ReportasePeristiwaPolres Lembata Dinilai Langgar UU MD3

Polres Lembata Dinilai Langgar UU MD3

Anggota DPRD Lembata, Ipi Bediona
Anggota DPRD Lembata, Ipi Bediona

Floresa.co – Langkah Polres Lembata untuk memanggil anggota DPRD Lembata terkait penyelidikan dugaan pemalsuan dokumen Permohonan Hak Uji Pendapat pemakzulan Bupati Lembata Yance Sunur dinilai melanggar UU nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD DPRD (MD3)

Dua anggota Pansus I DPRD Kabupaten Lembata masing-masing, Bediona Philipus atau biasa disapa Ipi dan Fransiskus Limawai Koban atau biasa disapa Fery menolak untuk diperiksa Penyidik Polres Lembata.

Sebagaimana dilansir Floresbangkit.com, keduanya ditemani dua anggota DPRD lain, Servasius Suban Ladoangin dan Yakobus Liwa, datang ke kantor Polres Lembata, Jumat (6/6/2014) untuk menyampaikan surat keberatan.

Mereka diterima oleh Kabag Ops, AKP I Ketut Perten.Niat 4 orang wakil rakyat untuk menyampaikan surat dan berdialog dengan kapolres batal, karena Kapolres Lembata, AKBP. Wresni Haryadi Satya Nugroho dan Wakapolres, Kompol. Jakob Seubelan tidak berada di tempat.

Menurut mereka, jika melayani pemanggilan Polres Lembata, maka dengan sadar pula mereka berdua melanggar UU MD3yang turunannya PP nomor 16 tahun 2010 dan Tata Tertib DPRD Lembata nomor 1 tahun 2010 yang dibuat untuk melindungi anggota DPRD.

Menurut mereka, dalam kasus laporan Bupati Lembata itu, Polisi semestinya berpedoman pada UU nomor 27 tahun 2009, sebagai payung hukum yang melindungi DPRD. Karena itu, mereka menilai tidak tepat jika laporan Bupati Sunur itu di proses polisi.

Prinsip hukum lex spesialis derogat lex generalis,( hukum khusus mengalahkan hukum umum) harus di tegakan. Sebagai anggota DPRD mereka diatur dan sekaligus dilindungi khusus dengan UU nomor 27 tahun 2009. Wajib hukumnya anggota DPRD tunduk kepada UU nomor 27 tahun 2009.

Ipi dan Fery melalui surat itu menilai, laporan Bupati Sunur, adalah upaya pembelaan diri, namun tidak berarti polisi dengan serta merta memproses anggota DPRD apalagi dengan menggunakan undang-undang umum dalam hal ini KUHP. Karena itu, langkah Bupati dan polisi dinilai tidak tepat, bahkan terkesan melemahkan fungsi kontrol DPRD.

Dokumen permohonan uji pendapat adalah produk DPRD sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi kontrol DPRD terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah dibawa kepemimpin Bupati Lembata. Kewenangan DPRD itu sejalan dengan perintah UU MD3. Karena itu penolakan atau keberatan dalam bentuk apapun terhadap pelaksanaan fungsi kontrol politik DPRD termasuk tuduhan tentang adanya pemalsuan dokumen sepenuhnya menjadi otoritas institusi DPRD. Jika pun dituduh melangar, ranahnya ada pada Badan Kehormatan DPRD.

Dijelaskan pula, bahwa, dokumen permohonan uji pendapat DPRD dari sisi hukum adminitrasi negara bukan merupakan dokumen negara karena tidak dimuat dalam lembaran daerah atau negara. terkait tindakan anggota DPRD yang dianggap melanggar UU nomor 27 tahun 2009, dalam konteks pemanggilan mereka berdua harus berangkat dari peraturan DPRD Lembata nomor 1 tahun 2010 tentang tata tertib DPRD Lembata.

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA