitu retribusi snorkeling dan diving.” 

“Tidak ada pungutan lain di luar itu. Kalau ada pungutan lain, berarti itu pungutan liar. Pantai itu jangan dipungut [biaya],” katanya.

Stefanus juga menyarankan agar perusahaan menyediakan “kotak amal” untuk perawatan dermaga dan kebersihan pantai, alih-alih melakukan pungutan liar.

Menurutnya, jika dermaga itu terawat dengan baik dan pantainya bersih, maka para pengunjung secara sukarela akan memberikan sumbangan di kotak amal itu.

“Dua hari setelah sidak itu, saya mendapat informasi bahwa mereka [pengelola resor] sudah membongkar dermaga itu” katanya.

Stefanus mengaku telah melaporkan hasil sidak itu kepada Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi dan kepada DPRD saat menggelar rapat pada 12 Agustus.

Dalam rapat itu ia mengusulkan agar pemerintah daerah segera membangun mooring buoys di Pulau Kanawa “supaya ada tambatan-tambatan kapal.” 

Usulan pembangunan mooring buoys, katanya, mesti segera disikapi karena Pulau Kanawa menjadi salah satu titik favorit untuk snorkeling, terutama bagi wisatawan mancanegara.

“Kalau kita tidak siapkan fasilitas untuk tambatan kapal, kita akan rugi besar. Pendapatan daerah ada di situ,” katanya.

“Kalaupun mereka membayar untuk tambatan kapal, mereka membayar ke pemerintah daerah. Mungkin tidak sebesar yang ditetapkan pengelola resor. Mungkin seperti di tempat lain-lain yang hanya bayar Rp50 ribu,” tambahnya.

Stefanus mengatakan sidak yang ia lakukan bersama tim gabungan bertujuan untuk “menjaga citra pariwisata” supaya “tidak ada cerita buruk di luar.”

Pemerintah daerah, katanya, hendak mewujudkan aktivitas kepariwisataan yang nyaman, “bukan hanya untuk tamu, tetapi juga untuk warga lokal.”

“Selama ini, pelaku wisata mengeluh karena harus membayar sampai Rp200 ribu untuk tambat kapal,” katanya,

Namun, “mereka tidak tahu siapa yang bisa mengatasi ini.” 

“Suka tidak suka, tapi karena ada tamu di atas kapal, mereka akhirnya bayar saja,” tambahnya.

Stefanus mengatakan dalam rapat bersama DPRD, ia juga meminta dukungan anggaran untuk melakukan sidak lagi dengan melibatkan “tim lengkap, termasuk media massa.”

Jika melakukan sidak lagi, “saya tidak peduli dengan pemilik hotel dan resor yang berupaya melakukan privatisasi pantai.”

“Saya ikut tupoksi saja. Kalau ada pihak yang tidak suka dengan saya, silakan. Saya akan berusaha mengakomodir keluhan-keluhan warga,” katanya.

Editor: Ryan Dagur

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA