Floresa.co – Para pelaku wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat masih melanjutkan aksi mogok pada hari kedua, Selasa, 2 Agustus, yang membuat pemerintah akhirnya mengerahkan kendaraan dinas di beberapa instansi untuk mengangkut wisatawan.
Di sisi lain, upaya para pelaku wisata melakukan aksi damai untuk menyuarakan protes kepada pemerintah dilarang aparat, dengan dalih bahwa aksi mereka tidak diizinkan karena mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.
Hingga sore ini, masih terdapat tiga pelaku wisata yang ditahan di Polres Mabar, sejak ditangkap kemarin. Salah satunya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, desakan agar polisi segera membebaskan mereka kini menguat, yang disampaikan oleh berbagai pihak, termasuk oleh anggota DPR RI.
Itu adalah ringkasan dari beberapa informasi terkini yang dihimpun Floresa.co dari aksi mogok pelaku wisata yang direncanakan akan berlangsung selama bulan ini. Aksi mogok ini adalah bentuk protes terhadap apa yang mereka sebut sebagai komersialisasi dan monopoli bisnis di kawasan Taman Nasional Komodo [TNK]. Ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan secara drastis harga tiket ke Pulau Komodo dan Pulau Padar di kawasan TNK dari sebelumnya 150 ribu rupiah menjadi 3,75 juta rupiah.
Mobil dinas angkut wisatawan
Sejumlah foto yang memperlihatkan mobil-mobil dinas pemerintah mengakut wisatawan asing menjadi viral hari ini di media sosial.
Dalam foto-foto itu, tampak para turis duduk di bagian belakang mobil kap terbuka, milik sejumlah intansi pemerintah.
Pius Baut, Kepala Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Mabar mengataan, pengerahan kendaraan dinas ini dilakukan untuk membantu melayani antar-jemput wisatawan dari Bandar Udara Komodo menuju hotel, dan sebaliknya.
“Ini untuk kendaraan dinas yang tidak sedang digunakan oleh dinas tersebut,” katanya kepada Tajuk Flores.
Sebelumnya, pada Senin, 1 Agustus, hari pertama aksi mogok para pelaku wisata, wisatawan diangkut oleh kendaraan angkutan umum, yang sebagian dikendarai aparat kepolisian.
Aksi damai dilarang
Sementara itu upaya sejumlah elemen melakukan aksi damai hari ini dilarang oleh aparat.
Dalam sebuah video yang diperoleh Floresa.co, aparat Brimob tampak berdebat dengan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Mabar yang melarang mereka melakukan aksi.
Semula mereka memulai aksi dari Pasar Baru, yang dikawal dengan baik oleh Polisi Lalu Lintas. Namun, saat tiba di Lancang mereka dicegat oleh Brimob, yang membuat rencana aksi mereka lewat rute dari Sernaru, Lancang, sampai ke kantor DPRD Mabar berhenti.
KNPI sebelumnya mempublikasi sebuah surat pemberitahuan aksi ke polisi, yang mereka sebut untuk menyampaikan protes terhadap masalah kenaikan tiket ke TNK dan penangkapan para pelaku wisata.
Namun, Brimob yang berdebat dengan mereka meminta mereka bubar, mengklaim bahwa aksi mereka mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Argumentasi KNPI bahwa mereka hanya perlu memberikan surat pemberitahuan kepada polisi dan bukannya meminta izin, tidak diindahkan.
Tiga masih ditahan, satu sudah tersangka
Sementara sebagian besar pelaku wisata sudah dibebaskan, tiga orang yang masih ditahan di Polres Mabar.
Sebagian dari yang sudah dibebaskan dilaporkan bersama-sama menyatakan akan beroperasi kembali. Mereka menyampaikan pernyataan dalam sebuah video yang kemudian disebar luas, di mana mereka berdiri di depan kantor Polres Mabar. Mereka menyatakan meminta maaf kepada masyarakat dan berjanji untuk beroperasi kembali.
Kapolres Manggarai Barat, AKBP Felli Hermanto menyatakan dalam konferensi pers Selasa sore bahwa salah satu yang ditahan, berinsial RTD sudah ditetapkan sebagai tersangka, sementara dua lainnya, berinisial ER dan L masih sebagai saksi.
Ia menegaskan, penyidik menerapkan UU Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 14, tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 336 ayat (1) dan (2) KUHP tentang kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang, dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun.
Desakan pembebasan para pelaku wisata
Sementara itu, sejumlah pihak telah menyatakan keprihatinan terhadap situasi di Labuan Bajo yang terus mencekam, termasuk aksi represif aparat terhadap pelaku wisata.
Dua organisasi mahasiswa, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia [GMNI] mendesak Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo memecat Kapolda NTT dan Kapolres Mabar yang dianggap “mempermalukan institusi Polri” karena telah membiarkan anggota mereka melakukan aksi represif.
Mereka juga menyatakan tindakan represif dan penangkapan terhadap pegiat wisata itu adalah “bentuk pembungkaman terhadap kebebesan berekspresi yang sudah dilindungi oleh UU.”
“Apalagi aksi protes yang mereka lakukan hanya berupa aksi simpatik dengan cara memungut sampah plastik di sepanjang jalan yang mereka lalui,” kata mereka.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman mengimbau kepada aparat kepolisian supaya tidak menggunakan cara kekerasan dalam menghadapi para demonstran.
“Demonstrasi itu hak menyatakan pendapat yg dijamin UUD’45 & UU Negara. Jika masyarakat Labuan Bajo berdemonstrasi meminta penjelasan/menolak kenaikan tarif masuk TNK, janganlah dihadapi dgn kekerasan. Mohon mereka yg ditahan segera dibebaskan,” demikian cuit Benny di Twitter.
Sejauh ini, 24 pengacara sudah menyatakan secara sukarela mendampingi para pelaku wisata yang menghadapi proses hukum.
Gubernur NTT: Belum ada aturan sebagai payung hukum kenaikan harga tiket
Sementara pemerintah sudah menetapkan bahwa 1 Agustus merupakan hari pertama implementasi kenaikan harga tiket ke TNK, Gubernur NTT, Viktor Buntilu Laiskodat menyampaikan pernyataan mengejutkan bahwa belum ada aturan yang menjadi payung hukum implementasi aturan itu.
“Memang saat ini belum ada Perda yang mengatur tentang penetapan tarif masuk Pulau Komodo. Pemerintah Provinsi NTT tentu segera menetapkan Perda sebagai payung hukum dalam penetapan tarif baru masuk ke Komodo,” ujar Laiskodat di Kupang, Senin, 1 Agustus 2022.
Kendati demikian, Laiskodat memastikan bahwa pihaknya akan segera menetapkan regulasi terkait hal tersebut dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
“Sosialisasi dan evakuasi tetap berjalan dan penggodokan Perda juga tetap dilakukan sambil pembenahan. Tidak lama lagi sudah ada Perda-nya,” tutur Laiskodat.
Belum jelas, apa yang dimaksudnya dengan evakuasi dalam pernyataannnya; apakah yang dimaksud adalah evakuasi warga dari Pulau Komodo, rencana yang pernah disampaikan beberapa tahun lalu, namun batal karena ditentang keras warga.
Menteri Sandiaga Uno beri himbauan di media sosial
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno meminta pelaku wisata untuk tidak melakukan mogok, mengajak mereka “tetap utamakan dialog secara transparan, terbuka, dengan hati yang sejuk dengan pikiran yang tenang.”
“Mari sama-sama kita duduk bersama cari solusi, kita membuka ruang itu dan kita akan pastikan tidak akan ada efek-efek negatif,” katanya.
Ia juga menyatakan menugaskan Vinsensius Jemadu Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur dan juga Dirut dari Badan Pengelola Otorita Labuan Bajo Flores Shana Fatina untuk berdialog dengan pelaku wisata.
Namun, pernyataannnya disambut dengan sentiment negatif.
Akun @rikardrahmat menulis “Pak @Saindiuno, yang terjadi di L Bajo, pemerintah pakai dalih konservasi, itu pun tidak masuk akal, padahal sebenarnya mau invasi investasi ke TNK. Jangan tipu masyarakat…”
Sejalan dengan itu, akun @kawanbaikkomodo yang memposting daftar perusahaan-perusahaan yang diberi izin untuk membuka resort dan jasa wisata di dalam kawasan konservasi meminta Menparekraf untuk menjelaskan kaitan antara klaim konservasi dengan keberadaan perusahaan-perusahaan itu.
Akun kolektif pegiat lingkuan itu juga mengkritisi Menteri yang tidak mengambil langkah konkret dan cepat.
“Situasi sudah genting, menterinya hanya bikin himbauan. Mengaku siap berdialog, tp dlm pembicaraanya membela kebijakan yg dikritik warga. Tdk ada langkah konkret dialognya kapan dan di mana. Di lapangan warga diperlakukan dgn kekerasan aparat” tulis @kawanbaikkomodo.
FLORESA