Ruteng, Floresa.co – Rabu malam, 22 November 2017, malang menimpa Katarina Juita, 45, seorang janda di Kampung Gapong, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai.
Saat pulang berjualan pisang dari Pasar Reo di Kecamatan Reok, ia mendapati rumahnya rusak parah. Tembok dinding bagian belakang yang terletak di tepi jalan raya Ruteng-Reo itu ambruk.
Hujan deras hari itu menyebabkan terjadinya longsor pada lahan bagian belakang rumahnya.
Dapur, kamar mandi dan sebagian tembok dinding rumah berukuran 5×7 meter itu runtuh. Untung saja, saat kejadian tidak ada anggota keluarga di dalam rumah itu.
“Saat kejadian, saya masih jual pisang di Pasar Reo, sedangkan anak-anak di Ruteng,” tutur janda dua anak itu dengan mata berkaca-kaca.
Ia membayangkan betapa beratnya beban hidup yang harus ditanggung.
Kepada Floresa.co, yang menemuinya Kamis, 23 November, ia mengisahkan, selama ini, untuk menghidupi dan menyekolahkan dua anaknya, tiap hari Katarina harus berjualan pisang.
Pagi-pagi, ia meninggalkan rumahnya dan baru pulang pada petang, bahkan malam.
Kini beban baru harus ditanggungnya, bagaimana memperbaiki rumah yang rusak berat itu.
Sejak Rabu malam, keluarganya tinggal sementara di rumah tetangga.
Rumahnya masih dalam kondisi menganga. Belum ada upaya perbaikan karena bekas longsoran membentuk jurang yang sangat curam dan dalam.
Dikuatirkan, jika hujan berlanjut pada hari-hari mendatang, bisa terjadi kerusakan lebih berat lagi. Beberapa rumah tetangga pun dikuatirkan ikut amblas.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat telah mendatangi keluarga korban. Demikian pula pihak Palang Merah Indonesia.
Yohanes Demam, Kepala Desa Gapong mengatakan, wilayah desanya memang merupakan zona rawan longsor.
“Setiap kali hujan, pasti ada longsor. Itu sudah pasti,” ujarnya.
Gapong memiliki sejarah kelam menghadapi bencana longsor.
Bencana terbesar di kampung itu terjadi pada 2007, yang menelan 29 korban jiwa dan puluhan lainnya luka-luka.
“Yang ditemukan ada 26 orang, sedangkan tiga lainnya dinyatakan hilang,” kata Yohanes.
Peristiwa yang juga menyebabkan puluhan rumah warga rusak berat itu dan ribuan mengungsi ke wilayah sekitar, dinyatakan sebagai bencana nasional.
Susilo Bambang Yudhoyono, presiden kala bahkan datang ke Pagal, ibukota Kecamatan Cibal, memantau perkembangan proses penanganan korban.
Setelah tahun 2007, kata Yohanes, longsoran terjadi setiap tahun.
Meskipun tidak lagi menelan korban jiwa, namun selalu ada rumah warga yang rusak.
Sebagian rumah di Kampung Gapong memang terletak di lereng bukit, di pinggir jalan raya.
Berdasarkan hasil kajian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi NTT, daerah rawan longsor ini disebut memiliki potensi gerakan tanah menengah.
Artinya, sesewaktu dapat terjadi gerakan tanah bila lereng diganggu atau saat curah hujan tinggi.
EYS/ARL/Floresa