Tetap Bisa Nafkahi Keluarga atau Ikut Kebijakan Pemerintah; Dilema Pedagang di Sikka yang Menolak Pindah ke Pasar Wairkoja, Kendati Terus Diusir Pol PP

Para pedagang memilih bertahan di Geliting, pasar lama. Mereka beralasan Pasar Wairkoja sepi dan ada ketidakadilan dalam praktik penertiban

Baca Juga

Floresa.co – Pandangan Mahajia terus mengarah ke berbagai arah. Sesekali ia berdiri, lalu duduk kembali. Ekspresi wajahnya tidak tenang.

Sambil menawarkan dagangannya pada Rabu siang, 15 November, ia terus mengantisipasi jika Polisi Pamong Praja [Pol PP] datang dan mengangkut dagangannya.

“Kalau mereka datang, kami lari ke belakang,” kata Mahajia, perempuan 41 tahun, merujuk bekas Pasar Geliting.

Mahajia yang sehari-hari menjual ikan mengatakan ia dan pedagang lainnya harus kejar-kejaran dengan Pol PP yang sejak bulan lalu rutin patroli melarang mereka berdagang di tempat itu. Mereka diminta pindah ke Pasar Wairkoja.

Pasar yang baru dibangun pemerintah, berjarak 500 meter dari Geliting.

Situasi Pasar Wairkoja yang sepi dan jauh dari jalan utama membuat para pedagang enggan pindah ke sana.

“Awalnya saya juga jualan di sana, tetapi karena jualan saya tidak laku, saya pulang lagi ke sini,” kata Mahajia.

Di sisi lain, ia beralasan, Pol PP tidak berlaku adil karena banyak lapak yang dibuka tanpa izin di Geliting yang tidak ditertibkan.

“Ada yang punya rumah di pinggir jalan dan mereka seenaknya langsung jualan sayur, ikan dan  ayam potong. Kalau pedagang kecil seperti kami, pasti diusir,” katanya.

Mahajia, seorang perempuan asal Geliting, kecamatan Kewapante, Sikka sedang menjual ikan. (Foto: Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Seharusnya, kata dia, pemerintah berlaku adil. “Kalau memang pindah, ya semua pindah. Jangan kami diminta pindah, lalu yang lainnya tidak.”

Lio, penjual sayur mengatakan, meskipun keberadaan mereka menyalahi aturan, ia nekat berjualan di situ karena lebih banyak pembeli.

Ia mengatakan, memilih pasrah dengan anggapan pemerintah bahwa “kami yang bikin macet lalu lintas, langgar aturan ini itu.”

“Kalau jualan di Pasar Wairkoja, mana ada untungnya. Semua penjual ada di sini. Di Wairkoja pembelinya tidak ada,” katanya kepada Floresa.

Demi Aturan

Verdinandus Lepe, Kepala Sat Pol PP Kabupaten Sikka mengklaim penertiban itu sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sikka No. 8 Tahun 2018 tentang Ketertiban Umum.

“Kan kalau berjualan di trotoar, di emperan toko, di taman atau tempat umum lainnya, dilarang, kecuali ada izin pemerintah. Sepanjang tidak ada izin, ya tetap tidak bisa,” katanya kepada Floresa, Rabu, 15 November.

Verdinandus Lepe, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sikka. (Foto: Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Ia menjelaskan, pemerintah sudah membangun  Pasar Wairkoja dengan harapan semua penjual berkumpul di sana.

“Kalau di Geliting sudah padat. Karena ketersediaan ruang semakin terbatas, sering terjadi kemacetan lalu lintas akibat aktivitas jual beli,” katanya.

Ia mengatakan, upaya memindahkan para pedagang ke Pasar Wairkoja juga dalam rangka menjaga sanitasi lingkungan karena “di sana ada drainasenya, tempat pembuangan limbah.”

Ia mengatakan, selama ini Pol PP melakukan pendekatan yang humanis kepada para pedagang, tetapi tetap saja tidak diindahkan.

“Kita berikan himbauan, pemahaman, bahkan edukasi di lokasi, tetapi tetap saja mereka beralasan bahwa fasilitas Pasar Wairkoja tidak lengkap,” katanya.

“Padahal, ada kewajiban pemerintah jangka menengah dan panjang terkait pembenahan fasilitas di Pasar Wairkoja,” katanya.

Beberapa penjual sedang memindahkan dagangannya ketika ada penertiban dari Pol PP di Geliting, Kabupaten Sikka. (Foto: Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Oleh karena itu, menurut Verdinandus, bagaimanapun situasinya, pihaknya akan tetap melakukan penertiban.

“Pemerintah selalu meminta masyarakat untuk bisa mendukung aktivitas ekonomi yang teratur. Kami Sat Pol PP bekerja untuk menertibkan. Penjual  ini tidak ada yang mau ribet, tetapi ya harus ikut aturan,” katanya.

“Jangan kemudian membuat alasan karena tidak ada pembeli di Pasar Wairkoja,” katanya.

Hal itu, kata Verdinandus, terjadi “karena tidak ada yang mau jualan di sana,”

Yosef Benyamin, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Sikka mengatakan aktivitas berjualan di pinggir jalan di Geliting sangat mengganggu aktivitas para pengguna jalan lainnya.

Karena itu, kata dia, para penjual diharapkan segera menggunakan Pasar Wairkoja “karena memang pemerintah menyiapkan itu untuk mereka.”

Ia mengatakan para pedagang yang berjualan di Geliting terdata sebagai pengguna Pasar Wairkoja.

“Tetapi mereka tidak ke sana. Logikanya, kalau mereka semua berjualan di atas, maka pembeli juga akan ke sanaa. Kata mereka di sana tidak laku, tetapi ada juga pedagang yang bertahan,” katanya.

Benyamin mengatakan, jika para pedagang yang sudah punya lapak di Pasar Wairkoja tidak menggunakannya, maka “kami bisa terima orang baru.”

“Daripada pasar itu kosong,” katanya, “kami ingin memaksimalkan pasar itu untuk menerima pendapatan asli daerah. Kalau dibiarkan kosong terus, kan pemerintah juga rugi.”

Ia berharap, para pedagang mengindahkan permintaan pemerintah melalui Pol PP dan menekankan bahwa pemerintah tidak ingin menyusahkan para pedagang.

Jika Pasar Wairkoja digunakan, kata dia, maka pembangunan fasilitas lain akan menyusul karena “tidak mungkin kita bangun fasilitas baru jika tidak ada penggunanya.”

Ia mengakui menghadapi masyarakat memang serba dilematis, terutama bagaimana menghindari benturan, sementara di sisi lain pemerintah harus menegakkan aturan.

Namun, kata Benyamin, jika para pedagang tetap tidak menaati Pol PP, “ya kita tindak secara hukum.”

Yosef Benyamin, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Sikka. (Foto: Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Pasar Wairkoja yang Sepi

Floresa mengunjungi Pasar Wairkoja pada Kamis pagi, 16 September, untuk mengonfirmasi cerita Mahajia dan Lio yang menyebut situasinya sepi.

Ketika masuk ke dalam lokasi pasar, memang hanya ada enam penjual. Tidak ada satu pun pembeli di sana.

Ada beberapa tukang ojek yang datang lalu pergi, tetapi kebanyakan duduk di atas bale-bale, menunggu penumpang yang tak kunjung datang.

Suasana Pasar Wairkoja, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka yang sepi pengunjung. (Foto: Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Susana, 49 tahun, perempuan penjual sayur yang berasal dari Umegera, Kecamatan Kewapante berkata, tidak banyak jualan yang laku.

“Satu hari hanya bisa dapat Rp10.000 atau Rp20.000 saja,” katanya.

Ia beralasan, bertahan di tempat itu karena tidak ingin ribut dengan Pol PP dan tidak mampu angkat barang ketika dikejar.

“Sudah tua begini, kalau dibentak sama Pol PP kan malu,” katanya.

Kita baru menaruh jualan saja, Pol PP sudah angkat,” tambahnya.

Susana mengatakan, andai semua penjual pindah ke Pasar Wairkoja, maka “pasti pembeli akan ke sana juga.”

Namun, ia juga menyampaikan catatan yang sama dengan Mahajia dan Lio soal dugaan ketidakadilan perlakuan Pol PP.

“Salah satu pemicu orang tidak mau pindah adalah penertiban yang tidak adil. Ada orang yang membuka usaha dengan menjual sayur di teras rumah, tanpa izin resmi pemerintah. Kira-kira ditertibkan atau tidak? Kelihatannya tidak,” kata Susana.

Ia berkata “harus ada solusi dari pemerintah yang tegas dan adil.”

Kalau ada ketegasan, kata dia, “mau beralasan pasar ini sempit atau jauh dari keramaian, pasti semua akan pindah ke sini.”

Susana, penjual sayur asal Umagera, Kecamatan Kewapante memilih tetap berjualan di Pasar Wairkoja meskipun minim pembeli. (Foto: Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Akan Pindah, Jika Pemerintah Adil

Mahajia berkata dia bertahan di Geliting meski selalu berurusan dengan Pol PP karena menyangkut upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Siapa juga mau kalau tiap hari harus dikejar Pol PP. Namun, kalau tidak ambil resiko begini, beras saja kita tidak bisa beli. Anak-anak sekolah dibiayai pakai apa?” katanya, meski enggan menyebut pendapatan dari berjualan di Geliting.

Ia bercerita pernah suatu hari dikejar Pol PP hingga tidak bisa berjualan.

“Sampai sore saya tidak makan, kaki dan tangan saya gemetar. Saya kepikiran karena hari itu ikan tidak laku. Ambil uang dari mana untuk beli beras?” kata Mahajia.

Senada dengan Mahajia, Lio berkata baru akan pindah ke Wairkoja jika memang semua pedagang diperlakukan sama.

“Jika semua pedagang mau ditempatkan di Pasar Wairkoja, tidak ada yang dirugikan. Mau jualan laku atau tidak, tetap sama-sama kita jualan di sana,” katanya.

“Kalau hanya kami yang ditertibkan dan para penjual lain tidak, ya saya juga akan terus berjualan di sini,” tambah Lio.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini