‘Bukan Makan Bergizi tetapi Pendidikan Gratis,’ Tuntutan Mahasiswa di Mimbar Bebas Kupang

Mahasiswa menilai negara kian memiskinkan warga “yang sudah miskin karena pengerukan sumber daya alam”

Floresa. co – Sejumlah mahasiswa di Kupang, ibu kota NTT menggelar mimbar bebas pada 19 Februari, merespons kebijakan pemangkasan anggaran oleh pemerintah yang berdampak pada kenaikan biaya pendidikan. 

Mahasiswa tersebut berasal dari beberapa organisasi skala daerah dan nasional, yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa Menolak Pemotongan Anggaran [GEMMPA].

Dalam kegiatan orasi sehari yang berlangsung di pelataran Kantor DPRD Provinsi NTT itu, mereka menuntut segera bertemu pimpinan DPRD guna menyampaikan langsung aspirasinya. 

Saferinus Sangkut, koordinator lapangan aksi berkata gerakan mereka bertujuan mendesak pemerintah provinsi dan DPRD membatalkan pemangkasan anggaran yang berdampak pada kenaikan uang kuliah tunggal perguruan tinggi negeri dan swasta.

Terlebih lagi, katanya kepada Floresa pada 19 Februari, penghematan anggaran menuai protes keras dari pelajar, akademisi, dan pegawai negeri yang terdampak langsung di pelbagai wilayah.

Resonansi “menggambarkan tuntutan akan transparansi serta kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan rakyat.” 

Massa aksi dari Aliansi Gerakan Mahasiswa Menolak Pemotongan Anggaran [GEMMPA] saat berdemonstrasi di depan Kantor Gubernur NTT. (Dokumentasi Floresa)

“Cabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025’

“Kita hadir disini karena melihat bagaimana negara tidak berpihak pada kita!” seru Ilan Kartika, salah satu orator aksi.

Dalam orasinya, Ilan mengatakan pemangkasan anggaran melalui Instruksi Presiden [Inpres] Nomor 1 Tahun 2025 tidak hanya berdampak pada sejumlah kementerian maupun lembaga. Lebih dari itu, mahasiswa pun terkena imbasnya.

Kebijakan itu mengatur tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

Menurut Ilan, pemangkasan anggaran bertentangan dengan “amanat konstitusi yang menjamin sektor pendidikan harus dijalankan oleh negara.”

Pemangkasan “memicu banyak mahasiswa yang selama ini tidak merasakan akses pendidikan semakin jauh panggang dari api.”

“Inpres ini terbukti melanggar hak-hak mahasiswa dan masyarakat kecil,” katanya.

“Alih-alih mewujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat, negara hanya mementingkan proyek-proyek strategis nasional yang kontraproduktif terhadap rakyat,” kata Syahrul Sukwan, orator aksi dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria.

Ia berkata, alih-alih menuntaskan masalah kemiskinan, negara justru memangkas anggaran di sektor pendidikan, hal yang membuat “kaum tani dan buruh di pedesaan semakin dimiskinkan secara struktural.”

“Kita sudah dimiskinkan akibat pengerukan sumber daya alam, dan kian dimiskinkan dari sisi sumber daya manusia,” katanya. 

DPRD NTT Absen di Tengah Tuntutan Massa

“Jika DPRD tidak menemui kita untuk beraudiensi, maka mereka bukan perwakilan rakyat,” kata Saferinus Sangkut.

Pantauan Floresa, massa aksi berpindah ke kantor DPRD untuk beraudiensi.

Mendengar kabar para anggota DPRD tidak berada di kantor, massa aksi mengutus beberapa orang masuk untuk memeriksa secara langsung ruangan komisi V.

Luki Aliando, Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat DPRD Provinsi NTT, menyebut “mereka [massa aksi] datang mau bertemu DPRD.” 

Berbicara kepada Floresa usai aksi, ia mengatakan, “anggota DPRD tidak bisa ditemui karena sesuai dengan jadwal, mereka sedang berada di Jakarta,” mengklaim melakukan konsultasi bidang tugas setiap komisi.

Terkait Komisi V yang membidangi pendidikan, Luki berkata “mereka diagendakan untuk bertemu dengan Kementerian Pendidikan.”

Editor: Anno Susabun

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

spot_img

BACA JUGA

BANYAK DIBACA