Kekeringan Perparah Kebakaran Hutan di Flores Timur, Pemerintah Kewalahan Padamkan Api

Terjadi sejak 25 Agustus, kebakaran telah melanda ratusan hektar hutan dan lahan yang sulit dijangkau.  

Baca Juga

Floresa.co – Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Flores Timur sejak akhir pekan lalu belum bisa diatasi, di mana api menyebar cepat ke wilayah yang sulit diakses petugas dan warga setempat.

Dalam peristiwa yang bermula pada Jumat, 25 Agustus itu, api telah menghanguskan ratusan  hektar hutan dan lahan di tiga desa, yakni Desa Dulipali, Nurabelen dan Nobo di Kecamatan Ile Bura dan Desa Klatanlo di Kecamatan Wulanggitang.

Hingga Senin, 28 Agustus, titik api terlihat memasuki kawasan hutan lindung di Desa Klatanlo, demikian menurut Pit Muda, kepala desa itu.

Ia menjelaskan, sekitar 40 hektar wilayah hutan di desanya yang terdampak.

“Api sudah mengarah ke sana,” kata Pit, sambil menambahkan, selama ini wilayah hutan yang terbakar itu menjadi lahan warga menanam kelapa, kakao, vanili dan kemiri.

BPBD Flores Timur mengerahkan mobil damkar untuk memadamkan api. (Foto: Maria Margaretha Holo)

Ia menjelaskan, warga pemilik kebun telah dikerahkan untuk bersiaga di lahan masing-masing sehingga pergerakan api bisa terpantau dan tidak meluas ke wilayah lainnya.

Kepala Kepolisian Sektor Wulanggitang, Iptu I Nyoman Karwadi menuding pemicu kebakaran itu adalah akibat kelalaian Ignasius Nika Soge [INS], warga Nurabelen yang membersihkan lahannya dengan cara membakar, tanpa memperhatikan kondisi angin kencang.

Ia menyatakan INS sudah ditahan di Polsek Wulanggitang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

“Sebelumnya, Pemerintah Desa Nurabelen melapor ke Polsek Wulanggitang bahwa terjadi kebakaran hutan. Tak berselang lama, Bapak INS datang menyerahkan diri,” kata Karwadi kepada Floresa.

Dari informasi awal, katanya, INS berupaya mematikan api sendirian, namun gagal karena api terus menjalar dan melahap lahan kering di sekitar.

Hugo Puka (51), warga Nurabelen mengatakan, usai INS melapor ke desa, “seluruh warga langsung berlari menuju tempat kejadian dan berusaha memadamkan api dengan cara manual.”

“Kami bawa air di jerigen untuk menyiram kobaran api, tetapi api cepat sekali merambat. Karena banyak ilalang kering di situ, sampai sore pun kami tetap kewalahan untuk memadamkannya,” katanya.

Salah seorang petugas BPBD Flores Timur sedang memadamkan api dengan cara manual. (Foto: Maria Margaretha Holo)

Vin Muda (53), warga Desa Nobo juga mengatakan, saat mendengar kejadian itu, banyak warga berlari menyelamatkan hasil kebun mereka.

“Ada yang berhasil menyelamatkan hasil kebunnya, tetapi hasil lainnya seperti jambu mete, kelapa, asam dan kemiri tidak bisa diselamatkan. Hasil kebun seperti itu ikut terbakar,” katanya.

Lambertus Pukan, Kepala Desa Nurabelen mengatakan kepada Floresa, beberapa tahun silam kebakaran hutan dan lahan juga pernah terjadi di wilayahnya.

Karena itu, ia selalu memberikan edukasi kepada warganya untuk menghindari aksi yang memicu kebakaran hutan.

“Buang punting rokok sembarangan saja bisa memicu terjadinya kebakaran hutan, apalagi membuka lahan dengan cara membakar. Makanya saya selalu memberikan edukasi kepada para petani, anak muda agar tidak boleh membuka lahan dengan cara itu karena sangat fatal,” katanya.

Untuk mengantisipasi terjadi kebakaran di wilayah pemukiman di Desa Nurabelen dan sekitarnya, Lambertus menghimbau warganya selalu waspada mengingat angin kencang masih terus terjadi

“Jangan sampai angin kencang ini membawa percik-percik api sehingga memicu terjadinya kebakaran. Wilayah kita ini banyak ilalang kering, jadi mudah merambat,” katanya.

Abdul Razak Jakra, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Flores Timur mengatakan, sampai saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan Polsek Wulanggitang, Koramil Wulanggitang dan Pemerintah Kecamatan Ile Bura untuk memadamkan api di wilayah yang masih bisa dijangkau.

“Tim kami hanya mampu memadamkan api dengan menyiram air ke lokasi-lokasi dekat pemukiman warga. Tetapi di bagian lereng Gunung Lewotobi, tentu sangat sulit kita jangkau,” katanya.

Apalagi, kata dia, saat ini api sudah menghanguskan ratusan hektar hutan dan lahan di bawah kaki Gunung Lewotobi.

“Tidak ada akses bagi kami untuk bisa masuk ke dalam dan memadamkan api menggunakan air karena medannya berbahaya,” terang Abdur.

Ia menjelaskan, di beberapa titik, timnya melakukan pemadaman secara manual.

Kesulitan lainnya, kata dia, adalah akses air yang jauh dari lokasi, di mana tim pemadam harus mengambil air dari Bama yang jaraknya kurang lebih 40 kilometer.

Ia menjelaskan, peristiwa ini diharapkan menjadi pelajaran bagi warga agar menghindari cara membuka lahan dengan membakar.

“Yang terjadi di wilayah Ile Bura ini menjadi pelajaran untuk masyarakat Flores. Setiap bencana yang terjadi itu pemulihannya membutuhkan dana yang besar,” katanya.

“Padahal, biaya seperti itu kita bisa gunakan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya,” tambahnya.

Dalam foto yang diambil pada Minggu, 27 Agustus 2023 ini, api masih menjalar melahap ilalang kering di Desa Nobi. (Foto: Maria Margaretha Holo)

Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu provinsi yang menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika [BMKG] masih akan mengalami kekeringan ekstrem, setidaknya hingga September saat el nino akan mencapai puncaknya.

El nino merupakan fenomena meningkatnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian timur yang mengakibatkan udara basah ke Indonesia berkurang, hal yang memicu kekeringan.

Fahri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG mengatakan, wilayah di Indonesia yang mengalami dampak paling parah oleh el nino adalah sebagian besar Sumatera – Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, seluruh Jawa, Bali, NTB dan NTT.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini