Warga Cemas di Tengah Status Siaga Lewotobi Laki-laki yang Berkali-kali Erupsi

Andai status Lewotobi Laki-laki naik jadi Awas, warga bersiap-siap mengungsi

Floresa.co – Hampir tiap tengah malam, Maria Bagi Kedang terjaga dari tidur. Ia cemas  mendengar gemuruh  dari puncak gunung api Lewotobi Laki-laki.

Hal serupa dialami warga lain di kampungnya.

“Terkadang suasana hening malam berubah ramai oleh teriakan warga yang panik,” katanya.

Sejak tiga minggu terakhir, “erupsi sering terjadi,” kata Maria, 41 tahun.

“Sehari bisa tiga bahkan empat kali disertai gemuruh,” membuat desanya selalu diguyur abu vulkanis.

“Kalau malam terlihat api dari rekahan kawah, kemudian terdengar gemuruh seperti air mendidih,” katanya kepada Floresa pada 12 Juni.

“Sudah tiga minggu ini kami tidur tidak tenang dan selalu panik.”

Setiap kali gemuruh panjang, warga Desa Dulipali, Kecamatan Ile Bura itu selalu teringat letusan pada Desember. 

Kala itu, “saya  dan warga setempat harus lari ke sana kemari cari tempat perlindungan yang aman hingga akhirnya dievakuasi ke tempat pengungsian oleh pemerintah.”

Desa Dulipali hanya berjarak empat kilometer dari puncak Lewotobi Laki-laki, menurut aplikasi perpetaan Google Maps.

“Kami masih trauma. Apalagi saat ini sering terjadi gemuruh besar. Yang kami khawatirkan juga banjir dari gunung. Kalau siang masih bisa diantisipasi, tapi kalau malam bagaimana?” katanya.

Maria Bagi Kedang, 44 tahun, warga Desa Dulipali, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur. Desa Dulipali merupakan salah satu desa yang terdampak erupsi gunung api Lewotobi Laki-laki (Maria Margaretha Holo/Floresa)

Maria mengaku saat ini warga di desanya belum ada yang mengungsi, kendati pada 10 Juni Pemerintah Kabupaten Flores Timur menaikkan status Lewotobi Laki-laki ke level III atau  Siaga. 

“Kami pasrah jika sewaktu-waktu levelnya naik lagi dan kami harus mengungsi,” katanya.

Status peringatan tertinggi aktivitas vulkanis gunung api adalah Awas atau level IV.

Maria berharap dalam waktu dekat kondisi gunung itu kembali normal, “sehingga kami bisa beraktivitas tanpa merasa takut, kebutuhan makanan kembali normal.”

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Hendra Gunawan berkata, pengamatan visual periode 26 Mei hingga 9 Juni menunjukkan peningkatan aktivitas gunung itu yang ditandai oleh erupsi hampir setiap hari.

Karena itu, masyarakat di sekitar gunung maupun para wisatawan diimbau tidak melakukan aktivitas apapun dalam radius tiga kilometer dari pusat erupsi serta sektoral empat kilometer pada arah Utara-Timur Laut dan 5 kilometer pada sektor Timur Laut.

Petugas Pos Pemantau Gunung Api Lewotobi Laki-laki juga meminta masyarakat di sekitar gunung api itu mewaspadai potensi banjir lahar pada sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung  jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. 

“Yang terdampak hujan abu harus memakai masker atau penutup hidung-mulut untuk menghindari bahaya abu vulkanik pada sistem pernapasan,” kata Hendra.

Sayur dan Pakan Ternak Jadi Sulit Didapat

Maria berkata, sejak erupsi dan abu vulkanis mengguyur desanya, “sayuran segar sulit didapat, begitu pun pakan ternak.”

Ketika hujan abu mulai menyembur pada Mei “ daun ubi, daun pepaya dan bunga pepaya masih bisa dicuci dan dimasak.”

Namun, saat ini “sudah tak bisa dikonsumsi lagi” lantaran hampir setiap hari desanya terbilas hujan abu.

“Abu yang menempel itu jadi tebal. Kalaupun [sayur] dicuci, nantinya tidak bisa dimakan,” katanya.

Maria mengaku terpaksa membeli sayur ke pasar atau mengambil di kebun keluarga yang berada di Desa Lato, Kecamatan Titehena,  berjarak kurang lebih 22 kilometer dari desanya.

“Kami hanya makan buah pepaya dan jantung pisang yang disayur saja. Padahal, kalau dibilang, kami kaya dengan sayur-sayuran dan jarang beli di pasar.”

Yustinus Kia, 42 tahun, warga Desa Hokeng Jaya yang memiliki 12 ekor kambing dan enam ekor babi juga kesulitan mendapatkan pakan ternak.

Abu vulkanis yang berulang kali mengguyur desanya membuat Yustinus tak lagi bisa memanfaatkan lokasi sumber pakan yang kini tertutup abu.

“Kalau babi, kami masih bisa beri makan umbi-umbian. Kami cuci terlebih dahulu lalu beri makan. Tetapi untuk kambing, kami sudah sangat kesulitan karena rumput, bahkan daun-daun sudah tertutup abu vulkanik,” katanya.

“Mau cuci juga memang sangat sulit karena kami punya 12 kambing,” katanya.

Ia berkata sering mencari pakan ternak hingga ke Watobuku, Desa Waiula menggunakan kendaraan bermotor.

Yustinus mengatakan hujan abu vulkanis tak jauh berbeda dengan masa erupsi Desember. Namun,  menurutnya, kali ini abu vulkanis lebih tebal.

“Walaupun berstatus level IV pada Desember hingga Januari 2024, abunya tidak setebal ini sehingga agak mudah bagi peternak seperti kami untuk mengantisipasi. Kami bisa cuci satu atau dua kali, lalu kasih makan ternak. Sekarang harus cuci berkali-kali, mana airnya susah.”

Senada dengan Maria, Yustinus berharap Lewotobi Laki-laki kembali normal sehingga mereka dapat beraktivitas dengan baik.

Seminari San Dominggo, Hokeng berlatar gunung api Lewotobi Laki-laki yang sedang erupsi. (Maria Margaretha Holo/Floresa)

Pemerintah Kabupaten Flores Timur menetapkan status tanggap darurat bencana erupsi Lewotobi Laki-laki terhitung sejak 10 Juni hingga 24 Juni 2024.

Penjabat Bupati Flores Timur, Sulastri H.I. Rasyid berkata, penetapan status tanggap darurat akan berlangsung selama 14 hari.

“Apabila masa siaga bencana telah selesai atau terjadi peningkatan aktivitas Lewotobi Laki-laki, akan dilakukan penanganan lebih lanjut,” katanya. 

“[Status ini] dapat diperpanjang sesuai kebutuhan atau dapat ditingkatkan ke status keadaan darurat bencana tahap berikutnya.”

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA