Floresa.co – Langkah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Mabar)-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) mewacanakan pemekaran dengan membentuk kabupaten baru Manggarai Barat Daya (MBD) mendapat kritikan.
Edi Danggur, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta mempertanyakan alasan wacana ini yang bergulir menjelang Pilkada Mabar tahun depan.
“Kalau benar Mabar dianggap luas sekali, mengapa gagasan MBD itu tidak diekspose sejak awal atau dijadikan bahan kampanye waktu Pilkada 2010?”, kata Edi kepada Floresa.co, Rabu (10/12/2014).
“Mengapa para petinggi Mabar justru baru bersemangat bicara pemekaran di penghujung masa jabatan mereka atau jelang Pilkada 2015?”, lanjutnya.
Kata dia, terhadap pertanyaan demikian, jawaban standar biasanya: wacana pemekaran ini bukan inisiatif petinggi Mabar, tetapi inisiatif rakyat.
Ia menilai, apa yang dilakukan Bupati Agustinus Ch Dulla dan Wakil Bupati Maksimus Gasa, sebenarnya, hanya berupaya mencari kambing hitam terhadap kegagalan mereka memimpin Mabar.
“Ini seperti pepatah ‘buruk muka, cermin dibelah’. Gagal memimpin, bukannya introspeksi diri. Tapi malahan wilayah yang luas yang dianggap jadi penyebab dan dianggap sebagai sumber masalah.”
Ia mengatakan, pada waktu memaparkan visi dan misi di depan rakyat waktu Pilkada, saat ditanya rakyat, mampukah memimpin wilayah kabupaten yang luas ini, mereka menyatakan diri mampu.
“Anehnya, jelang akhir masa jabatan, di tengah tudingan gagal memimpin karena minus prestasi, malahan menggagas pemekaran wilayah”, kata Edi
Ia menjelaskan , pemekaran wilayah tentu saja bukan aib.
“Itu bagus juga tapi itu bukan satu-satunya cara. Masih ada cara lain, yaitu kerja keras untuk rakyat, jangan semata-mata sibukkan diri berkelahi rebutan proyek”, katanya.
Hal lain, menurut Edi, adalah dengan membasmi KKN mulai dari atas kepala. “Sebab kalau kepala miring maka ke belakang sampai ekor pun ikut miring.”
Ia pun menganggap pemekaran yang diwacanakan saat ini, hanya bertujuan agar semakin banyak orang punya peluang naik pangkat.
“Yang tak pernah jadi camat, bisa jadi camat. Yang tak pernah jadi wakil bupati bisa jadi wakil bupati, yang pernah jadi wakil bupati bisa jadi bupati, semakin banyak kontraktor baru minus pengalaman untuk kerjakan proyek-proyek pemerintah, dan sebagainya”.
Hal demikian, kata dia, hanya akan membuat yang sudah kaya makin tambun, sementara rakyat tetap kurus kering.
Idealnya, kata Edi, pemekaran bertujuan mendekatkan pelayanan, dengan asumsi bahwa dekatnya pelayanan maka kesejahteraan umum semakin mudah digapai.
“Tapi sekalipun rentang kendali semakin dekat, tetapi kalau pejabatnya juga bukan bermental sebagai pelayan tapi bermental sebagai bos, maka Mabar mau dimekarkan jadi 10 kabupaten sekalipun, kesejahteraan umum akan semakin jauh,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, wacana pemekaran Mabar disokong oleh Wakil Bupati Manggarai Barat Maksimus Gasa dan dananya sudah disiapakan melalui APBD. Informasi yang dihimpun Floresa.co memang menyebutkan, Pemda Mabar menggelontorkan dana Rp 237 juta dari APBD Perubahan 2014. (ARL/Floresa)