Floresa.co – Warga di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai memprotes pengerjaan proyek drainase yang mulai rusak selagi masih dikerjakan.
Proyek rehabilitasi drainase di Kelurahan Bangka Nekang, Kecamatan Langke Rembong tersebut dikerjakan oleh sebuah CV yang pemiliknya berdomisili di Kecamatan Cibal.
Dengan anggaran Rp199.996.000 yang bersumber Dana Alokasi Umum Specific Grant, pengerjaan proyek itu berjangka waktu 40 hari yang dihitung sejak penandatanganan kontrak pada 18 November, demikian informasi pada papan proyek.
VL, seorang warga Wae Palo, Kelurahan Bangka Nekang yang tak ingin disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengaku menemukan sejumlah kejanggalan sejak proyek itu mulai dikerjakan pada pertengahan November.
Kejanggalan itu termasuk “lantai drainase yang sangat tipis,” hanya 10 sentimeter dari ketebalan ideal 20 sentimeter. Selain itu, lantainya “tidak dilengkapi acian,”
Acian merupakan proses penyelesaian [finishing] menggunakan campuran semen dan air yang dilakukan setelah plesteran untuk menghaluskan pori-pori dinding beton.
“Kalau ketebalannya tidak maksimal, apakah mereka [kontraktor] sanggup bongkar keseluruhan drainase itu?,” kata VL yang mengaku pernah menjadi kontraktor selama 30-an tahun.
VL, yang mengaku memantau sejak awal pengerjaan proyek tersebut berkata, campuran yang dipakai untuk drainase tersebut tidak berkualitas, “terbukti dari dinding dan lantai yang keropos, bahkan baru dua pekan setelah dikerjakan.”
“Drainase ini kan kami yang pakai. Kalau pengerjaannya tidak betul, apa kami diamkan saja? Apa artinya fungsi kontrol masyarakat bila kami diam saja?,” katanya kepada Floresa pada 19 Desember.
Pantauan Floresa di lapangan, tampak beberapa tumpukan material hasil galian drainase masih berada di badan jalan.
Sementara itu, sejumlah titik yang sudah dikerjakan tampak tidak dilengkapi acian.
Mengaku kesal sekaligus kecewa dengan pengerjaan itu, ia menantang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR] Kabupaten Manggarai menggali kembali lantai drainase tersebut.
Hal lain yang ia soroti adalah material pengerjaan proyek tersebut dibiarkan bertumpuk dan berserakan di badan jalan, salah satunya di belakang SMP Negeri 2 Langke Rembong yang berada pada jalur pengerjaan drainase.
“Memang sempat dibersihkan oleh pekerja, tetapi hanya di bagian atas SMP saja. Akhirnya banyak lumpur di situ,” katanya.
Padahal, kata dia, jalur tersebut adalah “akses jalan bagi siswa-siswi SMPN 2 Langke Rembong dan SMK Swakarsa Ruteng.”
Ia pun mengadukan sejumlah kejanggalan tersebut dengan mengirimkan beberapa foto kepada Sipri Wongso, Pejabat Pembuat Komitmen.
Lantaran Sipri tidak merespons, ia kemudian mengunggah pengerjaan drainase tersebut ke cerita [story] WhatsApp, hal yang kemudian membuat proyek tersebut disoroti media beberapa hari lalu.
Pengerjaan pada Musim Hujan
Yosep Sardin, pelaksana lapangan berkata, proyek itu terbagi dalam tiga titik.
“Di belakang SMPN 2 Langke Rembong panjangnya 200-an meter, di samping [kantor lama] PLN hampir 300 meter dan di Salon Evi 70 meter,” katanya melalui sambungan telepon kepada Floresa pada 19 Desember.
Ia mengklaim pihaknya akan menyelesaikan pengerjaan drainase tersebut sebelum jatuh tempo pada 28 Desember.
Terkait kerusakan pada beberapa bagian, Sardin berkata hal tersebut “sangat wajar karena dikerjakan dalam kondisi cuaca yang tidak mendukung.”
Ia juga mengklaim telah memperbaiki kerusakan pada beberapa bagian dan kini “masih dalam tahapan finishing.”
Senada dengan Sardin, Sipri Wongso berkata “cuaca yang tidak bersahabat membuat pengerjaan [dengan material] sekuat apapun tetap akan rusak.”
“Memang yang rusak itu masih dalam pelaksanaan kerjanya. Tadi sudah diperbaiki,” katanya kepada Floresa saat sedang mengawasi pengerjaan drainase di samping Salon Evi, Kampung Maumere, Kelurahan Bangka Nekang.
VL mendesak PPK, direksi, dan konsultan agar lebih proaktif mengawasi proyek tersebut, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Ia berkata, “mereka harus datang [ke lokasi]. Jangan hanya menerima jabatan, tetapi harus punya tanggung jawab.”
“Pengerjaan drainase ini belum tentu ada lagi lima tahun mendatang. Kalau alasannya hujan, tidak usah dikerjakan saja. Kenapa berani tanda tangan kontrak kalau akhirnya dikerjakan seperti ini,” katanya.
Praktik Pinjam Bendera
Proyek rehabilitasi drainase perkotaan Jl. Renya Rosari [Salon Evi-Kopkardios] itu dikerjakan oleh CV Bae Putra dengan CV Asa Bhumi Cakra sebagai konsultan pengawas, sesuai tercatat pada papan proyek.
CV Bae Putra dimiliki Yos Gonsaga yang beralamat di Kampung Wotok, Desa Riung, Kecamatan Cibal.
Yos yang dihubungi Floresa pada 19 Oktober mengaku tidak terlibat dalam proyek tersebut karena sudah menyerahkan pengerjaannya kepada orang lain, yang hanya disebut sebagai Baba Andri.
Ia mengklaim Baba Andri meminjam CV-nya untuk mengerjakan proyek tersebut.
Sementara itu, Baba Andri mengaku “tidak punya jabatan apa-apa dalam pengerjaan proyek itu.”
Ia mengklaim “hanya membantu mengurus administrasi ‘pinjam bendera,’” tetapi yang kerja di lapangan adalah orang lain lagi, yaitu Baba Teming, merujuk pada pamannya atau kakak dari ayahnya.
“Jadi, dia [Baba Teming] kontraktornya, cuma pinjam benderanya Yos Gonsaga,” katanya kepada Floresa pada 20 Desember.
Dalam praktik pinjam bendera, pemilik CV atau badan hukum seperti Perseroan Terbatas, hanya mengurusi administrasi dengan pemerintah, sementara pengerjaannya kemudian diserahkan kepada pihak lain sebagai peminjam bendera. Pemilik bendera kemudian mendapat jatah, sesuai kesepakatan keduanya.
Sipri Wongso mengakui proyek itu dikerjakan oleh Baba Teming dengan menggunakan bendera orang lain.
Namun, kata dia, “tenaga kontrak yang berhubungan dengan saya di lapangan adalah Baba Andri.”
“Bila pengerjaannya bermasalah, ya saya kontak si Andri. Karena kami anggap dia sebagai pelaksana di lapangan dari CV Bae Putra itu,” katanya.
Sipri berkata, praktik pinjam bendera seharusnya tidak boleh dilakukan karena jika suatu saat terjadi masalah di lapangan, maka yang akan dimintai pertanggungjawaban adalah pemilik CV.
Ia berkata, “jika pengerjaannya tidak sesuai target atau ada temuan kerugian negara, maka yang diberi sanksi kan pemilik CV.”
“Soal urusan ‘pinjam bendera’, itu tidak ada urusannya dengan kami karena yang [menjalin] hubungan kontrak dengan kami hanya pemilik CV-nya,” katanya.
Floresa meminta tanggapan Bapa Teming pada 20 Desember, namun ia tidak merespons pesan maupun panggilan suara.
Jamak Terjadi
Praktik pinjam bendera banyak terjadi dalam pengerjaan proyek-proyek, terutama proyek fisik, setidaknya di Kabupaten Manggarai.
Salah satu yang sempat ramai dibicarakan adalah dalam proyek lapen di Dusun Ojang, Desa Lante, Kecamatan Reok Barat.
Doni Wangari, kontraktor yang mengerjakan proyek itu meminjam CV Kali Kassa yang pemiliknya berdomisili di Manggarai Timur.
CV ini milik Yohanes ‘Yan’ Jelaut, beralamat di Weri Waso, Kelurahan Mandosawu, Kecamatan Lamba Leda Selatan.
Pada Oktober 2023, warga membongkar kembali susunan batu pendukung lapis penetrasi pada sebuah ruas jalan di wilayah itu karena menilai pengerjaannya oleh kontraktor asal-asalan.
Doni Wangari, dalam catatan Floresa, selain mengerjakan proyek di Ojang, juga meminjam bendera CV Delta Flores dalam proyek Pembangunan Ruang Kelas Baru MTs An Najah di Kecamatan Reok. Direktur CV Delta Flores adalah Deny Nggana.
Pembicaraan tentang proyek dengan anggaran Rp224.000.000 itu mencuat karena Antonius Lontar, pemborong proyek mengaku upahnya senilai Rp18.000.000 tidak dibayar sepenuhnya oleh Doni.
Pada 17 Januari, Antonius baru mendapat sisa upahnya, yang dibayar Denny Nggana.
Antonius berkata, sejak pengerjaan proyek itu ia berkoordinasi dengan Doni Wangari, bukan dengan Denny.
“Doni pula yang pertama kali hubungi saya, menawarkan pekerjaan ini,” kata Antonius.
Denny Nggana juga tidak hanya meminjamkan benderanya dalam proyek itu. Praktik serupa juga ia lakukan dalam pengerjaan proyek “Rehabilitasi/Pemeliharaan Periodik Jalan Dalam Kota Ruteng” pada 2023.
Proyek dengan anggaran Rp2,8 miliar yang bersumber dari pinjaman daerah itu ramai dibahas ketika diprotes warga Langgo, Kelurahan Carep karena kualitasnya.
Mereka membongkar sebagian aspal yang sudah dikerjakan, membuat kontraktor kemudian memperbaikinya lagi.
Dus Pejot, warga kampung Langgo mengatakan tidak pernah melihat Denny dalam proses pengerjaan proyek itu.
Ia berkata kepada Floresa, hanya mengetahui Frans Wangari.
“Hanya dia yang yang selalu kontrol orang kerja di lokasi,” ungkap Dus, yang rumahnya terletak di samping jalan lokasi proyek tersebut.
Sementara itu, Alex Apri Kulas, kontraktor yang mengerjakan proyek lapisan penetrasi peningkatan jalan di Lungar-Mocok-Mbaupuni di Kecamatan Satar Mese dengan anggaran Rp1.000.000.000 itu meminjam bendera CV Dian Jaya milik Fulgenius Almun.
Ia tidak membayar sepenuhnya upah pekerja hingga proyek tersebut sampai ke tahap serah terima sementara pada awal November tahun lalu.
Dalam catatan Floresa, pelaku praktik pinjam pakai bendera yang berujung masalah ini adalah ‘orang dekat’ bupati dan wakil bupati Manggarai.
Alex Apri Kulas adalah salah satu tim sukses Bupati Herybertus G.L. Nabit dan Wakil Bupati Heribertus Ngabut atau H2N pada Pilkada 2020.
Demikian juga halnya keluarga Wangari, bagian dari tim sukses.
Editor: Anno Susabun dan Herry Kabut