Agustus dan September Puncak El Nino, NTT Salah Satu yang Alami Kekeringan Ekstrem

Baca Juga

Floresa.co – Wilayah Provinsi NTT menjadi salah satu provinsi yang menurut otoritas terkait akan mengalami kekeringan ekstrem, di mana tidak terjadi hujan selama lebih dari 60 hari, saat el nino akan mencapai puncaknya.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika [BMKG] mengatakan, dari 699 zona musim yang ada di Indonesia, 63% diantaranya sudah memasuki musim kemarau dan sudah terdampak el nino.

Fahri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG mengatakan, menurut El Nino Southern Oscillation (ENSO) Index – yang mengukur kekuatan el nino – dalam 10 hari terakhir hingga 31 Juli, Indonesia berada di level 1,01. Semakin positif dan tinggi nilai indeks ENSO, semakin kuat juga tingkat el nino.

“Dari prediksi kami, hampir sebagian besar wilayah Indonesia itu masuk kategori curah hujan rendah. Bahkan ada yang dalam satu bulan itu tidak ada hujan sama sekali dan ini merata hampir di seluruh wilayah Indonesia sampai dengan di bulan Oktober,” katanya pada 31 Juli.

BMKG memperkirakan puncak el nino ini terjadi pada Agustus dan September. Namun, beberapa wilayah seperti Sumatera akan memasuki musim hujan pada Oktober.

“Tetapi Bali, NTB, NTT, dan Jawa terutama Jawa bagian timur itu masih kemarau [pada Oktober],” ujarnya.

Grafik indeks ENSO mulai menurun pada November dan Desember, seiring dengan periode musim hujan yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.

Fachri menjelaskan el nino merupakan fenomena meningkatnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian timur. Peningkatan suhu muka laut ini mengakibatkan udara basah ke Indonesia berkurang.

“Jadi, udara yang masuk ke Indonesia relatif kering sehingga curah hujan semakin berkurang, tutupan awan juga berkurang, suhu juga makin tinggi. Salah satu dampaknya adalah kekeringan,” ujarnya.

Fenomena el nino ini bukan baru tahun ini terjadi.

Tahun 2019, jelasnya, terjadi el nino dengan intensitas lemah, sementara pada 2015 intensitasnya kuat.

“Fenomena ini bersifat global, dampaknya tidak hanya terjadi di Inodnesia,” katanya.

Di Indonesia, jelasnya, “dampak yang paling kuat dirasakan adalah berkurangnya curah hujan.

Dampak el nino ke Indonesia sangat terasa karena fenomena el nino ini terjadi ketika sebagian besar wilayah di Indonesia memasuki periode musim kemarau.

Fachri mengungkapakan wilayah di Indonesia yang mengalami dampak paling parah oleh el nino adalah sebagian besar Sumatera – Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, seluruh Jawa, Bali, NTB dan NTT.

Selain itu adalah Kalimantan bagian barat, Kalimantan bagian selatan, dan Kalimantan bagian utara, Sulawesi bagian selatan, Sulawesi bagian tengah dan Sulawesi bagian tenggara.

“Itu [wilayah] yang berpotensi terjadinya musim kering yang ekstrem,” katanya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini