Floresa.co – Para pejabat pemerintah Cina mulai membongkar paksa gereja Protestan Sanjiang di Wenzhou, pada Senin (28/4/2014), menyusul kebuntuan selama hampir sebulan dengan pihak Gereja terkait legalitas gedung itu.
Sejak awal April, jemaat menjaga gedung itu karena mereka merasa kuatir, pemerintah akan merobohkan sebuah salib raksasa di atas gereja itu.
Pemerintah telah memerintahkan untuk menghilangkan 14 salib dari gereja-gereja lain di dalam dan sekitar daerah itu, demikian dilansir Ucanews.com.
“Jalan menuju gereja Sanjiang diblokir kemarin pagi. Polisi bersenjata dan petugas dari Satuan Tugas Khusus dikirim ke distrik itu,” kata seorang sumber beragama Protestan yang meminta untuk tidak menyebutkan namanya demi keamanan.
Sumber itu menambahkan, pasukan keamanan juga telah melakukan beberapa penangkapan.
“Setidaknya lima pemimpin gereja Sanjiang dan Xu Kede, seorang pendeta di gereja Tengqiao itu yang mengunjungi Sanjiang pada akhir pekan, kini telah ditahan,” katanya.
Sejak pekan lalu, sekitar 3.000 jemaat tinggal di gereja Sanjiang untuk mencegah pihak berwenang merobohkan salib.
Para pejabat gereja itu telah bernegosiasi dengan pemerintah setempat, yang menyatakan bahwa bagian dari kompleks itu telah dibangun secara ilegal di atas lahan pertanian yang tidak memiliki tuan.
Salib gereja dirobohkan karena dianggap “terlalu besar”. Para jemaat ke kompleks gereja itu membela “simbol iman mereka”, kata sumber itu.
Pemerintah setempat mulai menahan staf gereja dan pekan lalu menuntut salah satu pendeta gereja itu karena secara ilegal mencaplok lahan pertanian.
Sumber itu menambahkan bahwa pihak berwenang juga mengancam pengusaha lokal yang mendukung gereja itu dengan menutup kantor mereka jika mereka terus mendukung jemaat.
Berita pembongkaran gereja ini menyusul sebuah laporan pekan lalu bahwa pertumbuhan komunitas Kristiani di Cina akan meningkat yang mendorong anggota Partai Tengah membantah laporan tersebut.
Dalam menanggapi laporan bahwa kekristenan dapat menjadi agama mayoritas di negara itu, mantan kepala bagian urusan agama, Ye Xiaowen, mengatakan kepada Global Times yang dikelola pemerintah bahwa klaim itu dibesar-besarkan.
“Ini hanya prediksi berapa orang tentang kondisi perkembangan umat Kristiani ke depan di Cina,” kata Ye Xiaowen.