Saluran Air Bersih Mangkrak Empat Tahun, Warga Manggarai Timur Naik-turun Ngarai dan Tampung Hujan untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Alih-alih bermanfaat bagi warga, pipa dan kerannya malah jadi sarang cacing dan nyamuk

Floresa.co- Empat tahun terakhir, permukaan rangkaian pipa penyalur air bersih di suatu desa di Manggarai Timur kian pecah dan berlubang.

Beberapa sambungannya terputus. Ketika dilongok, tampak pelbagai kotoran bertumpuk di dalamnya.

Pipa yang bersumber dari sebuah bak penampungan air itu mestinya mengalirkan air ke total 15 tugu keran yang bisa diakses warga di tiga kampung di Desa Pong Ruan, Kecamatan Kota Komba.

Ketiga kampung itu masing-masing Dalo, Melar dan Ngangat. Masing-masing kampung dijatah lima tugu keran.

Lantaran tak ada air mengalir dari pipa, kelima tugu keran di sisi jalan Kampung Dalo tak lagi bisa dimanfaatkan warga. 

Tampak telah lama tak dikunjungi, di sekitar kelima keran itu bertumpuk guguran daun kakao.

Sekitar 55 kepala keluarga harus mengangsu air dari dua sungai terdekat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Warga Dalo dan Melar mengambil air dari Sungai Kutung, sedangkan warga Ngangat mengangsu dari Sungai Maras. 

Kutung dan Maras terpaut sekitar 300 meter dari ketiga kampung.

Kedua sungai itu membentang di ngarai, yang mengharuskan warga berjalan menanjak sembari menenteng ember kembali ke rumah mereka.

Sementara rutinitas itu terjadi pada musim kemarau, pada musim penghujan mereka bisa agak terbantu, memanfaatkan air hujan.

Majhos Mbaling, seorang warga Kampung Dalo sempat membagikan beberapa foto sistem pengadaan air bersih itu melalui grup Facebook “Matim Bebas Berpendapat”. Matim merupakan akronim dari Manggarai Timur. 

Pada foto-foto yang diunggah 23 Februari itu, tampak seorang warga sedang menampung air hujan dalam ember-ember hitam, yang lalu dipindahkan ke dalam jeriken.

Pada keterangan pelengkap foto, ia menulis “warga sangat bahagia ketika hujan turun karena tak perlu jauh-jauh mencari air.”

Sejak 2020, tugu keran di Kampung Dalo, Desa Pong Ruan tidak lagi dimanfaatkan warga karena tak ada air yang mengalir dari pipa. (Dokumentasi warga)

Kerja Sama Antardesa

Menurut Majhos, sistem pengadaan air bersih di Desa Pong Ruan dibangun pada 2019. Saat itu Pong Ruan dipimpin Dosansianus Tasman Lewagan.

Kepada Floresa pada 24 Februari, Majhos menyatakan airnya bersumber dari mata air di Puar Mbengan, suatu bukit di Desa Mbengan.

Desa Mbengan terpaut sekitar tiga kilometer dari Pong Ruan.

Sebelum proyek pengadaan air bersih masuk ke desanya, kata Majhos, “kami mengakses air bersih dari sistem yang dibangun Pater Waser.”

Waser Ernst Anton, SVD, seorang pastor asal Swiss, membangun sistem penyaluran air bersih di Pong Ruan pada 1998.

Namun, “sistemnya sudah lama mandek,” kata Majhos yang tak ingat lagi kapan air mulai berhenti mengalir dari sana.

Sementara dalam sistem pengadaan air bersih yang dikelola pemerintah desa, penyalurannya melewati Desa Golo Tolang yang disepakati lewat skema kerja sama antardesa. 

Kerja sama dibutuhkan supaya air dapat mengalir hingga Kampung Dalo yang secara administratif tercakup dalam Desa Pong Ruan.

Sebuah bak penampungan air berukuran 4×4 meter berdiri di dekat mata air Puar Mbengan.

Dari bak itu, kata Majhos, air dialirkan melalui pipa 4 dim berdiameter 10 sentimeter guna menjangkau Golo Tolang dan Pong Ruan.

“Dulu ada dana pembebasan lahan juga di jalur proyeknya,” kata Majhos, kendati ia tak tahu betul nominalnya.

Program pengadaan air bersih itu bersumber dari Dana Desa, kata Majhos. Ia “lupa anggarannya.”

Ia mengaku sempat bertanya ke Widyawan Noveri, Ketua Badan Permusyawaratan Desa Pong Ruan, namun “beliau juga tak ingat nominalnya.”

Hingga kini Widyawan masih menjabat posisi yang sama.

Floresa menghubungi Widyawan melalui pesan WhatsApp pada 24 Februari. Pesan itu bercentang satu, tanda belum sampai ke penerimanya.

Sarang Cacing dan Nyamuk

Majhos mengatakan pada masa kepemimpinan Dosansianus, “pemerintah desa sudah beberapa kali memperbaiki pipa.” 

Salah satu upayanya dengan menutup bagian yang terputus menggunakan karet binen, bahan baku ban sepeda motor.

Tetap saja, “air macet sampai sekarang.”

Ia berharap pemerintah “yang memegang tongkat pembangunan memperhatikan keresahan warga.”

Alih-alih bermanfaat bagi warga, “pipa dan keran itu malah jadi sarang cacing dan nyamuk.”

Pipa untuk mengalirkan air dari bak penampung di sekitar Puar Mbengan ke Kampung Dalo dan Melar rusak sejak empat tahun lalu. Di dalamnya terdapat tumpukan kotoran sehingga aliran air menjadi macet. (Dokumentasi warga)

Kepala Desa Pong Ruan, Sebas Ndaes yang berbicara kepada Floresa pada 26 Februari mengonfirmasi ketiga kampung itu memang sulit mengakses air bersih sejak empat tahun lalu, karena pipanya rusak.

Oleh karenanya, kata dia, pemerintah desa sedang mengusulkan anggaran perbaikan pipa untuk Dusun Dalo dan Dusun Watu.

“Anggaranya belum pasti karena masih bersifat usulan dan belum ditetapkan,” ungkapnya.

Ia mengatakan pembangunan air minum bersih di Desa Pong Ruan dimulai sejak 2010, saat ia menjabat sebagai kepala desa periode pertama.

Dana pembangunan air, kata dia, bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Manggarai Timur.

“Kami tidak tahu besaran anggarannya karena waktu itu dana masih dikelola langsung dari kabupaten. Desa belum punya dana sendiri waktu itu. Tahun 2014 baru ada dana desa,” ungkapnya.

Ia mengatakan Dosansianus, Kepala Desa yang menggantikannya melanjutkan proyek pembangunan air minum bersih itu menggunakan Dana Desa.

Oleh karena itu, kata dia, pada 2024, pemerintah desa menjadikan perbaikan pipa sebagai program prioritas.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA