Nagekeo, Floresa.co – Setelah bergelut dengan berbagai materi dari beberapa narasumber serta masukkan dari berbagai utusan ahli waris raja-raja Flores dan Lembata, dialog budaya yang digelar di Rumat Adat Boawae sejak Kamis – Jumat (2-3/10/2014) melahirkan tujuh rekomendasi yang siap diimplementasikan di wilayah masing-masing.
Pertama, membangun silahturahmi tahunan dalam bentuk dialog budaya oleh ahli waris raja-raja, pemangku adat, tokoh agama di lingkungan kabupaten masing-masing.
Kedua, pemerintah kabupaten dan kota diharapkan dapat meninjau kembali perencanaan, praktek dan evaluasi terhadap proses pembelajaran muatan lokal (Mulok) termasuk pembelajaran bahasa daerah sebagai media pewarisan nilai-nilai budaya.
Ketiga, pemerintah dan pemerintah daerah memprogramkan revitalisasi nilai-nilai budaya untuk komunitas adat masing-masing daerah.
Keempat, pemerintah kabupaten dan kota memfasilitasi penguatan lembaga adat di wilayah masing-masing.
Kelima, pemerintah daerah dapat memprogramkan kegiatan-kegiatan nyata terkait pentingnya nilai-nilai kebudayaan di sekolah agar menjadi sekolah-sekolah yang berbudaya.
Keenam, penataan kampung adat sebagai basis pengembangan nilai-nilai budaya setempat.
Ketujuh, pemerintah daerah memfasilitasi pemeliharaan situs, istana raja yang merupakan peninggalan warisan budaya.
Dialog budaya ini, meski cukup efektif, namun mendapat kritikan dari Staf Ahli Bupati Nagekeo, Silvester.
Ia mempersoalkan panitia dari Pemerintah Propinsi NTT khususnya Dinas Kebudayaan dan Pendidikan (Dinas P dan K). Kata dia, banyak peserta ahli waris mengungkapkan kekecewaan karena pelaksanaan dialog budaya ini sangat mendadak.
Ia juga meminta agar ke depan, Kepala Dinas P dan K yang langsung hadir dalam kegiatan seperti ini.
“Sehingga pemimpin yang mengambil keputusan tingkat propinsi mendengar langsung persoalan yang disampaikan ahli waris raja-raja Flores dan Lembata,” jelasnya
Silvester menegaskan, peserta dialog ahli waris Raja-Raja Flores dan Lembata tidak hadir semua. Yang hadir hanya dari utusan ahli waris dari Manggarai Timur, Nagekeo, Bajawa, Ende dan Sikka. Sementara utusan ahli waris yang lainnya tidak datang.