Warga Flores Resah dengan Harga Beras yang Terus Naik di Tengah Gagal Panen Pangan Lain

Pedagang beras juga mengakui makin sulit mendapat stok, yang bergantung pada pasokan dari Sulawesi

Baca Juga

Floresa.co – Pada akhir bulan lalu, Sovia Onan membeli beras di Pasar Tingkat Maumere, Kabupaten Sikka dengan harga Rp16.00 per kilogram [kg].

Pada 23 Februari, saat kembali ke pasar kedua terbesar di Maumere itu, ia mendapat harga beras dengan jenis sama naik jadi Rp17.000.

Sovia, 42 tahun, yang ke pasar itu naik angkutan dari kampungnya di Wairhubing, Desa Habi, Kecamatan Kangae – berjarak sekitar 5,5 kilometer dari Maumere –  khawatir harga beras akan terus menanjak.

Keresahannya bukan tanpa sebab. Pangan alternatif, singkong dan jagung di ladangnya, tidak bisa diharapkan karena kekeringan dan serangan hama.

“Saya sudah frustasi karena tanaman saya gagal panen,” katanya.

Hal itu membuat sumber pangan keluarganya terpaksa tergantung pada ketersediaan di pasar, terutama beras.

Di Kabupaten Manggarai Barat, Lusia Wati, warga Desa Batu Cermin, Labuan Bajo juga mengaku resah dengan kenaikan harga beras.

Ditemui di Pasar Wae Sambi pada 21 Februari, ia berkata menyiasati situasi ini dengan membeli beras per liter.

“Sebagai pedagang sayur yang penghasilannya pas-pasan, hanya beras literan yang sanggup saya beli,” ungkap Lusia.

Satu liter beras setara dengan 0,753 kg. Lusia biasanya membeli lima hingga tujuh liter.

Uangnya, kata dia, tak cukup untuk bisa membeli beras dalam kemasan karung ukuran 50 kg.

Lusia berharap harga beras bisa turun kembali, karena akan membuat masyarakat kurang mampu kesulitan.

“Saya membayangkan kalau kondisi berkepanjangan pasti terjadi kelaparan,” katanya.

Repotnya, kata Lusia, pangan alternatif seperti pisang sedang dilanda penyakit, sehingga harganya pun mahal. Demikian juga umbi-umbian, yang “karena cuaca tak menentu, rasanya tak lagi enak dimakan.”

Ia menjelaskan, sebelumnya pisang bisa dibeli dengan harga Rp10.000 per sisi, tetapi sekarang antara Rp15.000- Rp18.000. 

Lusia mengatakan sebelum harga beras naik, beberapa pedagang beras kenalan mereka membolehkan pedagang sayur seperti dirinya untuk mengutang.

“Sekarang sudah tidak bisa,” ujarnya.

Merici, warga asal Maget Legar, Desa Wolomotong, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka juga berharap beras “cukup dengan harga Rp16.000.”

“Jangan naik lagi, nanti kami kewalahan untuk membeli,” kata Merici pada 23 Februari.

Hari itu ia datang dari kampungnya yang berjarak sekitar 17 kilometer dari Maumere mencari beras kualitas bagus di beberapa pasar di kota itu.

Ia mendapati harga beras “kualitas pas-pasan” Rp15.000 hingga Rp16.000 per kg.

Di Pasar Tingkat Maumere, kata dia, beras dengan kualitas yang lebih baik dijual pedagang dengan harga Rp17.000 per kg. 

“Berarti di kampung, kami bisa beli dengan harga Rp18.000,” ujarnya.

Merici, 25 tahun, sedang membeli beras di sebuah kios di Geliting, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka pada 23 Februari 2024. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Pedagang Tak Dapat Untung Banyak

Yopi De Boro, seorang pedagang beras di Pasar Alok, pasar terbesar di Maumere, mengatakan, kenaikan harga terjadi sejak dua pekan lalu.

Sekitar November-Desember 2023, jelasnya, harga tertinggi beras di Pasar Alok Rp15.000 per kg untuk yang kualitas premium.

“Tetapi, sekarang kita sudah jual dengan harga Rp16.000,” kata Yopi kepada Floresa pada 23 Februari.

Ia menjelaskan di beberapa kios lainnya di luar Pasar Alok, beras kualitas premium dijual dengan harga Rp17.000 per kg, khususnya yang bermerek Empat Mata.

Ia memilih menetapkan harga yang lebih rendah karena “sejujurnya kualitas beras yang saya dapatkan saat ini juga tidak begitu bagus.”

“Jadi, belum berani jual harga tinggi,” ujarnya.

Ia bercerita sebelumnya ia menjual beras dengan harga paling rendah Rp13.000. Kini,  ia mematok harga terendah Rp14.500.

Yopi, 36 tahun, mengatakan tingginya harga jual ke konsumen mengikuti harga yang dia beli dari distributor.

Karena itu, ia mengaku tak banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga saat ini.

“Kita sesuaikan saja karena kita beli dari Pelabuhan Wuring pun mahal,” katanya merujuk pada pelabuhan barang di Sikka.

“Tetapi keuntungan yang kita dapatkan hanya berkisar Rp500 sampai Rp1.000 saja [per kg],” kata Yopi.

Jessica Jenahu, 27 tahun, pedagang beras di Pasar Wae Sambi, Labuan Bajo berkata harga sudah melonjak sejak pekan kedua Februari.

Ia menjual beras ke konsumen Rp17.000 per kg untuk varietas Ciherang dan varietas Bramo Rp17.500 per kg.

Sementara untuk beras dalam kemasan karung ukuran 50 kg, Jessica menjual Ciherang Rp770.000 per karung dan Bramo Rp790.000.

Sama seperi pengakuan Yopi, meski harga beras ke konsumen akhir naik, tetapi keuntungan yang diperolehnya tidaklah besar. 

Sebagai gambaran, kata dia, untuk kemasan satu karung ukuran 50 kg, ia mendapatkan keuntungan Rp15.000.

Harga Naik, Pasokan Terbatas, Pembeli Menurun

Jessica yang berbicara dengan Floresa pada 21 Februari mengaku di tengah kenaikan harga beras ini, para pedagang pun kesulitan mendapatkan pasokan beras.

Hal itu membuat terjadi kompetisi di antara para pedagang untuk mendapat pasokan.

“Saya mendapatkan beras dari orang ketiga,” ujarnya.

Ia mengatakan sebelumnya mendapatkan suplai beras langsung dari Lembor, wilayah yang dikenal sebagai lumbung beras di Manggarai Barat, bahkan NTT.

Namun, Jessica mengaku satu tahun terakhir ia tak lagi mendapatkan pasokan beras dari Lembor, yang berjarak sekitar 60 kilometer ke arah timur dari Labuan Bajo.

Ia mengaku mendapatkan informasi dari pemasok di Lembor bahwa wilayah itu tahun ini kemungkinan mengalami gagal panen.

Pengakuan soal ketiadaan stok dari Lembor juga disampaikan Taufik Saldi, 39 tahun, pedagang beras lainnya di Pasar Wae Sambi.

“Sudah satu tahun kami tidak mendapatkan suplai beras dari Lembor karena di sana terjadi kekeringan, sehingga petani mengalami gagal panen,” ujarnya.

Taufik Saldi, seorang pedagang di Pasar Wae Sambi, Labuan Bajo sedang memperlihatkan berasnya pada 21 Februari 2024. (Anjany Podangsa/Floresa.co)

Ia akhirnya bergantung pada pasokan dari agen yang ada di Makassar, Sulawesi Selatan.

Ia menjual beras dengan harga yang sama seperti Jessica.

Selama harga beras melonjak, Taufik mengakui jumlah pembeli menurun.

“Sudah dua minggu sepi, pembeli kebanyakan membeli beras literan,” ujarnya.

Akibatnya, penjualan Taufik pun ikut melorot. 

Ia mengatakan sebelum harga beras mahal, sehari ia bisa menjual tiga hingga lima karung.

“Selama harga beras mahal, hanya laku satu karung. Itu pun karena pembeli literan,” ujarnya.

Pengalaman serupa juga dialami Yohanes Roga, pedagang beras di Pasar Borong, Kabupaten Manggarai Timur.

Kepada Floresa pada 22 Februari, Yohanes berkata “tidak sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sekarang pembeli cenderung berkurang.”

Ia menjelaskan sejak Desember 2023, harga beras di Pasar Borong bertahan di level Rp 15.000 hingga Rp16.000 per kg.

Ia menyebut mahalnya harga beras terjadi karena berkurangnya pasokan, yang bergantung dari luar daerah.

“Kami harus membeli beras dari luar daerah melalui agen beras yang ada di Reo,” ujarnya, merujuk pada kota pelabuhan di ujung utara Manggarai.

“Semuanya didatangkan dari Sulawesi dan masuk melalui Pelabuhan Reo,” tambahnya.

Seorang karyawan sedang menurunkan beras di salah satu kios, di Geliting, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka pada 23 Februari 2024. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Gagal Panen Pangan Lain

Peningkatan harga beras, dengan stok yang kian terbatas seperti di Flores, juga dialami di wilayah lainnya di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia, Reynaldi Sarijowan, membatakan kini sulit mendapatkan stok beras, yang memicu kenaikan harga.

Bahkan, kata dia, ada yang kini menjual beras premium di pasar Rp18.500 per kg, tercatat sebagai yang tertinggi dalam sejarah.

Kenaikan harga ini jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi [HET] yang ditetapkan pemerintah. 

Peraturan Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp10.900 per kg medium, sedangkan beras premium Rp13.900 per kg untuk zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.

Sementara, HET beras di zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp11.500 per kg medium dan beras premium Rp14.400 per kg. 

Di zona ke 3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800 per kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800 per kg.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPS), harga beras kualitas medium per Jumat 23 Februari  dipatok di Rp15.500-Rp15.650 per kg, sementara kualitas super di kisaran Rp16.500-Rp17.000 per kg.

Di Flores, peningkatan harga beras ini berbarengan dengan ancaman gagal panen untuk pangan lain, yang dipicu masalah kekeringan dan serang hama.

Di Kabupaten Sikka misalnya, 783,75 hektare lahan jagung yang tersebar di 17 kecamatan terdampak serangan hama ulat grayak sejak awal tahun ini. 

Sementara itu, di sejumlah kabupaten di Flores, warga juga mengeluhkan penyakit dara pisang sejak tahun lalu.

Penyakit ini membuat buah pisang tidak berisi, hanya berupa cairan seperti lendir. 

Maria Margaretha Holo di Maumere, Anjany Podangsa di Labuan Bajo dan Gabrin Anggur di Borong berkolaborasi menulis laporan ini.

Editor: Peter Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini